Share

Chapter 1 - Who was He?

“YAAA.... Kenapa bu Mona enggak nikah saja sih!!” Teriak Lilac pada lembar jawabannya. Lembar jawabannya hampir saja jatuh karena tingkah gadis aneh satu ini. Gadis itu sudah terlihat kesusahan, otaknya sudah mulai menguap rasanya.

“Hush... Jangan keras – keras kalau ngomong Lak... Bu Mona sensitif dengan topik jomblo dan semacamnya!” Tegur Mina, teman sebangku Lilac. Mina memberikan buku tugasnya kepada Lilac, biar temannya itu itu lekas berhenti dari sesi mengocehnya. “Tinggal nyontek punyaku, apa susahnya sih Lak....”

“Susah, karena menncontekpun perlu tenaga, Min.”

“Aduh, Lak! Kapan kamu percaya peribahasa rajin pangkal pandai sih?” Tanya Mina sambil melirik wajah temannya yang sudah kusut masai itu.

“Setelah aku pandailah pasti!!!”

Mina hanya memutar bola matanya malas, dia sudah geleng – geleng kepala melihat tingkah temannya itu. Lilac tidak pernah meletakkan nilai sekolahnya menjadi nomor satu untuk masa depannya. Anak satu ini? Kapan sehatnya!

Gadis berdarah Jepang itu sudah hafal tingkah temannya satu ini. Pemalas dan badung sekali. Mina meraba saku kotak pensil warna merah muda miliknya, gadis itu lalu memasang earphone-nya. Tak lama kemudian, Mina sudah sibuk dengan buku bacaan dan list musik yang sedang ia dengar. Mereka sekarang berada di perpustakaan sekolahnya sejak setengah jam yang lalu.

Kebetulan jam terakhir kelas mereka sedang kosong, jadi Mina tidak akan kesusahan hingga kelaparan untuk memaksa Lilac mengerjakan tugas khusus dari Bu Mona Monica. Tugas matematika Lilac yang dideadline itu harus di kumpulkan setelah bel pulang sekolah berdenting.

Bu Mona Monica memang termasuk guru yang pandai sekali memberikan jenis tugas siksaan kepada murid didiknya. Bu Mona adalah ibu guru mata pelajaran Matematika di sekolah Mina dan Lilac yang terkenal dengan ke-single-annya.

Satu bahasan yang sangat dibenci oleh Bu Mona jika ada yang melontarkannya adalah kapan beliau akan menikah? Hanya saja, sudah tahu ibu gurunya akan jadi sensitif apabila ditanyai seperti itu, Lilac malah menjadikan topik tersebut sebagai topik favorit untuk dibahas, terutama jika ibu guru tersebut mulai suka menyindir Lilac di kelas jam mata pelajarannya. Menurut Lilac, menyindir bu Mona bila ibu itu sudah mengesalkan adalah cara mengurangi stress sewaktu ia harus mengerjakan soal matematika yang diberikan oleh bu Mona.

“Min, Min ini apa Min?” Tanya Lilac, gadis itu sudah meletakkan pensilnya di cepitan telinganya. Lilac menunjuk pada lembar buku catatan Mina.

Mina menurunkan bukunya, gadis itu menoleh ke arah temannya itu. Lalu melihat pada buku ajar miliknya yang penuh dengan coretan jawaban. Ia sudah menjawab teramat lengkap, bahkan sudah ada cara perhitungannya. Lalu apa masih ada yang perlu ditanyakan oleh Lilac?

“Itu berarti kamu harus pakai cara ke dua.”

“Kenapa harus pakai cara ke dua?” Tanya Lilac sok - sok kepo.

“Karena cara pertama tidak tepat jika digunakan untuk menjawab soal seperti ini.” Jawab Mina.

“Kalau begitu, mengapa harus ada cara pertama?” Ini si Lilac hobby nanya ya? Tinggal dicontek kan lebih mudah.

“Karena soal yang lain cocoknya cara pertama.” Mina masih menjawabnya dengan kalem.

“Seharusnya langsung cara ke dua saja, Min!”

“Nanti kalau kamu menjawab soal ke sepuluh, cara satunya yang dipakai Lilac sayang!!” Jawab Mina sambil menutup bukunya, dia sudah kehilangan mood untuk membacanya. Gadis itu lalu mengganti pose duduknya untuk berhadapan dengan Lilac.

“Kan belum sampai soal nomor sepuluh, gimana sih kamu, Min!?” Cerocos mulut ember Lilac.

“AGHHHHH, LILAAAKKK, PUSING TAHUUKK!!” Jerit Mina yang langsung lupa dimana dia berada sekarang. Gadis bernama Lilac ini mengapa tidak bertanya saat mata pelajaran Bu Mona berlangsung tadi saja? Kenapa baru sekarang? Tahu begini, Mina tidak akan memberikan contekan.

“Pusing? Kau memberi tahuku?” Tanya Lilac polos.

Dia sampai berhenti menulis, hanya untuk melihat wajah Mina yang sudah mengepulkan asap saat melihatnya. Mina hanya berusaha keras agar tidak meluapkan amarahnya, atau tidak mereka berdua akan dikeluarkan dari perpustakaan sekarang juga. Banyak teman seangkatan mereka sudah menoleh melihat mereka masalahnya. Lilac dan Mina, mereka berdua sudah terlalu berisik.

“Tidak aku sedang menanyaimu!!” Mina yang sudah sangat gemas berusaha untuk tidak menjambak rambut pendek miliknya sendiri.

Lilac adalah tipe sang penguji tes kesabaran!!!

-

-

-

-

-

Pukul satu siang tepat bersamaan dengan bunyi bel sekolah, tugas matematika Lilac sudah selesai. Gadis itu sudah berpamitan pada Mina yang malah pamit untuk pulang duluan. Lilac tentu tak keberatan, karena rencana awalnya, selepas ia mengumpulkan tugas matematikanya ke Bu Mona adalah ia mau kembali ke warung baksonya pak Syupilami. Untuk kali ini bukan untuk membeli bakso, melainkan untuk mengambil sepeda milik dari cowok di pagi hari tadi, adik kelasnya itu.

Adik kelas?

Begitulah yang membuat Lilac bertanya – tanya sejak di perempatan Grand City Mall. Apa anak itu memang benar adik kelasnya? Kalau seangkatan dengannya pasti dia tahu siapa Lilac donk, eh itu cowok malah tak kenal siapa dia. Pasti dia adik kelasnya!

Bukannya Lilac ingin menyombongkan diri, memang kenyataannya Lilac terkenal di SMA Benediktus ini. Lilac mungkin tidak terkenal dikalangan anak kutu buku, tetapi Lilac terkenal dikalangan anak – anak yang sering keluar masuk di kantor bimbingan konseling di sekolah. Hebat kan Lilac? Saat orang lain harus punya otak brilliant mirip Mina, ia hanya perlu otak pas – pasan untuk terkenal di seantero sekolah.

“Lilac? Kesini kamu!”

Lilac yang tadi sempat jejeritan kesenangan gara – gara Bu Mona yang tidak ada di mejanya, harus berlapang dada. Ibu guru satu itu malah keluar dari pintu kepala sekolah dan memanggilnya, untuk mendekatinya. Euforia Lilac menguap seketika.

“Sudah mengumpulkan tugasmu?” Tanya Bu Mona yang single itu.

“Sudah bu.” Lilac tersenyum lebar mirip anak autis.

“Nomor sepuluh pakai cara ke berapa?” Bu Mona menatap Lilac dengan pandangan curiga. Ibu guru satu ini tak pernah percaya dengan daya tanggap Lilac yang sepertinya nol besar. Baginya Lilac tak akan mungkin bisa mengerjakan tugas yang dia berikan meskipun dia sudah mengurangi hampir separuh jumlah soal aslinya.

“Apa bu?” Tanya gadis itu. Bu Mona sudah mendesis, jadi sejak tadai dia berbicara tidak didengarkan?

“Saya tanya, soal nomor sepuluhmu pakai cara nomor berapa?”

Tanpa Bu Mona tahu, Lilac sudah hampir menjulurkan lidahnya. Gadis itu sadar, jika Bu Mona sedang mengetesnya. Hanya saja, Lilac ini tipe siswa yang tak suka diberi ujian, apalagi try out dadakan. Maaf saja ya bu! Mian Mian Kojimal! Kutipan Korea yang gadis itu nekat praktekkan dari daya nalar menonton drama Korea kesukaannya. Lilac tak ikhlas jika Bu Mona mengujinya sekali lagi.

“Cara nomor satu.” Seru Lilac semangat, ya pasti semangat lah, bukankah itu isi pertikaiannya tadi dengan si murid ranking satu di kelasnya. Mina memang bintangnya masalah pelajaran. Besok ia harus sungkem dulu pada Mina sepertinya.

“Ah, kamu bisa pulang sekarang. Langsung pulang, jangan belok – belok tak jelas!” Suruh Bu Mona setelah jawaban Lilac barusan ternyata benar. Ibu guru itu menyesal sudah bertanya terlalu mudah pada anak tak jelas mirip gadis satu ini.

“Ohh siap bu!!!”

Gadis bergigi kelinci itu langsung keluar dari koridor sekolahnya dengan gerakan kaki pendeknya. Lilac tak mau Bu Mona berubah pikiran dan menanyainya macam – macam. Gadis muda itu tak menyangka jika ia bisa lepas dari pertanyaan Bu Mona dengan begitu mudahnya. Mungkin ia harus sering – sering mengajak Mina berdebat tak penting tentang mata pelajaran sekolahnya, begitu pikirnya.

Lilac sedari dia berpapasan dengan teman – temannya, sering kali gadis itu melambaikan tangannya dengan gaya sok akrabnya. Gadis itu memang mudah sekali dalam bergaul, mungkin yang benar adalah gadis itu tak punya urat malu, sudah sering keluar masuk ruang konseling tapi masih sering keluyar – keluyur di depan ruang kelas mereka.

Siang ini, Lilac harus ke warung baksonya Pak Syupilami, warung bakso tersebut letaknya tepat di belakang sekolahnya. Pagi tadi ia harus memanjat pagar belakang sekolahnya karena gerbang depannya sudah dikunci oleh pak satpam. Lilac sudah memutuskan, itu adalah terakhir kali dia akan memanjat pagar sekolah, atau ibunya akan marah siang malam karena terlalu banyak menanggung malu. Lilac sudah membuat ibunya berulang kali dipanggil ke sekolah oleh guru Bimbingan Konselingnya.

“Ahh, nanti malah tambah jauh kalau lewat gerbang depan.”

Belum juga selesai berjanji, gadis aneh satu ini malah kembali ke jalanan taman sekolahnya, dan berbelok ke gedung sekolahnya. Gadis itu berniat untuk memanjat pagar tembok belakang sekolahnya saja. Beruntungnya, area belakang sekolah Benediktus sedang sepi oleh aktivitas klub karate.

Siang ini sudah terik dan panas, dan Lilac sudah terlalu malas jika harus jalan memutar untuk sampai di warung bakso Pak Syupilami. Jika menulis jawaban tugas bu Mona saja dia sudah perhitungan, apalagi hanya untuk berjalan ke warung bakso. Lilac sangat pelit dan perhitungan.

Gadis bergigi tupai itu sudah sampai di bagian belakang sekolahnya. Tempat itu memang sangat terawat untuk ukuran lahan belakang sekolah pada umumnya. Manajemen sekolahnya yang sangat maju daripada sekolah negeri itu sengaja menyulap lahan tak gunanya, menjadi kebun bunga hias dan sayuran. Bunga lilac ungu, bunga mawar dan bermacam – macam bunga krissan berbagai warna tumbuh disana. Bahkan kamu akan dengan mudah mendapati sayuran kacang kapri, kubis, cabe, sawi dan pokchoy di kebun belakang sekolah tersebut.

“HAPP!!”

Gadis itu sudah melompat untuk dapat naik ke atas pagar bata itu. Dengan kakinya yang tak cukup panjang, Lilac cukup kesusahan hingga harus memanjat pagar tersebut dengan gaya ala – ala kukang. Harus mentiarapkan badannya hingga kedua tangan kanan kirinya menjulur di sisi tembok, sekarang Lilac sudah mirip dengan kukang asli kalau begini. Jika bukan demi mengembalikan sepeda sang ‘adik kelas’nya itu, dia pasti tak mau pulang pergi mirip buron seperti ini.

“HEII! Nona gigi tupai! Celana dalam pink-mu kelihatan!”

Lilac langsung melotot saat ada suara yang muncul di pendengarannya. Gadis itu langsung panik menutupi rok sekolahnya yang bermodel rok sailormoon itu. Gadis kelas dua belas itu langsung mencari si sumber suara yang ternyata dari arah bawahnya. Si cowok, si adik kelas, si empu sepeda ontel, si anak tukang PHP yang membuatnya mengerjakan tugas Bu Mona sebanyak satu bab itu. Si anak menyebalkan!!

“YAAA, apanya yang pink!! Sok tahu!!”

Lilac tak mau mengaku, hey girls, dimanapun, gadis waras mana yang membiarkan seorang anak laki – laki melihat celana dalamnya. Dan Lilac masih merasa dia anak perempuan yang sangat waras. Lilac melempar tatapan sengit ke arah pemuda itu. Gadis itu tak lagi memegangi roknya lagi. Anak laki - laki itu masih melihat ke arah Lilac sambil memiringkan kepalanya, seperti berpikir. Apa yang sedang dia pikirkan?

“Pink dan ada bugs bunny-nya maksudmu?” Ucap anak laki – laki itu kalem.

Dia masih berdiri di dekat tanaman bunga Lilac, anak laki – laki itu lalu menunjuk ke arah rok Lilac yang masih membuka menutup karena ulah angin musim hujan. Terlihat dengan jelas motif warna celana dalam dari gadis yang masih bertengger diatas tembok sekolahnya itu.

“YAAAAAAA, ANAK SIAPA SIHH INIII!!!” Teriak Lilac kencang, dia sudah teramat kesal dan senewen dibuatnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kerincirius
Wkwkwk kok lucu ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status