Share

Chapter 2 - Lilac's House

"Jangan mengikutiku!!”

“Sudah aku bilang jangan mengikutiku!”

Dengan menarik nafas berat, gadis berambut hitam panjang itu berhenti dan berbalik ke belakang, menatap kesal pada anak laki – laki yang sedari tadi hanya menuntun sepeda putihnya. Anak laki – laki itu hanya diam dan tak berminat untuk menambah panjang durasi omelan milik gadis bergigi tupai itu.

Lilac sudah mengomel dari utara ke selatan, dari barat ke timur. Gadis itu mengomel pada adik kelasnya yang mengapa tak kenal dengannya tersebut. Anak laki – laki satu itu, anak yang dengan seenak harinya memberi tahunya jika warna celana dalamnya bewarna merah muda, ada bugs bunnynya pula. Begini – begini, Lilac masih punya urat malu! Aduh, Lilac kan jadi malu!

Gadis itu terus saja mengoceh betapa tak sopan, dan mesumnya semua laki – laki. Itu hal yang tak perlu untuk dilakukan oleh semua kaum adam. Seharusnya siswa – siswi SMA Benediktus mengamalkan budi luhur ajaran gurunya, entah mengapa adik kelasnya satu ini malah jadi benar – benar keterlaluan mesumnya. Apa kurang bokong – bokong anak seumurannya yang bisa ia intipin, kenapa harus kakak kelasnya juga!

ARGHHHH!!!!!

Kenapa harus warna pakaian dalamku!!

“Dengar tidak sih, aku bilang jangan mengikutiku!!!” Pekik Lilac frustasi saat anak laki – laki berambut hitam itu sudah berdiri di atas jalan khusus sepeda sekarang, di sampingnya. Gadis kelas dua belas itu merasa dari warung bakso pak Syupilami sampai kesini, ini anak, si adik kelasnya ini malah membuntuti dia terus menerus.

“Huh? Bagaimana bisa dibilang mengikuti dirimu, jika rumahku lewat jalan ini!” Si adik kelas itu mencoba membela diri.

“Ambil saja jalan memutar, dimanapun! Asal kamu tak curi – curi lihat bokongku lagi!”

Lilac, gadis ke-pede-an itu langsung menutupi bokongnya dengan kedua tangannya, padahal angin sedang tidak berhembus satupun. Sementara kaki gadis itu sudah kesemutan karena terlalu lama berjalan, beberapa kali ia melempar pandang jengkel pada sepeda putih milik pemuda itu.

Tak peka!

“Yang istimewa dari bokong kamu itu di bagian mananya, nona gigi tupai? Lagipula tepos semua bentuknya...”

Anak laki – laki itu sudah geleng – geleng kepala melihat tingkah gadis aneh yang sejak tadi pagi sudah membuat susah hidupnya. Masak hanya untuk pulang saja, dia harus ambil jalan memutar? Yang benar saja.

“Ada gerbang, mengapa harus memanjat tembok pagar sekolah? Aku lihat gigimu memang seperti tupai, bukan berarti kamu berubah jadi tupai sungguhan, kan?”

“Ya tuhan, ini anak beneran anaknya siapa sih!!?? Dasar adik kelas durhaka!!”

Lilac semakin kesal dibuatnya, ini kali pertama ada orang yang memanggil gigi kelincinya sebagai gigi tupai. Gigi yang kebanyakan orang sangat iri untuk mempunyai satu yang seperti punya Lilac, malah dibilang seperti tupai. Makhluk pemakan segala biji – bijian, yang punya ekor mirip sikat di belakang bokongnya, si tupai temannya Spongebob. Cowok ini pasti tak pernah pergi ke dokter gigi!

“Kamu mau kemana lagi?” Tanya Lilac saat adik kelasnya itu malah naik ke atas sadel. Lilac mengernyit heran, anak laki – laki itu lantas berniat untuk mengayuh kayuhan sepedanya sepertinya. Gadis muda itu tak terima dia ditinggalkan begitu saja seperti tadi pagi.

“As your wish, nona gigi tupai. Aku mau pulang.”

“Kenapa kamu jadi menuruti kataku begini?”

Pemuda berambut hitam itu berpura – pura tak mendengar nada kesal dari gadis tukang mengomel di sampingnya. Dia malah sibuk membenarkan letak tas ranselnya, dan mengeratkan talinya. Anak itu kemudian berpamitan pada satu – satunya lawan bicaranya yang ada disana, sebelum benar – benar meninggalkan gadis bergigi tupai itu sendiri.

“Selamat tinggal, and please, don’t ever meet me again!” Katanya dengan bahasa Inggris yang fasih, sayangnya Lilac bukanlah Mina yang bisa mengerti bahasa ibu pangeran William itu. Gadis itu tuli dan buta terkait bahasa asing, terutama bahasa Inggris!

“YAAA, MINIMAL NAWARIN BONCENGIN AKU DULU KEK, GIMANA SIH ADIK KELASKU INI!!” Teriak Lilac histeris, itu adik tingkatnya kenapa enggak ada peka- pekanya kalau dirinya pingin dibonceng sedari tadi.

Jadi nona gigi tupai, Lilac, sebenarnya ingin ditawari untuk pulang bersama agar bisa dapat tumpangan gratisan untuk pulang pada hari ini. Tetapi sayang, karena terlalu menjiwai peran dan jual mahal, gadis muda itu malah dikira sedang marah sungguhan.

Poor, Lilac!

-

-

-

-

-

Sementara itu, di sebuah rumah yang tak seberapa besar, namun memiliki halaman depan yang cukup luas untuk ditanami bunga dan tanaman hias. Di dalam rumah tersebut sedang ada beberapa penghuni baru yang sepertinya bukan pemilik asli bangunan tersebut. Mereka adalah ketiga siswa - siswi SMA Benediktus.

“Apa Lilac tak marah kita membuat rusuh kamarnya?” Tanya Una, teman Lilac yang berambut hitam panjang.

Gadis itu sedang bertanya pada anak laki – laki yang tengah memakan keripik kentang sambil menonton acara televisi di ponselnya. Itu adalah bungkus keripik ketiga milik temannya yang lain, Mina. Gadis bernama Mina itu kini sedang tidur – tiduran di atas kasur milik Lilac, buku yang tadi sempat ia baca sudah tertelungkup di atas bed cover milik Lilac.

Siang ini Una dan dua temannya yang lain, Mina dan Yuta, sengaja datang ke rumah temannya itu. Dari rumah mereka berempat, rumah Lilac memang yang paling punya banyak sekali keunggulan untuk dijadikan tempat nongkrong mereka. Selain karena ibu Lilac yang seorang staff kantor pos Indonesia yang hampir delapan jam ada di tempat kerjanya, ayah Lilac juga jarang di rumah. Istilah kerennya, rumah Lilac cocok sekali untuk dijadikan base camp, tempat kumpul bagi mereka berempat.

Jika memilih rumah Una, kondisinya tak memungkinkan, karena Lilac dan anak laki – laki yang ia ajak bicara ini sangat tidak bersahabat dengan adik Una yang masih balita. Lilac bahkan tak malu bila gadis itu telah ketahuan memakan es krim walls milik adik Una, hingga balita laki - laki itu menangis kejer tidak mau ditenangkan. Untuk hal ini, Una harus menarik Lilac agar menjauh dari adik laki – lakinya itu.

Sedangkan, rumah kedua dari teman Una yang lain juga jelas sama tak memungkinkannya, satu karena mama Mina yang lebih killer dibandingkan dengan Bu Mona sendiri. Mamanya Mina tak mungkin diajak berkompromi untuk mengizinkan anak gadis kebanggaannya itu untuk bermain dan membuang – buang waktunya bersama tiga orang yang sangat jelas sekali tidak ada ambisius – ambisiusnya dalam belajar, terutama jika membahas Lilac dan Yuta.

Masalah kedua yang membuat rumah Mina tidak disukai oleh Mina sendiri sebagai base camp mereka berempat adalah karena, Yuta senang sekali cari muka di depan tantenya itu. Iya, Mina dan Yuta merupakan saudara sepupu yang sangat bertolak belakang. Dari pada menjadi sepupu dari Mina, orang – orang mungkin lebih percaya jika Yuta adalah sepupu dari Lilac. Kedua orang ini semacam partner in crime di sekolahnya, sangat dekat, sangat mirip, dan sangat jahil sekali perilakunya.

Rumah milik Yuta menjadi pilihan mereka yang terakhir dari yang terakhir. Rumah anak laki – laki itu jelas sekali lebih tak mungkin lagi, karena Yuta hobinya memelihara anak buaya, biawak, bahkan ular piton dari pedalaman hutan di Brazil. Semua hewan reptil yang melata itu menjadi kesayangan, dan kecintaan Yuta, mengingatnya Una sudah bergidik sendiri. Bagaimanapun juga Una dan teman – temannya masih sayang umur, setidaknya dari pada mati dimakan buaya hidup milik Yuta.

“Lihat, kita disini bahkan seperti pindah rumah saja.” Sambung Una menunjuk temannya yang lain, Mina, yang sudah tidur tengkurap di atas kasur Lilac.

Mina sebenarnya sudah pulang sejak tadi, tetapi dasar Yuta, sepupu Mina yang baru pulang dari kompetisi basketball itu malah menarik gadis itu kesini dengan alasan mengerjakan tugas kelompok Ekonomi kewirausahaan mereka.

“Marahnya si Lilac paling cuma sehari, mana betah dia bikin onar sendirian.” Jawab anak laki – laki jangkung itu asal. Yuta melirik ke arah sepupunya, seakan meminta pembenaran.

“Benar kataku kan, Min?” Tanya Yuta pada Mina.

“Yut, berhentilah jadi partner in crime-nya Lilac! Aku bisa botak tiap kali dia nanya macam – macam. Bisa – bisa dia tak lulus tahun ini.” Ujar Mina dari atas kasur, membuat dua orang yang sedang duduk di karpet kamar Lilac mendongak ke atas.

“Ya sudah, kita ke rumahmu saja besok Min. Tante Sana pasti senang banget kan lihat kita disana?” Sindir Yuta dengan seringaiannya.

“Ngapain?” Sergah Mina, tak paham dengan seringaian milik sepupunya itu.

“Minta ajarin kamulah, habis itu kita main – main di kamarmu.” Jawab Yuta dengan gayanya yang selengekan.

“Iya, dan kau pasti kena ceramah seminggu penuh jika mamaku tahu, keponakannya sendiri menyuruh anaknya untuk tak masuk les hari ini.” Mina ikut tertawa menakutkan pada sepupunya yang bandel itu, sama bandelnya dengan Lilac, hanya saja Yuta ini versi cowoknya.

KRIEKKK

Mina sudah hampir melempar guling ke arah Yuta yang mencoba menirukan gaya mamanya jika sedang marah saat pintu kamar Lilac terbuka. Yang datang ternyata sang pemilik kamar. Lilac, gadis itu baru saja pulang dengan wajah kusut masai. Kemana saja gadis itu hingga dua jam seusai bel pulang sekolah baru sampai di rumahnya.

“KENAPA SI TUYUL INI BISA KESINI SIHHH!!?” Teriak Lilac keras memasang wajah horor ke arah Yuta.

“Besok lagi, jangan taruh kunci di bawah keset, Lak... Kau mau welcome-in pencuri, huh?” Potong Yuta pada temannya yang sedang memasang wajah bodoh melihat keberadaan mereka semua.

“MASUK RUMAH ORANG TANPA IZIN ITU ILEGAL, YUL!!” Lilac berucap hampir histeris.

Lilac masih tak terima. Tuyul – tuyulnya ini masuk rumahnya kayak mau masuk sekolahnya saja. Mana tanpa minta izin kepadanya lagi. Dia yang begitu teledor menaruh kunci rumah, atau dasar Yuta yang punya bakat membobol pintu rumah orang.

“Tutup mulut dulu sana Lak, baru tutup pintu kamar! Ntar belepotan iler lagi!” Sambung Yuta sambil meneruskan makan keripik lagi, bunyinya sudah krauk – krauk. Lilac menutup rahangnya dengan gemas. Anak laki – laki itu tak menaruh perhatian lagi kepadanya sebagai pemilik rumah.

“Memangnya kenapa? Rumah- rumahku Yut. Aku buka, aku tutup, terserah aku donk!” Sungut Lilac.

Tetapi polosnya, meskipun berbicara seperti itu, Lilac malah menuruti perkataan Yuta untuk menutup pintu setelah menutup mulutnya. Gadis itu membuang tas ranselnya di atas kasur dan hampir mengenai kaki Mina, gadis berdarah Jepang itu hanya mencoba membuang kaus kaki Lilac yang tak sengaja jatuh dari kantung kecil tas sahabatnya, dan mengenai kepala Yuta.

“Apa ini, Min?” Teriak Yuta, dia jadi tak fokus melihat serial detektif yang sedang ia tonton.

“Kaus kakinya Lilac tuh!!” Jawab Mina yang juga merasa jorok dengan ulah gadis satu itu. Mana ada kaus kaki bekas kemarin belum juga dicuci.

“Bau kagak kaus kakiku?” Tanya Lilac dengan polosnya.

Gadis itu hanya cengengesan tak jelas, masih berdiri di depan pintu kamarnya. Yuta langsung melempari gadis itu dengan kaus kakinya, jorok sekali. Benar – benar gadis ini, ia sumpahin jomblo seumur hidup, tahu rasa dia!

“YAAA, Jangan dilempar ke aku lah...!!” Lilac sudah menjerit keras.

“Punyamu Lak...!!!” Sergah Yuta tak tanggung - tanggung.

“Tapi bau, bodoh!!!” Elak Lilac sambil merengutkan dahinya.

“Baunya kakimu!!” Yuta semakin mengomel dan mengejar temannya itu.

Lilac berlari dan naik ke atas kasur, dimana Mina sedang enak tidur - tiduran, gadis itu sedari tadi hanya menyimak pertengkaran konyol sahabat – sahabatnya. Mereka semua ini aneh, tidak ketemu katanya kangen, ketemu malah bikin ulah, rusuh dan onar.

Hari ini sebenarnya Yuta dan Una mengambil waktu bed rest. Mereka tadi memang tidak masuk sekolah, Una yang sebagai anggota cheers di sekolah baru saja pulang dari kompetisi basket ball dimana Yuta menjadi pemainnya. Mereka berdua adalah anggota kebanggaan tim bola basket dan cheers di sekolahnya.

Dan disinilah Yuta menarik Mina dan Una untuk dapat tempat nongkrong yang sangat mereka banget, rumah Lilac. Yuta pasrah – pasrah saja saat Lilac datang dan menggenjet Mina dan dirinya. Gadis itu menarik lengan Mina, hingga mereka bertiga berakhir dengan perang cubit – cubitan di atas kasurnya.

“Rasakan Lak...”

“Yut, berhenti enggak?”

“Kok jadi aku yang kau marahin sih?”

“Salahin tuyul ini Min...”

“Kau aja tuh Lak, yang mirip kepiting.” Yuta sudah menoyor – noyor kepala Lilac, agar gadis itu tidak menggigit telinganya. Tajam sekali gigi kelinci gadis itu seingat Yuta.

“Aduhh, kalian bisa diam enggak sih!!” Komplain Una, gadis itu sudah menarik baju seragam Lilac, membuat gadis bergigi kelinci itu tak bisa menggapai dan melukai Yuta.

“Un, lepasin kok, lepasin!!”

“Kalau kalian kayak gini terus, tugas kewirausahaannya kita kapan dikerjain? Tinggal empat hari lagi lho!” Kata Una dengan sabarnya, gadis ini sabarnya kelewatan pokoknya.

Yuta dan Lilac kompak terdiam. Mereka ingat, mereka punya tugas kelompok kewirausahaan yang sangat urgent, sangat urgent-nya karena menyangkut harga diri mereka juga sebagai kakak kelas. Bagaimana tidak, semester ini mata pelajaran kewirausahaan yang biasanya kelasnya dibuka di kelas dua belas, malah juga dibuka di kelasnya adik kelas, alias turun kurikulum.

Sudah begitu, tugas tengah semesternya disuruh membuat usaha bisnis secara berkelompok lagi, dan itu di adakan bersamaan dengan acara carnaval satu sekolah. Kesimpulannya, mata pelajaran Kewirausahaan mereka ini menyeimbangkan antara materi dan juga praktika bisnis, untuk mengukur seberapa paham mereka dalam belajar materi wirausaha yang dibahas di minggu – minggu sebelumnya.

Heyy, kalau adik kelas juga ikut jualan, ini nanti yang jadi pembeli siapa coba? Jangan bilang nanti gurunya menerapkan sistem hukum rimba, yang kuat yang menang! Bisa tonjok – tonjokan ini Yuta sama anak kelompok lain, kata Lilac dari dalam hati.

“Ya! Berhenti jadi anak TK kalian! Aku enggak mau dapat D nih. Titik!” Lilac dan Yuta langsung memutar matanya, kebiasaan milik Mina satu ini membuat orang yang malas belajar seperti Lilac dan Yuta jadi semakin jijik dengan buku mata pelajarannya.

“Jadi, kita ini mau buka bisnis apa nih?” Tanya Lilac, gadis itu bertanya pada Una.

“Kita tadi di jalan sudah rundingan Lak, kita mau buat usaha cafe. Kamu setuju enggak?”

“Kenapa? Kenapa enggak warung bakso saja Un?”

“Terus, dia yang ngehabisin bakso jualan kita Un?” Lilac malah tertawa melihat ekspresi Yuta. Anak itu benar sekali, dia kan pelanggan setianya pak Syupilami. “Enggak, kalau kalian milih jualan bakso, aku enggak mau. Bangkrut kita nanti.”

Mina yang mendengarkan ocehan dari Yuta dan Lilac langsung tertawa, tumben dua makhluk biang onar itu tak berdiri di satu sisi saat ini. Biasanya mereka berdua sangat kompak sekali.

“Kata pak Lucas, barang yang dijual harus barang yang kita buat sendiri. Artinya kita yang masak atau yang buat Lak. Bukannya aku ngebela sepupuku yang petakilan ini, tetapi repot juga kalau harus buat bakso.” Terang Mina dengan bijaknya, karena sekarang dia mengaitkan nama pak Lucas, satu – satunya guru muda di sekolahnya.

“Jadi?” Sambung Lilac yang tak sabar meneruskan ucapan Mina itu.

“Kita mau buka stan cafe Dunkin Donuts, Lak. Ingat donat buatannya Una waktu liburan kemarin? Enak banget kan... Biar dia jadi kokinya. Di belakangmu itu testi-nya!”

Mina menunjuk satu piring donat di atas nakas tempat tidur Lilac, gadis itu tersenyum sambil memuji Una membuat gadis berambut panjang lurus itu memerah pipinya. Ia tak menyangka semua temannya menyukai donat buatannya ketika liburan kemarin. Lilac yang masih tak mengalah idenya didemo si tuyul Yuta, langsung melahap satu donat bertoping kacang.

Mata gadis itu membulat, kok beneran enak begini sih si donat-nya Una! Kayak lagi makan donat-nya Ji-coo.

“Kalau Una jadi kokinya, kalian jadi apanya donk?” Tanya gadis bergigi kelinci itu, mencoba menggigit donat yang kedua. Gendut kamu Lak, kalau makan terus!

“Yuta bagian cuci piring dan bersih – bersih meja saja. Kalau aku? Tentu aku kasirnya, Lak. Otak matematikaku perlu di budidayakan!”

“Budidaya ikan lele, Min?” Jawab Yuta sebal, sepupu macam apa yang memilih sepupunya sendiri jadi buruh cuci piring. “Kenapa bukan Lilac saja sih yang bagian tukang cuci piring?”

“Dan berakhir dengan kita yang tak punya satupun piring? Lihat wajah ini anak, kalian enggak sayang sama sekali kah?” Jawab Mina, membuat ketiga temannya menoleh serempak pada satu – satunya teman perempuan mereka yang tak berdedikasi itu.

“Sa- sayang apa sih maksudmu Min?” Lilac jadi punya firasat tidak enak terkait pemikiran bodoh bintang kelas satu ini. “Kalian mau nyuruh aku ngapain?”

“Jual diri!” Jawab Mina kalem sambil tersenyum lebar sekali.

“HAAAAHHHH!!! LEMPENG YA KALIAN!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status