Share

Chapter 4 - Carnaval

Matahari sudah terlampau tenggelam di ufuk barat, hari sudah berganti ke sore hari dengan langit malam yang semakin menggelap, tanda akan datang malam hari. Bukannya bertambah sepi, awal malam di halaman SMA Benediktus itu malah semakin ramai dan gemerlap dengan banyaknya lampu kelap – kelip.

Lampu – lampu itu terpasang di tiap stan cafe para siswa SMA Benediktus yang sedang meramaikan Carnaval setahun sekali di SMA-nya tersebut. Mulai dari cafe yang menjual minuman, bubble tea, hingga yang mendadak jadi ‘peramal’ dan juga ‘mama Loren’ itu. Entahlah apa yang ada di dalam kepala para siswa tersebut, memang semakin muda seseorang, semakin kreatif mereka.

Pemilik stan cafe dan tempat dagangan memang terdiri dari siswa kelas sebelas dan dua belas, tahun terakhir sekolah menengah tingkat pertama tersebut. Sudah rahasia umum jika SMA Benediktus di kota Pahlawan itu terkenal sangat mendidik siswanya dengan jiwa wirausahanya, jadi tak mengherankan jika sekolah ini memasukkan pelajaran wirausaha kedalam kurikulumnya.

“Nona, garpu saya jatuh, bisa minta garpu yang baru?”

Seorang gadis berambut hitam pendek baru saja mendatangi meja kasir dimana seorang gadis berdarah Jepang berada. Gadis yang notabenenya bernama Mina Hiroaki itu langsung melihat ke arah meja pelanggannya, dimana sebuah garpu telah jatuh.

“Ahh, baik, nanti kami ganti yang baru.” Jawab Mina dengan semua kelembutan yang bisa ia buat sebagai daya tarik pemilik cafe. Ckk, dasar Mina.

“Ohh terima kasih.” Ungkap pelanggan perempuan tersebut.

Saat pelanggannya sudah jauh dari meja kasirnya, Mina langsung berbalik. Gadis itu langsung celingukan ke kiri dan ke kanan. Dia sedang mencari satu – satunya orang yang khusus hari ini telah ia jadikan korban perbudakan bersama sepupunya. Mina akan melakukan segala cara agar kelompoknya bisa mendapatkan nilai A besar dan gemuk, berbobot pokoknya nilai A-nya!

Sungguh nilai A adalah idaman dari seorang Mina. Tak lama, dirinya melihat keberadaan orang itu di dekat dapur cafe, Mina langsung menghembuskan nafas lega bin sumringah!

“Lak, ambilin garpu baru! Ada pelanggan yang garpunya habis jatuh nih!” Suara Mina menggema dari meja kasir.

“Min, bisa enggak sih semenit saja enggak nyariin aku!” Teriak Lilac, gadis itu sudah sewot.

Gadis itu sudah memutar bola matanya. Ia seharian ini sudah sukses jadi pelayan yang sempurna kerja rodinya. Una bahkan jadi merasa kasihan melihat Lilac, maklum cafe mereka laris manis sedari tadi sore. Tetapi Mina mana pernah melihat hal itu, otak gadis itu benar – benar kapitalis dan imperialis.

Asal Mina tahu, Lilac baru bisa merenggangkan kakinya di kursi dapur cafe mereka, dan itu belum sampat semenit lamanya. Lilac pura – pura saja tak mendengar permintaan temannya itu. Gadis cantik itu sedang menunggu Una yang katanya sedang mencarikannya makan malam, tadi ia sudah menitip kepada Una untuk dibelikan seporsi Bakso urat milik pak Syupilami.

“LILAAKKKKKK...!!!! MANA GARPUNYAAA!!!” Teriak Mina lagi saat temannya itu tak kunjung juga datang membawa garpu yang baru.

“Majikanmu memanggil tuh Lak!” Sindir Yuta dari arah depan wastafel. Anak laki – laki itu sedang berusaha menggosok pantat panci yang gosong dengan susah payah. Yuta pasti sudah menggosongkan panci untuk kesekian kalinya lagi.

“Itu sepupumu, Yut!! Kamu saja yang kesana.” Ucap Lilac malas.

“Sorry ya Lak... Enggak ada yang namanya kompeni di keluargaku buat hari ini!” Yuta hari ini kayaknya sungguhan jadi mode senggol bacok. Ia masih belum terima jika dirinya dibaiat jadi buruh cuci piring oleh sepupunya itu.

“Lho kan memang darah kalian setengah kompeni! Yak apa sih?”

Lilac masih tidak mau mengerjakan apa yang disuruh oleh Mina. Gadis berambut panjang bergelombang itu sepertinya masih bersikeras untuk melanjutkan waktu istirahatnya. Lilac malah terus duduk di kursi putihnya, gadis itu lalu memandangi Yuta yang sekarang sedang mengambil air dari ember di bawah wastafel. Ia sudah akan berniat minum es susu strawberrynya.

“Kompeni ganteng, begitu ta maksudmu, Lak?” Jawaban dari Yuta barusan langsung membuat Lilac menyemburkan susu tersebut.

“Uhukkk... Dari mananya Yul Tuyul... Sedotan?” Kepala Yuta minta dipukul dengan piring plastik sepertinya.

“LILAAAAAKKKKKK.....”

Suara Mina membahana sekali lagi, sepertinya Mina sudah habis kesabarannya. Lilac langsung mengkerut punggungnya, mengapa jadi ia yang ketakutan seperti ini? Padahal disini ia yang menjadi babu! Lilac menggerutu pelan. Hidupnya tak nyaman, ia tak tenang. Nasibnya kenapa jadi berubah tak mujur meskipun satu kelompok dengan orang sepintar Mina sih?

Lilac mendengus dan Yuta malah tertawa keras. Si tuyul Yuta satu itu malah sudah membuat kode dengan leher dan pipi yang penuh dengan busa sabun. Apa yang mau anak laki – laki itu coba katakan kepadanya? Nasib mereka sama saja rupanya, di tangan Mina, makhluk sekeji Yutapun bisa ditaklukan. Anak laki – laki itu menyuruh Lilac untuk keluar dari stan sekarang juga, dan bisa ditebak ending drama melankolis ini akan jadi seperti apa?

.

.

.

.

.

.

Meninggalkan cafe donut milik Lilac dan teman – temannya sebentar, di halaman utama SMA Benediktus dengan lagu What Makes You Beautiful yang sudah menggema lipatan kali kerasnya. Lagu kenamaan dari Boy band One Direction itu sengaja diputarkan oleh panitia carnaval untuk semakin memperparah keramaian carnaval yang kabarnya menjadi tahun paling ramai semenjak empat tahun lalu itu.

Terlihat Una di suatu blok di carnaval itu sambil menenteng beberapa bungkusan makanan. Dua bungkus bakso urat untuk dirinya dan Lilac, satu bungkus mie ayam untuk Yuta sudah ia dapatkan, ia juga sudah mendapatkan salad buah. Siapa lagi kalau bukan untuk Mina, temannya yang menyandang juara kelas satu itu mana bisa makan berat di malam hari seperti sekarang.

“Lilac pasti sudah kelaparan sekarang...” Gumam Una sambil tertawa kecil. “Ahh, aku harus cepat sampai.”

“Una...” Panggil seseorang dari arah stan yang menjual lukisan dan barang seni lain.

Una, gadis itu berhenti dan menoleh. Ia dapat melihat seorang anak laki – laki yang memiliki bahu yang lebar. Remaja laki – laki itu menyapanya dengan senyumannya yang tenang. Una langsung dapat mengenalinya sebagai ketua kelas dari kelas dua belas IPA-2, Danial.

“Dan, kenapa bisa kamu disini?” Sapa Una yang memang pernah sekelas dengan anak laki – laki itu di kelas sepuluh.

“Ini stan-ku.” Jawab pemuda itu kalem.

Una bisa menebak jika ketua kelasnya dulu memiliki jiwa seni yang baik. Stan-nya jauh dari kesan betapa hiperaktifnya masa muda. Stannya bahkan lebih bersih dari pada stan anak laki – laki pada umumnya. Warna stannya coklat pucat dengan beberapa bunga kering yang terletak rapi di dalam vas bunga di pojokan. Di stan Danial, nampak hanya satu orang temannya saja yang berjaga di sebuah meja di pojok stan. Tidak ada pelanggan ataupun tamu yang berkunjung.

“Stanmu tenang ya?” Tanya Una sesuai pemikirannya.

“Yang benar malah sepi.” Danial lantas tersenyum. “Jualan lukisan di carnaval ternyata bukan ide yang bagus, Un. Tadi aku juga ditanyai hal yang sama juga oleh Calil.”

“Calil?” Tanya Una, seingatnya kemarin Mina juga menyebut nama itu.

“Hemm, nama paling penting di acara malam ini. Banyak sekali fansnya. Kamu mengenal Calil, Un?” Tanya Danial pada gadis itu. Una hanya menggeleng pelan, ia memang tak mengenal pemilik nama itu.

“Bukan mengenal baik, tetapi sedikit lebih baik sepertinya dari pada Lilac.” Jawab gadi berambut panjang itu. Una lalu tertawa kecil.

Gadis berambut panjang itu masih tersenyum sendiri. Ia mengingat, Lilac dengan polosnya menanyakan nama itu berulang kali kemarin kepada Mina dan Yuta, tetapi gadis itu tetap saja tidak paham siapa pemuda itu. Lilac selalu seperti anak kecil yang polos di mata Una.

“Lilac?” Tanya Danial, suaranya berubah menjadi antusias apabila menyebut nama tersebut. “Ia satu kelompok denganmu?”

“Tentu, stan kami di tengah stan – stan di blok K. Mau mampir ke stan kami, Dan?”

Sebagai wujud dari sifat tata krama, Una menawari pemuda itu untuk mampir ke stan mereka. Ia tak menyangka jika Danial akan langsung mengiyakan ajakannya. Pemuda itu langsung menyanggupinya. Una tadi hanya berniat beramah – tamah dengan teman lamanya saja awalnya.

“Sure. I will.”

Danial langsung masuk ke dalam stannya, mengobrol sebentar dengan rekannya yang berjaga. Anak laki – laki itu mengatakan jika ia akan keluar sebentar. Una baru menyadari jika temannya itu memakai kostum Clark Kent. Superman muda yang bertugas sebagai jurnalis itu nampak cocok sekali dengan postur tubuh Danial, lengkap dengan coat panjangnya. Danial memiliki bahu yang bidang.

“Than, aku pergi ke stan temanku dulu, kau tak apa – apa kan?” Tanya Danial.

“Hah? Nanti jika Mark dan Lisa mencarimu gimana?” Tanya temannya yang sepertinya memang memerlukan kehadiran Danial tersebut.

“Telpon saja, aku tak lama.” Jawab Danial kepada Nathan, temannya.

Tidak lama kemudian, Danial sudah mendatangi Una. Pemuda itu mengancingkan coat panjangnya. Blok tempat stan milik Danial berada di blok D, agak jauh bila dibandingkan dengan tempat stan Una berada. Untuk mencapai blok stannya, Una dan Danial harus melewati beberapa stan milik adik kelas mereka. Adik kelas mereka bahkan memiliki dua blok yang berurutan sama angkatannya, padahal kakak kelasnya harus berpencar nomor urut stannya.

Melihat isi stan para adik kelas Una, agak lucu sebenarnya melihatnya, bayangkan bahkan ada yang menjual ikan beserta mahkluk turunannya, anak kodok alias kecebongpun dijual. Tidak ada manusia normal yang akan membeli anak kecebong untuk dimasukkan kedalam aquarium. Di kepala Unapun, ia bisa membayangkan apa tanggapan Lilac terkait hal ini.

Kerabatnya Yuta, Un!

Ini bisa jadi kodok, Un!

Una sudah akan tersenyum, saat pertanyaan Danial yang bertanya kepadanya menyadarkannya. Pemuda itu menoleh ke arahnya.

“Dimana Lilac, Un? Aku tak melihat Lilac.”

“Hah!? Masak dia tak ada.” Jawab Una refleks. Gadis itu melihat wajah anak laki – laki disampingnya dengan lucu.

Mereka telah sampai di depan stan-nya ternyata, dimana yang terlihat malah Mina yang sudah pontang – panting meladeni semua pelanggan mereka dengan muka penuh keringat. Sementara Yuta, sepupu dari Mina itu malah sedang tertawa jahil di belakang meja kasir. Apa yang terjadi hingga semua tugas mereka jadi saling tukar seperti ini?

Menyadari kedatangan mereka berdua. Pemuda setengah Jepang itu melihatnya dengan kedua alis mata yang dinaik – turunkan. Yuta ingin memberikan kode kepada Una atas situasi yang sedang terjadi. Ada sesuatu yang sedang terjadi di stan kelompoknya rupanya. Sepertinya kapal Titanic benar – benar sudah terbalik. Una-pun melebarkan matanya tanda telah paham.

He wins.

.

.

.

.

.

.

Saat Mina sudah bermandi peluh karena terpaksa menggantikan pelayannya, si pelayan malah pergi melalang buana di jalanan Carnaval SMA Benediktus. Lilac Seanna Swan benar – benar terlihat sedang menikmati malam yang indah di carnaval sekolahnya. Gadis yang sedang berpakaian maid yang imut itu beberapa kali memfoto stan teman – temannya yang ia anggap lucu. Setelah gadis itu berhasil mendapatkan foto yang dia inginkan, Lilac tertawa kecil dengan gigi tupainya yang putih bersih. Gadis itu lupa sesuatu sepertinya.

Tadi saat masih di dalam stan kelompoknya, ia memang sudah akan datang untuk memenuhi panggilan dari bos tim kelompoknya malam ini, Mina. Namun saat ia sudah akan mengambil garpu baru untuk pelanggannya, si ajaib Yuta tiba – tiba memekik  sambil membawa ponsel yang menyala di tangan kanannya.

Pemuda setengah kompeni itu dengan hiperbolanya mengatakan jika penilaian stan di blok mereka akan dipercepat tidak lebih dari satu jam lagi. Yuta mengatakan jika ada penilaian rahasia tambahan. Penilaian yang katanya akan disaksikan langsung oleh kepala sekolah mereka.

“Min, stan kita bakal dipercepat penilaiannya!” Teriak Yuta

“APAA!!”

“Ada penilaian tambahan ternyata. Kau tahu penilaiannya, Min?”

“APAAAA!!”

Teriakan Mina saat itu sudah mampu membuat telinganya Lilac berdengung. Menurut Yuta, buruh cuci piring mereka, yang tahu akan hal itu hanya anak yang berada di blok stan terdepan, stan yang sudah dinilai oleh Calil. Itulah kenapa mereka mau menyelidikinya terlebih dahulu, namun sayangnya, yang tersisa di stan mereka hanya mereka bertiga, Yuta, Mina dan juga Lilac. Teraneh dari segala hal yang aneh adalah saat Yuta malah mendorong Lilac untuk jadi detektif dadakan dan keluar dari stan, yang ada Yuta malah menarik Mina dan memakaikan gadis itu celemek pelayan mereka.

“Biar si Lilak yang keluar, kau disini saja Min!” Ucap Yuta dengan sangat polos.

Setelah itu, kalian pasti tahu apa yang terjadi pada Mina bukan?

Yuta ini sebenarnya masuk kubunya siapa sih? Pertanyaan itu yang awalnya masuk di kepala seorang Lilac. Gadis itu masih mempertanyakan maksud terselubung dari Yuta tersebut. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Lilac akhirnya menerima saja keputusan Yuta tersebut. Toh, menjadi mata – mata enak juga.

“Ahh... Enak sekali!” Pekik Lilac yang tengah memakan sosis bakar sambil berdiri.

“Sayang ini terlalu mahal.” Keluh gadis itu pada adik kelasnya yang baru saja melayani pesanan keduanya. Lilac menerima sosis bakar keduanya, harumnya sudah semerbak wangi. Harum makanan yang ia suka.

“Kalau murah, namanya jadi sumbangan kak.” Ceplos adik kelasnya.

“Aku mau kau sumbang kayak gini yang banyak.” Lilac masih terus mengoceh. Perut gadis itu memang sudah keroncongan sedari tadi.

“Dimana – mana adik kelas yang seharusnya kakak traktir... Bukan kebalikannya.” Gadis muda itu tertawa melihat kebodohan kakak kelasnya itu. Jika seperti itu, mereka bukannya sedang mempraktikkan bisnis sejak remaja, namun berakhir menjadi anggota badan amal secepatnya.

“Ya, saat aku sudah jadi orang kaya oke....”

Adik kelas dari Lilac malah merengut mendengar perkataan kakak kelasnya yang tak pernah serius itu. Tanpa merasa bersalah, Lilac sudah meneruskan jalannya untuk segera sampai di blok A. Kira – kira dia harus melewati lima blok lagi. Gadis itu masih bergumam sambil mengunyah sosis bakarnya.

Sudah malam seperti sekarang, Carnaval di sekolahnya semakin ramai. Banyak anak yang ia tak kenal semakin datang ke sekolahnya. Sepertinya mereka adalah murid dari sekolah – sekolah tetangga. Selama ini mereka terkenal sebagai pengunjung setiap carnaval – carnaval sekolah. Beberapa kali Lilac berjalan berjinjit, gadis itu nampak sekali sedang menjauhi desakan dari pengunjung carnaval yang lain.

“Hati – hati, perhatikan langkahmu...”

“Maju sedikit, awas... Iya, maju sedikit...”

Empat orang anak laki – laki berpakaian hitam dan putih plus jubahnya, berjalan agak berjingkat karena mengangkat sebuah peti yang lumayan sangat besar. Mereka terlihat diburu waktu. Beberapa siswa yang menyadari kedatangan mereka langsung memberikannya jalan.

Namun tak semudah itu, karena jalan panitia tersebut tak semudah yang bisa dilihat, yakni menyebabkan si peti oleng kesana kemari. Karena tidak hati – hati, ujung petinya tidak sengaja menyenggol seorang gadis yang sedang memakai seragam maid itu.

“ARGHHHH.....”

Gadis yang sudah menepi di tepi selokan kecil untuk tadah air hujan itu terkesiap, jaraknya dengan selokan kecil itu tidak sampai satu langkah kecil, keseimbangannya hampir saja jatuh jika seandainya tidak ada tangan yang menarik pinggangnya segera.

“Hati – hati.” Ucap orang yang menariknya itu.

Gadis yang bernama Lilac itu mengedip dengan suruhan otak lemotnya. Ia hampir saja kehilangan cara bernafas. Gadis itu mengira bila dirinya sudah akan jatuh, sungguhan akan jatuh. Yang mana berakhir dengan dia yang masuk kedalam kubangan air selokan.

“Kamu tak pingsan kan?” Tanya orang itu lagi, saat gadis yang ia tolong hanya diam tak bersuara.

“Haduhh, aku kira aku akan tercebur... Haduh...” Pekik Lilac yang sepertinya bangun dari sifat loading lamanya. Anak perempuan itu sekarang mengoceh dengan hebohnya.

“Sepertinya kamu tidak apa – apa jika seperti ini?” Ucap orang yang menyelamatkan Lilac barusan.

“Waduh, untung enggak jatuh... Bisa – bisa dimakan Mina aku tuh...”

Lilac masih tak sadar dengan siapa yang berdiri di sampingnya, gadis itu semakin menggoyang – goyangkan rok maidnya. Lilac benar – benar tidak mau mendapat omelan dari Mina jika sampai terjadi kenapa – kenapa dengan seragam maid sok manis milik teman ambisiusnya satu itu.

“Ditanya apa, jawabnya apa! Benar – benar kamu itu.... Enggak Jelas!”

Mendengar itu, Lilac yang awalnya belum sadar sepenuhnya akan kehadiran orang selain dirinya, langsung mendongak. Ia benar – benar tak sendiri ternyata. Ada orang lain yang cukup familiar dengannya berdiri disana.

“Apa melihatku?” Katanya dengan begitu cueknya.

“Ka- kamu... Si adik kelas?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status