Share

Chapter 6 - Seperti Disambar Petir!

After an hour later

What happened to you? Mengapa kau sedikit – sedikit menengok kebelakang, Calil?” Ujar seorang anak laki – laki yang sedang memakai setelan hitam dan putih, sama seperti seragam yang digunakan oleh panitia lain, minus untuk orang yang berada di depannya mungkin. Orang itu memakai pakaian yang digunakan oleh karakter Shinichi Kudo.

I should wait for a moment.” Bisik pemuda yang dipanggil Calil tadi.

“Apa yang mau kau tunggu sebentar lagi?” Tanya si Penanya pada remaja tinggi putih itu.

Remaja laki – laki itu hanya diam saja, lantas berbalik, dan menatap dari balkon lantai dua gedung sekolahnya. Gerak matanya merujuk pada satu titik, akan tetapi ujung titik tersebut tak tergapai oleh jarak sejauh ini. Dia baru saja sadar jika gedung dimana ia berdiri sekarang berlainan arah dengan tempat anak itu, tempatnya.

Are you pretty fine?

There

Melihat keterkejutan gadis itu tadi, Calil tahu, gadis bermata bulat itu pastilah terkejut bukan main. Gadis itu selalu saja memanggilnya sebagai adik kelasnya. Ia kira setelah beberapa kali bertemu dirinya, dia akan sadar jika dirinya seangkatan dengannya, tetapi sampai beberapa kali pertemuan mereka, gadis itu tak kunjung sadar juga. Remaja laki – laki itu berfikir, apa seharusnya ia tadi sedikit lama untuk tinggal? Tetapi melihat posisinya di acara Carnaval ini, lelaki muda itu tahu jika ia tak bisa tinggal lebih lama. Dia juga tak bisa menyuruh Juna untuk kembali lagi.

Calil masih memperhatikan kerumunan di bawah, tempat Carnaval sekolahnya berada. Dia tak bisa menemukannya. Calil membuang nafas beratnya. Mungkin besok ia bisa menemuinya. Bukankah dirinya, punya kewajiban lain yang sangat mendesak. Kewajiban terkait tanggung jawab yang sedang ia tanggung sekarang, dan ia perlu menyelesaikan tugasnya. Oleh karena itu, saat ia berbalik menghadap pada temannya yang sedang melihatinya dengan pandangan bertanya, Calil hanya mengangguk mengiyakan.

“Carnaval kita berjalan lancar, Jun. Great work!” Puji remaja laki – laki itu.

“Ya tuhan! Aku kira kau mau ngomong apa!?” Teman dari Calil itu sedikit berseru kesal.

Juna, cowok itu bahkan sudah berkacak pinggang. Dia pasti mengira Calil, temannya akan berbicara sesuatu hal romansa misalnya, mengingat ia baru saja menemukan remaja dingin tersebut dengan seorang gadis, catat dengan seorang GA-DIS!!

Meskipun karena keremangan malam, Juna tak bisa tahu wajah dari gadis misterius itu. Tetap saja, mempergoki Calil duduk berduaan dengan seorang gadis adalah hal yang sangat fosil langkanya.

Nothing. Mana Id Card panitia-ku, dan berikan aku foto copy susunan acara satu lagi, Jun. Aku harus mengecheck persiapan anak Sie Acara.” Ucap Calil malah dengan sangat cepat.

“Ya! Kau tidak capek apa? Santailah sedikit!” Tegur Juna yang sudah hafal dengan sikap dari teman baiknya itu.

Dia tak berniat menemukan temannya itu untuk terus kerja rodi dalam kepanitiaan kali ini sebenarnya, ia malah berniat mengajak temannya itu untuk duduk – duduk sebentar di coffee cafe teman sekelas mereka awalnya. Sungguh, orang yang menjadi otak dalam persiapan Carnaval sekarang sangatlah perlu untuk beristirahat walau sebentar.

Tetapi yang dikhawatirkan malah sudah berjalan lebih dulu. Juna melihat Calil mengambil satu botol air mineral di dalam kardus air mineral untuk panitia. Temannya itu membukanya dan menenggaknya dalam beberapa kali tegukan. Dasar Calil, tak ada santai – santainya sama sekali.

Remaja berambut hitam pekat itu langsung memakai Id Card miliknya sendiri, beberapa anak rambutnya menjadi berantakan karena si empu tergesa – gesa memakai tali Id Card-nya. Menggapai satu salinan kertas susunan acara, membacanya secara kilat, Calil lalu menggulung kertas susunan acara tersebut hingga berbentuk seperti gulungan kertas panjang. Menepuknya sekali pada telapak tangan kirinya.

“Aku tak apa – apa, kita hanya punya waktu sebentar, Jun. Ayo!!”

“Aku jadi merasa punya putra yang workaholic, you know!” Gerutu Juna pada Calil.

-

-

-

-

-

Angin malam masih sama saja dinginnya, arusnya meniup helaian ujung daun bunga Lilac yang tengah kering. Daun yang sudah bewarna kecoklatan tersebut nampak terdiam dipegangi ujung tangkainya oleh seorang gadis.

Gadis itu adalah Lilac Seanna Angsa yang tengah duduk terdiam di bangku yang sama sejak sejam yang lalu, dan itu adalah daun yang beberapa saat yang lalu diberikan oleh seorang anak laki – laki yang memungutnya, saat daun tersebut terjatuh di pucuk kepalanya.

“CALIL!! I’ve been looking for you!”

Gaungan suara itu masih memenuhi indera rungu dari Lilac, gadis itu masih kesulitan dalam mencerna apa yang terjadi. Kini hanya tinggal ia seorang dan ia masih tak sanggup juga untuk melabuhkan satu katapun. Hemat kata, gadis bergigi tupai itu teramat terkejut menyaksikan hal yang baru saja terjadi.

Jadi anak laki – laki yang selama ini ia sangka sebagai adik kelasnya itu adalah Calil? Calil yang beberapa hari ini ia salah dalam menyebutkan namanya? Nama orang yang dikeluhkan Mina dan Yuta karena bakal sulit sekali untuk mendapatkan nilai dari anak itu? Orang yang ia harus mata-matai?

Calil....

Tidak ada satupun siswa lain di sekolahnya yang bernama sama seperti anak itu!

Lilac memegangi tulang rahangnya, tempat dimana giginya tiba – tiba terasa nyeri. Hanya melihat siapa anak yang menjemput adik kelas jadi – jadiannya itu, mengaitkan mengapa ia bisa berkeliaran di jam krusial seperti ini cukup membuat gadis bermata bulat itu menyimpulkan jika ia benar – benar telah bertemu dengan seorang Calil, Calil yang jadi juri Carnaval itu!!

“BODOHNYA AKUUUUUUUU!!!” Teriak Lilac ingin menjerit sekeras – kerasnya. Gadis itu sangat malu.

Malu sekali.

HAPPPP

“Hemmmmppp-“

Hitungan kata, gadis bernama Lilac itu malah jadi kesulitan untuk mengeluarkan satu katapun, gadis itu hanya bisa terus bergumam tak jelas. Ada orang yang baru saja menangkup mulutnya tiba – tiba.

“Sudah kehabisan obat ya rupanya?” Tutur seorang remaja laki - laki yang sudah berdiri di belakang Lilac dengan tangan yang membekap mulut sahabatnya itu.

“Hempppp—“

Lilac, gadis itu membola matanya, ini kenapa si Tuyul Yuta sudah seenak jidat datang tiba – tiba seperti ini. Pakai acara membekapnya lagi, awas saja jika ia belum cuci tangan! Lilac terus meronta, ia belum selesai keterkejutannya melihat anak bernama Calil itu, sekarang si Yuta pakai acara muncul di keremangan malam lagi. Apa Yuta beneran mau jadi Tuyul!

“Makanya jangan teriak – teriak enggak jelas Lak!”

“Yut, lepasin Lilac. Nanti kehabisan nafas Lilac-nya!” Tegur satu suara lagi, mendengar lembutnya suara tersebut, Lilac tahu jika itu suara Una.

Una temannya terlihat habis berlari, terlihat dari mimik muka gadis itu yang bermandi peluh. Yuta yang sepertinya lagi bad mood untuk memperkeruh suasana bersama Lilac seperti biasanya, langsung duduk begitu saja di samping Lilac yang sedang menarik nafas besar – besar. Gadis itu sudah seperti ikan mas yang baru saja di angkat dan dilempar ke darat. Mulutnya megap – megap seperti ikan bewarna jingga tersebut.

“Lak, kamu tak apa – apa?” Tanya Una perhatian pada sahabatnya.

“Dia mau membunuhku, Un!” Seru Lilac melempar tatapan kesal pada Yuta yang pura – pura tak mendengarnya.

“Apanya, aku tak membawa satupun golok Lak!” Ucap Yuta yang setan itu.

“Yuta....” Una langsung geleng – geleng kepala. Kedua anak ini, kapan rukunnya? “Ntar Mina semakin lama nunggu kita...”

“Lho, memangnya Mina ada dimana Un?”

“Dia sudah ada di Central Point Lac, sama Danial juga. Penilaian stannya kita sudah selesai. Sebentar lagi pengumumannya.” Ucap Una sambil membetulkan letak bando pita milik Lilac yang sedikit miring.

“Kok penilaiannya sudah selesai? Yang nilai kan tadi ada disi-“

Lilac hampir menyebutkan nama itu. Dia hampir saja mencetuskan nama Calil di kalimatnya.

Jika benar yang ia temui tadi adalah Calil. Lantas siapa yang jadi penilai untuk stan kelompoknya tadi. Bukankah jelas – jelas yang dikabarkan jadi penilai dan juri adalah Calil. Tetapi jika ia menanyakan hal tersebut kepada Yuta dan Una sekarang, pasti kedua temannya itu akan menaruh curiga padanya, apalagi Yuta. Tuyul satu itu pasti akan memberondonginya dengan lusinan pertanyaan yang membuatnya pusing hingga berkeliling pusingnya.

“Yang nilai kan tadi ada disi- Disi apa Lac?” Tanya Una mencoba meneruskan ucapan Lilac.

“Ahh bukan apa – apa. Jadi tadi siapa yang nilai?”

Tutup Lilac tak enak hati, ia tak terbiasa membohongi sahabat sebaik Una. Gadis itu langsung menyembunyikan daun keringnya di saku celemek putihnya. Di sampingnya Yuta sudah mencatat gerak gerik tak lazim gadis itu.

“Kau sih Lak, ngilang ya sampai sejaman... Ngapain aja sih disini?” Yuta sudah semakin kepo.

“Apa sih Yut, ya duduk. Terus Un, tadi yang nilai siapa?”

Lilac berlagak jadi sok acuh, padahal aslinya ia sudah berharap Yuta tidak memicingkan mata sampai setajam kucing seperti itu terus kepadanya. Lama kelamaan mata si Tuyul satu ini bakal ia tutup pakai perban.

“Pak Lucas langsung yang nilai entah kenapa. Sepertinya ada perubahan hingga anak yang bernama Calil tersebut yang tidak menilai stan di blok kita.” Jawab Una sambil mengecheck ponselnya.

“Ohh jadi pak Lucas ya yang nilai.” Lilac, gadis itu berdehem mengangguk.

Pantas ia bisa berjalan – jalan di jam segini

“Sudah, ayo ke Central Point yuk.....! Ntar mama Mina nyariin.” Ajak Una pada mereka berdua.

“Mama Mina, mamanya Lilak donk.... Hahaha.” Kelakar Yuta seenak jidatnya sebelum lengannya di krawuk oleh Lilac.

-

-

-

-

-

-

Mina terlihat duduk di samping Danial di kursi barisan depan, kursi mereka adalah barisan kursi paling dekat dengan stage. Tadi saat mereka melihat rombongan kedatangan dari Yuta, Una dan Lilac, kedua orang tersebut sudah melambaikan tangannya, terlebih Danial yang terlihat sangat antusias saat gadis berambut panjang bergelombang itu terlihat olehnya.

Tetapi karena yang berhak duduk di kursi depan hanya ketua kelompok, jadi Yuta mengajak kedua gadis yang menjadi kelompoknya itu untuk duduk di deretan kursi di empat baris ke belakang. Sudah ada anggota kelompok lain yang juga sudah duduk di sana, sementara yang lain, mungkin sedang dalam perjalanan ke Central Point yang memang terletak di tengah carnaval sekolah mereka. Ibaratnya Central Point adalah alun – alun kota dari keseluruhan Carnaval sekolah mereka.

“Itu kelompoknya Chacha bukan?” Tanya Una pada Yuta.

“Buka salon di acara Carnaval sekolah? Yang benar saja.” Sindir Yuta tak tanggung – tanggung.

“Huh, Chacha jadi buka salon?” Celetuk Lilac.

“Iyuhh....” Gumam Yuta agak malas – malasan.

Lilac tahu jika primadona sekolahnya itu memang ratunya kecantikan, namun untuk saat ini ia membetulkan apa yang dimaksud Yuta. Buka salon di acara Carnaval memang bukan sesuatu yang normal sebenarnya. Ya, mungkin saja Chacha sebenarnya tidak bisa digolongkan terlalu normal juga mengingat kebiasaan gadis itu yang apa – apa perlu diolesin make up.

“Sepertinya kelompok kita dapat nilai yang bagus, Lac...” Ujar Una memberi tahu Lilac yang sedang duduk di sampingnya.

“Benarkah?” Lilac ikut senang mendengarnya, ia sudah merasa bersalah kepada ketiga temannya. Mereka bertiga telah menggantikannya lama sejak ia bertemu dengan anak laki – laki bernama Calil tadi.

“Hem, Lihat saja Mina wajahnya langsung berseri sedari tadi, sedari pak Lucas datang.”

“Bukan berseri karena nilai Un, emang dasarnya Mina suka banget sama Pak Lucas. Coba saja Pak Lucas ngasih dia nilai D, pasti dia masih bisa senyam senyum enggak jelas.” Yuta semakin mencerocos, seakan ia adalah sepupu paling baik dari sepupunya.

“Kalau suka dengan seseorang bisa berseri – seri ya mukanya?” Gumam Lilac tanpa sengaja, selama ini ia belum pernah merasa menyukai seseorang. “Aku tak pernah tahu rasanya.”

“Haduh, capek ngomong sama anak kecil!” Gerutu Yuta, yang ternyata setelah ini semakin merasa aneh dengan temannya yang biasanya petakilan itu, kenapa bisa jadi terlalu polos seperti ini.

Tak terasa bangku dan kursi di kanan kiri Lilac sudah terpenuhi. Semuanya semakin bersorak saat MC acara sudah mulai memasuki stage. Kedua teman remaja itu duduk manis saat mereka tahu siapa yang menjadi MC-nya, siapa lagi kalau bukan Chris dan Hendry. Kedua orang itu adalah pelawak di kelasnya. Entah kenapa mereka malah ditunjuk sebagai MC acara seperti ini.

“YO YO..... BENEDIKTUS MANA SUARANYAAAA!!!”

“SUARANYAAA.... SEPI BANGET SIHHH...”

Kedua pelawak sekolah itu terus saja berbicara tak jelas, Yuta sudah mencebikkan bibirnya. Remaja blasteran Jepang – Indonesia itu kebetulan duduk di dekat stereo masalahnya, pantas saja beberapa kali ia mengusap telinganya. Suara microphone mereka besar sekali.

“PADAHAL KITA MAU PENGUMUMAN PEMENANG KOMPETISI WIRAUSAHA TAHUN INI LHO.... BENEDIKTUS MANA SUARANYAAAA.....”

“YEAAAAAAAAAAAAAAAAA.....”

“MANA SUARANYAAAAA.......????”

“YEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!”

“Hendry ini buta apa? Orang sebanyak ini dibilang sepi!” Dumel Yuta pada Una. Tetapi Una malah tertawa saja.

“Hush... Namanya juga MC, Yut...” Jawab gadis itu menenangkan Yuta.

“SIAP – SIAP GUYSSS.....!!!”

“NAHHH, KAMI BAKAL PANGGILKAN TIGA PEMILIK STAN TERATAS, SIAP – SIAP ENGGAK?” Suara MC bersahut – sahutan.

“PASTI NIH LAGI DEG DEG SEMUAA....” Kali ini Chris yang bersuara.

“SIAP CHRIS, KITA MULAI OKEE.... STAN KELOMPOKNYA RYAN XI IPA-1, CHACHA XII IPS-2.... INI KETUA KELOMPOKNYA MANA NIHHH.... MAJU DONKKKK.....!!!”

Hendry langsung mengumumkan jika Ryan dan Chacha masuk tiga besar. Kelompok adik kelas yang bernama Rachel sudah maju. Sedangkan Chacha yang punya nama enggak mau maju – maju. Gadis itu sibuk betulin bedak dan lipsticknya. Yaelah Chacha.....

“CHACHAAAAA..... KITA DISKUALIFIKASI LHO JIKA KELOMPOK KALIAN ENGGAK MAJU – MAJU....!!!”

“Sabar Chris.. Sabar....” Teriak Chacha dari bawah stage. Yang namanya primadona sekolah ya gini nih, enggak mau disalahin.

“Enggak salah ta itu kelompoknya Chacha yang masuk top three?”

Yuta semakin jatuh rahangnya. Remaja laki – laki itu sudah berdiri dari kursinya. Dia bahkan berusaha melihat lebih jelas. Belum paham sepenuhnya dengan pemikiran juri mereka, apa pak Lucas hobby pergi ke salon jangan – jangan. Masak gadis ketebelan bedak mirip Chacha bisa menang di kompetisi wirausaha seperti ini? Entah kalau acara beauty peagant! Iya kali kalau nyari yang sudah dipermak, mirip Chacha misalnya!

“Ya gimana lagi Yut, Skin Care lagi booming sekarang....” Jawab Una yang sudah ikut nyemangatin tim sebelah.

“Duh malesnya Un!” Sewot Yuta seakan tak setuju dengan tanggapan Una. “Jangan ikutan bela tim sebelah bisa enggak sih Un?”

“Setelah ini kelompoknya siapa ya?” Tanya Lilac yang sudah ikut antusias. “Semoga kelompoknya kita ya Un...”

Lilac mengikuti Yuta yang juga sudah berdiri dari kursinya. Beberapa anggota tim lain juga ikut melakukan hal yang sama. Bahkan adik – adik kelasnya Lilac yang tadi terlihat lelah mulai muncul kadar semangatnya. Mereka sudah mulai teriak – teriak memberi semangat kepada tim mereka masing – masing. Bagaimanapun juga ini adalah puncak dari acara Carnaval malam ini.

“MANA SUARANYAAAAA.....!!!”

“YEAAAAAAAAAAAAAA.......!!!” Sambung anak – anak penjuru SMA Benediktus.

Guru – guru yang mengajar di SMA Benediktus terlihat datang malam ini, ada yang bahkan membawa serta keluarganya pula, istri bahkan anaknya yang masih kecil. Lilac dapat melihat bu Mona berdiri di samping stage, Ibu guru yang mengajar matematika itu malam ini memakai setelan celana dan blazer warna cream.

Lilac dapat melihat jika ibu gurunya tersebut sedang mengobrol dengan seorang laki – laki muda yang Lilac tak kenal itu siapa. Sementara malam ini angin masih terasa dingin temperaturnya. Gadis itu menyampirkan jaketnya ke pinggangnya. Rok maid-nya lumayan pendek, hanya sampai beberapa senti di atas lutut. Gadis itu masih sibuk menalikan rok seragam maid-nya saat Hendry dan Chris mulai muncul lagi dengan suaranya yang cetar dan membahana.

“BENEDIKTUSSSS..... MANA SUARANYAAAA!!!!” Teriak Chris sudah sekeras Toa masjid.

“YEAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!”

“NAHH HEN.... KELOMPOK TERAKHIR NIHH.....!!!”

“HAYOO SAPAA.... BAKALAN KITA UMUMIN.... JRENG JRENG....” Gaya pelawak Hendry enggak habis – habis rupanya. “ATAU KITA TUNJUK SAJA SATU ORANG BUAT MANGGIL TIM TERBAIK TERAKHIR!!”

“Memangnya duo lawak itu bakal manggil siapa?” Tanya Yuta pada kedua temannya.

Una masih sibuk menjinjitkan kakinya, sementara Lilac masih sibuk menalikan ujung jaketnya yang terlepas lagi. Ia seharusnya tak banyak gerak.

“YOOOOOO.......”

“KEPADA KETUA UMUM OSIS KITA YANG BARU, TIME IS YOURSSSS!”

“CALILLL, MAJUUUU LILLL!!!” Suara Hendry terakhir tersebut, sanggup membuat Lilac mematung dari menalikan lengan jaketnya.

No,

No,

Bukan Ketua Umum Osis, Please!!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rin Rs
Up cpt thor crita ny bgs
goodnovel comment avatar
Ivhaa Syiva
ceritanya seru kapan update terbaru?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status