“Ryn, bagaimana kalau kita menikah?”
Bukan kalimat yang membuat Aku tersenyum, tapi cara Drey mengucapkan kalimat itu. Pipinya berubah menjadi merah tomat karena malu. Matanya menyipit bulan dan sayu serta berkedip malu-malu. Drey juga menghampiriku, meremas tanganku. Lucunya, Drey tidak berani menatap mata sabitku.
Sangat lucu dan menggemaskan. Drey, lelaki penuh kejutan bagiku. Bagaimana tidak? Permintaan tadi sangat mengherankan dan mengejutkan bagiku. “Kamu bicara apa, Drey?” Mataku menyipit, heran. “Menikah?”
Drey mengangguk. “Kamu tidak mau menikah denganku?” Raut wajah Drey terlihat kecewa.
Apa mungkin, perkataanku tadi adalah penolakan secara halus menurut Drey?
Aku belum menjawab pertanyaan Drey, tetapi Drey berkata lagi, “Aku hanya ingin seperti orang lain, Auryn ....” Suara Drey memelan diakhir kalimat.
Aku mengeryit kening, apa maksudnya dari kalimat, seperti orang lain? Ditengah kebingungan, aku membenarkan posisi duduk, menyamping ke arah Drey. “Maksudnya?” tanyaku sama sekali tidak mengerti.
Drey memberanikan menatapku ketika aku memajukan wajahku, jarak kita hanya beberapa senti. “Umm ... Aku iri dengan orang yang menikah di usia muda, dan aku ingin menikah denganmu secepatnya, jawab Drey dengan malu-malu.
Astaga, dia bertambah imut ketika melontarkan kalimat itu dari bibir tipisnya. Aku semakin gemas, sumpah! Sesekali, saat bibirnya terbuka terlihat jelas Drey gemetaran. Tangannya juga terasa dingin.
Aku berpikir, belum waktunya untuk menikah, karena aku belum siap menjadi seorang Ibu dan seorang istri.
“Kamu mau menikah denganku?”
Ternyata Drey grogi. Drey menunggu jawaban dariku, dia menggigit bibir bawahnya dengan gelisah.
Aku mengangguk.
Drey mengerjab dan mencium tanganku, dia bahagia dan senang melihat aku mengangguk sebagai jawaban. “Baiklah, Ryn! Aku akan menikahimu secepat mungkin!” seru Drey.
“Kenapa harus cepat menikah?” Aku bertanya seperti itu sebenarnya hanya menggoda saja. Habisnya Drey lucu ketika sedang malu-malu. Terlalu lucu hingga aku tidak bisa menahan tawaku.
Drey gelagapan dengan pertanyaanku. “Kenapa kamu tertawa?” Drey menjadi cemberut ketika aku tertawa.
“Sorry ... Drey,” sahutku kelepasan tertawa. Aku menutup mulutku dan berusaha meredakan tawa." Kenapa kita harus menikah dengan cepat, Drey? Aku masih kuliah dan belum wisuda."
Drey mengulumkan senyuman, ada maksud lain dalam senyuman itu. Tidak gelagapan seperti tadi. “Aku sayang kamu. Aku suka kamu, Ryn. Aku tidak ingin orang lain memilikimu selain aku,” jawab Drey terdengar imut di telingaku. Dia menggosok-gosok rambut hingga berantakan.
Astaga lucunya!
"Jadi, kamu akan menikahiku?"
Drey menganguk semangat, ekspresi wajah meyakinkan. "Pasti, Ryn. Aku berjanji akan menikahimu."
Itu kejadian tiga bulan lalu. Aku dan Drey sudah lama menjalin hubungan. Saat itu, perkataan Drey mengejutkan, sangat mengejutkan bagiku. Dia mengajakku untuk menikah. Tetapi, aku hanya mengangguk saja sebagai jawaban. Aku tidak tahu, apakah Drey akan menepati janjinya untuk menikah denganku atau tidak.
Drey membuat hari-hariku menjadi cerah ceria. Dia selalu membelikan benda-benda kecil yang membuat aku terus tersenyum. Drey pernah membeli kepompong, hewan mainan anak kecil! Lalu kita berdua berlomba dengan kecepatan kepompong mungil itu di lantai. Seru banget! Cuman, kepompong mungil itu tewas akibat terinjak sepatu Viola yang berjalan tidak pakai mata.
Buat, Drey. Terima kasih telah menjadi lelaki yang selalu membuat aku tersenyum setiap hari.
Drey telah berjanji tidak akan membuatku menangis kembali, terakhir kali Drey melihat aku menangis dengan tangisan terharu. Aku memeluk sangat erat tubuh Mamaku. Ketika ulang tahun ke 22, Drey datang terlambat ke pesta ulang tahunku. Aku pikir dia tidak akan menepati janji dan tidak datang ke pesta ulang tahunku.
Tetapi, Drey datang ke pesta ulang tahun dan membawakan sebuah kejutan, spanduk besar bertuliskan, 'SELAMAT ULANG TAHUN, SAYANG. AYO KITA MENIKAH!'
Dibantu oleh teman-teman Drey, membentangkan spanduk itu dan diletakkan pagar rumahku. Drey menghampiriku dengan cengar-cengir.
Para wanita yang menghadiri undangan menjerit. Jeritan mereka bertambah keras saat Drey memelukku dengan erat. Drey membisikan sesuatu, "Selamat ulang tahun, sayang."
Aku menangis haru dipeluknya. Aku tidak tahu harus berkata apa kepada Drey, saking terharu dengan kejutan spanduk besar bertulis ucapan selamat ulang tahun dan mengajakku menikah untuk kedua kalinya.
Drey, terima kasih telah hadir dalam hidupku dan memberi warna.
Namaku Auryn Chistina. 22 tahun.Hari ini adalah hari paling bahagia. Aku akan menikah. Hari pernikahanku menjadi kenangan sangat manis dalam hidupku. Menikah dengan seseorang yang aku cintai, dia kekasihku. Kami sudah menjalin hubungan selama lima tahun dan sekarang kami menikah.Drey Vincent. Ya, namanya Drey. Dia akan menikahiku dan menjadi kekasih hati. Kekasih hati? Aku berharap menjadi kekasih hati Drey hingga seumur hidup dan maut memisahkan.Kini pernikahanku akan berlangsung dengan meriah. Kakakku, Anna Daisy namanya. Dia kakak kandungku, dia baru pulang dari Inggris, karena dia kuliah di Inggris. Dia menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke Jakarta di Indonesia untuk menghadiri pernikahanku.Aku tahu, Anna sangat baik kepadaku dan menyayangiku. Anna dan aku berbeda, Anna sangat pintar, sedangkan aku? Haha, aku tidak sepintar dia.“Wah ... Aku tidak meny
Aku membasuh muka di wastafel kamar mandi. Hari ini lelah sekali, memakai dres seberat itu dan mahkota di kepala, rasanya hari ini pusing.Aku menatap pantulan wajahku di cermin, semuamake upsudah terhapus dan hilang hingga menyisahkan wajah asli tanpa memakai make up. Sebenarnya aku tidak menyukai make up, karena sejak dulu aku selalu berpenampilan apa adanya. Setiap pergi ke kampus, hanya memakai bedak dan lip balm bibir agar tidak pucat serta tidak mengelupas.Wajahku memancarkan aura kebahagiaan tergantikan dengan wajah gelisah sejak aku memperkenalkan Anna dengan Drey. Aku bertanya-tanya. Ada apa dengan mereka?Apakah Drey dan Anna saling mengenal? Aku rasa tidak, karena Anna kuliah di Inggris dan baru kembali ke rumah. Okay, sebaiknya aku jangan berpikir negatif!
Satu minggu setelah hari pernikahanku.Aku kuliah kembali, karena aku masih kuliah. Drey, dia seorang dosen di kampusku. Seharusnya Drey mengambil cuti setelah kita menikah, tetapi dia tetap mengajar mahasiswa di kampus.Aku kecewa. Drey benar-benar berubah. Dia jarang meluangkan waktu untukku. Aku seperti diabaikan begitu saja. Cuti mengajar satu minggu, apakah Drey tidak bisa? Semua orang, ketika baru menikah, mereka pasti libur bekerja. Walaupun hari Ini Drey libur mengajar, aku rasa bukan waktu yang tepat.Aku mengecutkan bibir kesal. Baru pulang dari kampus, tiba-tiba Mamaku berkata; katanya semua barang-barang milikmu sudah dipindahkan ke rumah baru milik Drey. Apa rumah baru? Jujur, aku benar-benar terkejut.Sejak kapan Drey memiliki rumah? Dan Drey telah menyiapkan rumah untuk kita? Rumah yang katanya sudah milik Drey.“Sekarang Drey sudah pergi ke rumah baru," kata Mamaku. "Hm ... kira
"Brengsek kalian!"Akukeluar dari kamar dan dengan sengaja membanting pintu dengan keras. Drey dan Anna tersentak kaget. Mereka berpikir, mungkin aku akan semarah ini kepada mereka. Sejujurnya pikiranku kacau dan hatiku remuk berkeping-keping.Aku tidak tahu bagaimana cara meluapkan emosi. Apakah aku harus menampar pipi Drey dan menjambak rambut Anna? Aku tidak segila itu. Aku masih bisa mengontrol emosiku, tetapi rasanya sakit.Ya Tuhan, sesakit inikah aku melihat Drey dan Anna berciuman mesra di depan mataku sendiri?! Sesakit inikah ketika suamiku mencintai wanita lain, lebih sakit wanita yang dicintai Drey adalah kakak kandungku.Kenapa? Kenapa ini semua terjadi begitu saja. Kenapa setelah pernikahanku dengan Drey tidak berjalan mulus, semulus pantat bayi?Semua sudah jelas, aku tidak mungkin salah meliat. Semua nyata terjadi. Tapi aku tidak menyangka jika Kak Anna berciuman dengan Dre
Jam 6 pagi aku terbangun, tanganku meraba ke badan di sampingku. Aku merasa Drey sudah bangun dari tidurnya, dugaanku benar. Aku mengeryit dahi ketika tidak ada Drey, hanya ada satu lembar kertas putih bertulis pesan entah apa.Aku mulai membaca kertas itu, mataku menyipit khas orang bangun tidur. "Maaf, Ryn. Aku berangkat ke kampus sangat pagi. Ada sesuatu yang membuatku harus berangkat pagi. Anna memintaku untuk bertemu di kampus. Aku hanya membantu Anna karena dia sekarang menjadi dosen baru."Sepagi ini Drey berangkat ke kampus hanya untuk membantu Anna?Aku merobek-robek kertas itu menjadi kepingan kertas yang tidak terbentuk. "Huh." Aku menghela napas kasar dengan bibir cemberut.Anna lagi dan L A G I.Kenapa, sih! Drey sekarang berubah, lebih mementingkan Anna daripada aku. Haruskah aku mencoba untuk lebih sabar lagi?Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi, aku masih memikirkan Drey dengan Anna. Drey semakin menjauh dari
Aku melamun, menompangkan daguku. Aku sadar sejak tadi sahabatku, Viola dan Jessica memandang punggungku dari jauh dengan ekspresi penuh curiga.Bagaimana tidak curiga? Yang biasanya di kampus selalu bersikap calm down tiba-tiba aku berubah menjadi Auryn suka melamun dan sering diam di kelas. Satu kelas saja menyadari perubahanku, mereka selalu bertanya kepadaku."Ada apa?""Apa kamu baik-baik saja?""Kamu punya masalah?""Ayo katakanlah, jangan dipendam sendiri, Ryn."Aku menjawab hanya gelengan kepala dan senyuman palsu dari bibir pucatku. Aku dulu ramah senyum, sekarang menjadi cuek dengan orang sekitar. Aku kemarin sengaja bolos mata kuliah, moodku buruk!Viola mendengar kabar dari mahasiswa lain, bahwa aku datang ke ruangan dosen Drey tapi setelah itu wajahku tampak sendu berjalan keluar kampus. Viola Dan Jessica tahu, hubunganku dengan Drey sangat dekat hingga menikah, tapi siapa sangka semua berubah semenjak menikah.
[ Author POV ]Selesai memberi materi kepada mahasiswa. Drey kembali ke ruangannya dan duduk di kursi, merebahkan badannya untuk mengambil waktu istirahat. Perut kosong karena sejak tadi pagi belum mengisi perutnya. Rasanya tidak napsu untuk sarapan. Sekarang cacing di perut mulai berdemo. Jadi, Drey tidak perlu menunggu perut sakit baru makan. Rasa lelah dan lapar, dia hempasan jauh dari perasaan bayang-bayang Anna mulai mengusik pikirannya. Drey akui, dia masih memikirkan wanita itu. Wanita yang menjadi cinta pertamanya dan dulu berjanji akan menikah.Anna memilih menempuh pendidikannya di Inggris dan terpaksa meninggalkan Drey, sementara Drey kuliah di Jakarta.Beribu pertanyaan membentuk gundukan piramid yang tidak berujung. Hingga sebuah pertanyaan, kenapa memilih menikah dengan Auryn bukan Anna? Setiap kali Drey melihat Auryn, dia teringat dengan seseorang, namun Drey sudah berusaha melupakan Anna. Tetapi cintanya bersemi kembali kala ke
Aku merasa Drey tidak akan mengakhiri pernikahan kita, pernikahan baru berjalan satu minggu. Tidak mungkin Drey meminta cerai secepatnya. Sementara Drey dan Aku tidak ingin menyakiti ibuku dan ibunya. Bila kita berpisah, bukan hanya aku yang tersakiti, namun Ibu Drey.Ngomong-ngomong, umurku masih 20 tahun, sedangkan Drey 25 tahun. Drey lebih tua dariku. Sekarang, aku kuliah jurusan psikologi dan Drey menjadi dosen departemen ekonomi.“Drey ..." panggilku. "Kamu sudah pulang?” Mataku sudah berkaca-kaca melihat Drey pulang ke rumah.Aku menyambut kedatangan Drey yang baru saja masuk ke kamar dan meletakan tas punggung. Wajahnya terasa lelah dan letih itu menoleh ke arahku.Dheg. Aku tercengang melihat sorot mata Drey. Tatapannya sangat berbeda dan lebih dingin. Aku terpaksa menarik sudut bibir membentuk senyuman.