Share

Episode 3-Perasaan Tak Sampai

Ketika hendak melakukan absen pulang menggunakan id-cardnya, gerakan Ratih menjadi terhenti karena segerombolan orang yang menabrak dirinya. Awalnya ia ingin marah dan meneriaki mereka, tetapi sosok Suga justru ada di antara gerombolan itu. Tak ada yang bisa Ratih lakukan kecuali mendengkus kesal diam-diam. Bukan tidak berani, tetapi tidak mau mempermalukan dirinya sendiri.

“Ck, sialaaan ...!“ ucap Ratih dengan geram.

Tiba-tiba Suga menghentikan langkahnya, sementara enam orang yang mengawal dirinya tetap melanjutkan langkah. Enam orang tersebut merupakan beberapa dewan petinggi sekaligus pemegang saham lain di bawah naungan perusahaan Daichi Lesmana.

“A-apaan dia?" gumam Ratih dengan heran, sedangkan matanya saat ini tengah mengamati sosok Sugantara.

Beberapa detik kemudian, Suga menengok ke kanan maupun ke kiri dengan gaya elegan. Setelah memastikan sesuatu yang Ratih sendiri tidak tahu, pria itu lantas berbalik setengah lingkar. Suga melirik Ratih dengan tatapan mata yang tajam, ia sengaja menurunkan kacamata tebalnya agar mata elangnya lebih menusuk relung hati milik Ratih Kembang.

“Haaah ...? A-apaan dia?" Ratih semakin merasa bingung. Kendati begitu, tatapan Suga berhasil membuatnya tercengang.

Melalui gerakan bibirnya yang tanpa suara, Suga bergumam pada Ratih. “Bodoh ...!" Setelah itu ia mengacungkan jari tengah pada wanita cantik itu.

Kedua mata Ratih reflek terbuka lebar dengan rahangnya yang sudah menganga. Ia benar-benar tidak percaya ketika Sugantara bersikap sedemikian rupa.

“Woooeeee!" seru Ratih.

Akibat lantangnya seruan itu, beberapa karyawan lantas memperhatikan Ratih dengan tatapan aneh. Tentu, hal itu membuat Ratih menunduk malu. Ia salah tingkah detik itu juga. Dari tempat yang masih sama, Suga justru tersenyum dengan sinis. Tak lama setelah itu, Suga melanjutkan langkahnya lagi. Ia meninggalkan Ratih yang sudah dalam keadaan malu luar biasa.

“Ah ... shiiit!" umpat Ratih, kesal. Ia menghela napas panjang, kemudian berdeham. “Fyuuh ... elegan, Ratih, elegan! Jangan kalah sama si Culun, ingat kamu sudah memegang satu rahasia dia! Ehemm!"

Sesaat setelah melakukan scan id-card untuk pulang, Ratih mulai melajukan kakinya dengan sikap lebih tegak. Ia sudah nyaris seperti seorang model yang berjalan di atas catwalk. Beberapa karyawan lain yang sempat memperhatikan Ratih hanya bergidik sembari menatap sinis wanita itu.

Sepanjang perjalanannya, Ratih masih terus mengumpat pada sosok Suga dalam ingatan buruknya. Benar kata orang, berurusan dengan orang kaya bukanlah sesuatu yang bagus. Setelah lima tahun berselang, hari ini mungkin adalah akhir dari masa kedamainnya untuk bekerja di perusahaan Daichi Elektronik.

“Hei, si Kembang!"

Seseorang berseru pada Ratih ketika Ratih sudah sampai di luar gerbang dari gedung elit tersebut.

“Gatra?" Ratih tersenyum manis, kemudian menghampiri pria yang bernama Gatra Ganendra itu.

Sebuah mobil berwarna putih terpampang di samping Gatra. Ya, mobil tersebut merupakan miliknya. Jabatannya di perusahaan lain hampir sejajar dengan jabatan yang dimiliki oleh Ratih di perusahaan Daichi. Namun Gatra lebih beruntung sekaligus pintar dalam mengolah keuangan, tidak seperti Ratih yang begitu boros, belum lagi harus mengurus tuntutan hidup sang bibi yang ketus. Ratih tidak memiliki apa pun selain sebuah rumah dan peralatan untuk kebutuhan sehari-hari.

Ratih melipat kedua tangannya ke depan dengan gaya angkuh. “Tumben kamu menjemput aku?" tanyanya pada Gatra.

Gatra menggaruk lehernya salah tingkah. “Si-siapa yang menjemputmu? Enggak ada! Aku kan hanya kebetulan lewat saja kok," jawabnya mencari alasan.

Ratih mendesis dengan mata memicing curiga. Sudah bertahun-tahun, tetapi tidak berani menyatakan cinta, pikir wanita itu terhadap sosok Gatra. Meski juga menyukai pria itu, tak lantas membuat Ratih maju lebih dulu untuk mengajak berpacaran. Terlebih, ketika Ratih merupakan tipikal wanita berharga diri tinggi, menyatakan cinta pada seorang pria merupakan sebuah kemustahilan untuk ia lakukan.

“Ah!" Gatra mengibaskan tangannya di depan wajah Ratih. “Ayo, ikut enggak? Kalau enggak mau, aku bakal jemput cewek lain saja nih!"

Ratih mencibir. Sembari menuju kabin mobil bagian penumpang, ia bertanya, “Sejak kapan ada cewek yang mau sama kamu, Gat?"

“Banyak, Tih, Cuma mereka bukan tipeku saja," tandas Gatra sembari memasuki mobilnya.

“Alah, ... sok ganteng banget sih, Gat! Sampai sekarang pun buktinya kamu masih jomblo tuh!"

“Ye, enggak percaya. Aku cuma enggak mau sombong, dan lagi ... kalau aku sudah punya cewek, memangnya kamu mau sama siapa?"

“Temanku banyak, kenapa aku harus bergantung sama kejombloanmu, Gatra?"

“Nurma? Dia ada cowok juga tuh!"

“A-aku juga ada kok."

“Masa?"

“I-iya, ca-calon sih."

“Ck, ngibulnya kelihatan banget, Tih. Tampang kayak preman mana laku, paling yang mau cuma a....“

Ratih tercengang. “A ...?"

Gatra menelan saliva. Hampir saja ia keceplosan mengatakan perasaannya dengan situasi tidak indah seperti itu. "A ... an ... an-an ... jing!"

Ratih reflek mengumpat. “Halah, Sialan!"

“Hei! Preman kampung!" Mendengar umpatan itu, Gatra lantas mengusap wajah Ratih dengan sedikit kasar.

“Apaan sih?! Enggak jelas banget! Sudahlah, setir mobilnya."

“Iya, iya."

Cuma ngomong ‘aku' saja enggak becus! Sialannya, malah dipelesetin ke binatang! Awas saja kalau aku sudah menjadi milik orang lain. Bakal menyesel kamu, Gatra! Batin Ratih lalu mendengkus kesal.

Tanpa pikir panjang lagi, Gatra segera melajukan mobilnya. Kebisuan tercipta, kecanggungan pun turut menerpa kebersamaan kedua sejoli itu. Deru mobil sudah seperti musik pengantar sekaligus kawan melawan penat.

Gatra dan Ratih selalu bersama dalam waktu empat tahun. Bukan artian saudara atau hubungan khusus di antara mereka, melainkan bertetangga di komplek perumahan yang sama. Satu tahun di perkenalan awal, mereka hanya sebatas teman. Namun tiga tahun terakhir batasan itu berangsur rusak ketika muncul rasa saling menyukai. Sayangnya tak ada yang tersampaikan hingga saat ini. Keduanya sama-sama memendam perasaan yang sudah mereka sadari dengan jelas.

“Bukan hanya dia yang bertampang bodoh, kekasihnya pun sama saja. Ya, satu tipe memang perlu disatukan," gumam Suga dari sisi lain dari gerbang gedung perusahaannya tersebut. Kedua mata tajamnya masih mengamati laju mobil yang Ratih dan Gatra tumpangi.

Setelah mobil itu menghilang dari pandangan matanya, Suga berangsur menghela napas. Dengan sikap santainya, ia pun bergegas. Ke area parkir mobil merupakan rencana tunggalnya saat ini.

Sementara benak Suga masih saja terbayang pertengkarannya dengan Ratih tadi siang. Meski bersikap tenang, ia tetap khawatir jika wanita itu membuat gosip di antara banyak orang. Suga tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Jika gosip mengenai wajah aslinya merambat, bukan mustahil identitas gelapnya juga bisa diketahuiolej banyak orang. fatalnya, ia akan dikecam oleh Daichi Lesmana, dan kedua adiknya bisa berada dalam bahaya.

“Ratih Kembang ... aku harus mengawasinya selama dua puluh empat jam," gumam Suga sembari meluruskan pandangan ke depan. Sesampainya di area parkir pribadi sekaligus sudah masuk ke dalam mobilnya, ia berangsur melepas kacamata dan menyibak rambut poninya. “Jika perlu aku bisa menyiksamu untuk menutup mulutmu selamanya," lanjutnya sembari tersenyum sinis.

Sesampainya di area parkir pribadi di basemen gedung perusahaan, Suga berangsur melepas kacamata dan menyibak rambut poninya. Suga bergerak membuka pintu mobil yang memiliki merek salah satu terbaik di dunia. Dengan kegagahan tanpa kacamata, ia masuk ke dalam mobilnya itu. Kharismanya tentu sangat luar biasa, kendati saat ini ia hanya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru gelap.

“Ratih Kembang ... aku harus mengawasinya selama dua puluh empat jam," gumam Suga sembari meluruskan pandangan ke depan. “Jika perlu, aku akan menyiksamu untuk menutup mulutmu selamanya," lanjutnya sembari tersenyum sinis.

Sembari melajukan mobilnya, Suga menekan tombol-tombol ponselnya yang telah menempel di dashboard mobil. Ia melakukan panggilan pada salah satu anak buahnya dengan nomor yang bahkan tidak ia ketahui milik siapa.

“Siap, Bos," jawab seseorang dari kejauhan sana.

“Ini siapa?" tanya Suga.

“Nomor 245, Bos, ada yang bisa saya kerjakan?"

“Mm ... cari info seputar Ratih Kembang Gayatri general manager dari perusahaan Daichi Electronik. Dengan nomor id 50075061, tinggi badan sekitar 161 centimeter, berat badan nggak lebih dari 50 kilogram wajahnya ... lumayan, ya, lumayan."

“Wuah! Bos Dewa benar-benar jenius."

“Cari tempat tinggalnya, anggota keluarganya, temannya, bahkan kekasihnya."

“Ta-tapi bukankah perusahaan itu milik Bos Dewa sendiri. Kenapa?"

“Mau kupotong lidahmu? Jika enggak mau, tak usah banyak tanya."

“Ti-tidak, Bos."

“Lakukan apa yang aku suruh, jangan banyak bertanya dan cepat kabari diriku. Jangan buat masalah yang enggak berguna!"

“Ba-baik, Bos!"

Suga lantas menutup panggilan tersebut. Matanya kembali berfokus pada jalan, bahkan ia menambah laju kecepatan kendaraannya. Ia sudah bertekad untuk memberikan hukuman pada Ratih yang sudah tidak sopan sekaligus sampai mengetahui wajahnya tanpa kacamata tebal.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status