Di hadapan Suga, Ratih berdiri terpaku. Ada rasa bimbang di hatinya untuk memulai pembicaraan, setelah sebelumnya sempat mendengar sedikit percakapan pria itu dengan dengan sang adik. Namun, di sisi lain, ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya sebagai seorang sekretaris yang perlu mengurus atasannya itu.
Dengan gerak ragu, Ratih mendekati Sugantara yang sejak tadi sibuk menghela napas berkali-kali dan duduk di sofa tanpa beranjak. Kemudian, lebih dekat dengan pria itu, Ratih berdeham. “Tinggal 30 menit lagi, Pak,” ucapnya.
Suga berangsur menatapnya. Tajam dan seolah menusuk dada Ratih. “Ya," jawabnya singkat, serta terkesan malas.
“Mohon segera bersiap, karena setelah ini ada rap—”
“Aku tahu, jangan cerewet!” sahut Suga keras dan tegas.
Ratih mendengkus kesal. “Kalau tahu, ya jangan duduk terus dong!” Ia membungkam bibirnya dengan segera. “Ups, maaf, Pak,” lanjutnya tanpa rasa bersalah.
Suga mengembuskan napasnya dengan kasar. Namu
Saat hari mulai cerah membuat hawa panas kian terasa. Suasana yang menandakan jika pertengahan waktu sudah berangsur tiba. Meeting yang dilaksanakan sudah diakhiri. Para peserta keluar dari ruangan khusus itu, tanpa terkecuali Sugantara dan Ratih Kembang. Keduanya berjalan saling beriringan. Si buruk rupa dan si cantik jelita memiliki satu tujuan yang sama, yakni hendak masuk ke dalam ruang kerja CEO. Banyak orang yang melihat mereka sembari berbisik-bisik satu sama lain. Terdengar pula kata bully yang merujuk pada penampilan Suga yang tidak rapi dan juga geeky. Namun, karena memang memiliki sifat dingin dan masa bodoh, Suga tidak pernah peduli penilaian orang lain terhadap dirinya. Ia tetap berjalan lurus, seolah tidak pernah melihat siapa pun di sana kecuali dirinya sendiri.Hal itu sedikit membuat Ratih merasa prihatin. Bahkan ia mulai membenarkan ucapan Nurma, Suga sungguh bikin iba. Memiliki seorang atasan yang kerap dihina-hina sukses menumbuhkan rasa simpati di hati Ratih Kemba
Bayangan wajah Rinjani justru muncul di pikiran Sugantara ketika matanya sedang terpejam. Ia menghela napas, saat mengingat permintaan adik angkatnya itu. Suga membenarkan upaya Rinjani dalam mendapatkan hatinya, dengan dalih bahwasanya wanita itu yang bisa menjaga rahasianya, termasuk mencintainya dengan tulus. Namun di sisi lain, Suga tetap tidak ingin jika Rinjani hidup bersamanya yang sudah menjadi monster kejam. Rinjani harus hidup normal dan bahagia, seperti apa yang dipilih oleh Reindra Lesmana Dewa—adik angkat laki-laki Suga—yang saat ini sudah bekerja sebagai seorang pengacara andal pada salah satu firma hukum. Suga ingat betapa keras usahanya untuk membebaskan Reindra dari jerat paksa seorang Daichi Lesmana. Dan ia tidak keberatan jika ia harus melakukannya lagi demi bisa membebaskan Rinjani.Dan pada akhirnya, Reindra bisa berhasil dalam mendapatkan cita-citanya sendiri. Lalu, dengan kkeberhasilan Reindra, bukankah Rinjani pun memiliki kesempatan untuk mencapai apa pun yan
Hujan turun lagi di sore ini, membuat Ratih benar-benar merasa gusar dan risih. Ia lupa membawa payung dan tak punya kendaraan pribadi, sementara Suga masih berada di dalam gedung kantor itu dan memintanya pulang duluan. Namun sayang, waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat justru tebuang sia-sia karena cuaca. Ratih terpaksa singgah di sebuah kafe terdekat. Ia berencana menunggu hujan reda sembari menyesap segelas kopi hangat. Di salah satu meja yang berada di teras kafe itu, Ratih tengah duduk. Pesanan yang ia inginkan pun telah disajikan oleh salah seorang pelayan. Wanita itu tampak termenung, matanya menatap ke luar menikmati indahnya rinai air yang turun dari langit dan jatuh ke bumi. Aroma hujan yang menguar menimbulkan sensasi sangat segar, tetapi tetap saja keadaan itu menimbulkan kesulitan tersendiri bagi Ratih Kembang. Seandainya ia memiliki mobil, atau setidaknya sepeda motor, mungkin ia bisa bergegas pulang. Hanya saja, kenyataan kerap kali berbanding terbalik
Ratih hanya sedikit tidak mengerti tentang hubungannya dengan Sugantara. Yang mana pria itu secara perlahan mulai membuka hati, merelakan seulas senyum manis di bibir dan disaksikan oleh Ratih, dan juga pegangan tangan sore tadi. Sebelum akhirnya, malam ini keduanya berada di mobil yang sama tanpa orang lain.Dalam balutan kecanggungan yang masih merangkap memenuhi kabin mobil hingga relung hati, Ratih dan Suga saling bergeming. Suasana itu tak sejalan dengan apa yang telah direncanakan, melainkan sebuah kepercayaan serta keterbukaan.Satu hal yang juga membuat Suga cukup heran, ketika dirinya secara reflek menarik lengan Ratih dengan maksud dan tujuan menahan wanita itu, serta melindunginya dari hujan. Sesaat setelah keterpanaan tatapan saling bertaut, barulah muncul desiran aneh dan asing pada sekujur tubuh Suga. Dan hal itu membuatnya merasa bingung dan ya, agak menyesal.Ratih tidak menyukai ini, terjebak dalam ketidaknyamanan dalam kurun waktu yang lama. Hingga a
Ratih terlihat bingung dan gelagapan sesaat setelah Suga memundurkan posisi wajah serta tubuhnya. Seolah tidak ada sedikit pun rasa bersalah, pria itu bergegas melaju mobil mewahnya yang sebelumnya sempat dihentikan. Senandung berupa gumaman yang bernada Suga dendangkan, tetapi justru membuat Ratih dilanda rasa kesal.Pasalnya, setelah belum lama ini ucapan perihal rasa suka dikatakan oleh Suga, rasa bersalah sekaligus permintaan maaf pun sama sekali tidak ada. Ratih tidak mengerti. Namun di sisi lain, hatinya juga dibuat benar-benar syok, jantungnya berdegup kencang, serta kegugupan yang juga turut menyerang.“Apa kamu tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan yang aku berikan, Ratih?” tanya Suga memecah kegemingan Ratih.Ratih menelan saliva, berusaha mengumpulkan energi yang sempat tercecer, ia menghela napas. Wanita itu memberanikan diri untuk menatap sosok pria misterius di sampingnya tersebut.“Apa pertanyaan itu sungguhan?” ta
“Aku adalah monster.” “Apa maksud Pak Suga?” “Lupakan!” Lupakan? Tidak, nyatanya kata 'monster' yang diucapkan oleh Suga berulang kali, sukses menghantui benak Ratih ketika malam telah tiba. Sejak enam bulan terakhir menjadi sekretaris Suga, dan setelah momen pertama pria itu mampir ke rumahnya, Ratih sudah melakukan sesuatu untuk mengobati rasa penasarannya. Pertama Ratih masih mempertanyakan apa arti kata 'monster', tetapi Suga tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Kedua, Ratih bergegas menyelinap di balik dinding yang pernah ia pakai untuk bersembunyi, sebelum pukul enam pagi, tetapi juga nihil. Suga bertindak seperti pria normal lainnya. Kebencian Ratih bertambah tatkala semua usahanya tidak membuahkan hasil, hingga .... Seiring waktu berjalan pun, dirinya dan Suga semakin dekat tanpa disadari. Sikap pria itu lebih hangat dan kerap m
Kesal hati Rinjani. Bagaimana tidak, jika belakangan ini ia justru mendapatkan kabar mengenai kedekatan Sugantara dengan seorang wanita bernama Ratih Kembang Gayatri, sekretaris pria itu sendiri. Rumor yang beredar mengatakan bahwa CEO culun itu telah menjalin hubungan dengan Ratih, dan tak jarang Suga sampai mengantar Ratih pulang hingga beberapa kali terpergok sedang berjalan berduaan. Sebagai adik, yang meski angkat, tetapi sangat memahami Sugantara, termasuk mengetahui betapa Sugantara sangat tampan, Rinjani sempat merasa percaya tidak percaya. Ia yang juga masih bermimpi untuk hidup sebagai istri Suga, benar-benar berharap bahwa rumor itu hanyalah sebatas rumor tak berdasar saja. Namun ... apa mau dikata.Saat ini, ketika Rinjani sengaja datang ke perusahaan Daichi yang dipimpin oleh Suga sebagai seorang CEO, Rinjani malah mendapati kakaknya itu berjalan akrab dengan seorang wanita. Dan sekarang pun, mereka berada tepat di hadapan Rinjani yang sedang membawa bekal makan siang un
Ratih menuju salah satu restoran yang cukup mahal. Ia mencoba untuk melampiaskan kekesalannya pada Suga dengan membelanjakan sedikit uangnya demi seporsi steak yang lezat. Sekali-kali jajan mahal, tak masalah, bukan? Lagi pula, akhir-akhir ini Ratih juga tergolong lebih hemat, lantaran Suga selalu membayari makan siangnya sekaligus juga memberikan tumpangan untuknya. Hanya saja, dengan sikap yang sebaik itu, masih sangat disayangkan ketika Suga malah bersikap plin-plan. Pria itu sangat ambigu, bukan? Perasaan? Yang benar saja! Mengapa kata perasaan harus keluar dari mulut Suga, jika pada akhirnya tak ada kejelasan apa pun tentang hal tersebut? Yang pada akhirnya malah membuat Ratih semakin tidak habis pikir, bahkan geram. Sikap Suga yang awalnya lebih memilih dirinya daripada ajakan makan siang dari Rinjani, sang adik, mulai tak bisa membuat hati Ratih bergetar lagi."Ck, mungkinkah kebaikannya selama ini padaku memang digunakan untuk menghentikan pendekatan yang dilakukan oleh sang a