Share

Dinding Istana

“Tenanglah...” Ujar Jie’xie menjeda kalimatnya. “Kalian tidak perlu takut dengan ucapan terimakasih dariku karena itu tidak akan membunuh kalian, tapi...aku tidak bisa menerima penghiantan dan dinding kediamanku terlarang untuk mendengar dan bicara.” Ujar Jie’xie tenang.

            “Ampun yang mulia, kami tidak berani.” Ujar seluruh pelayan dengan bersujud.

            “Hm...berdirilah pastikan semua yang ada di ruangan ini mempunyai kesetiaannya padaku mulai sekarang dan jika kalian tidak sanggup kalian bisa mundur dari sekarang.” Jie’xie menatap pantulan wajahnya di cermin yang telah selesai di beri riasan oleh pelayan barunya.

            “Kami tidak berani yang mulia.” Ucap pelayan yang paling senior tadi kepadanya.

            Jie’xie berdiri lalu membalik tubuhnya untuk melihat para pelayan yang masih bersujud kepadanya. “Berdiri.” Perintahnya tenang, menatap satu persatu wajah pelayan yang berjumlah tujuh orang berserta dengan pelayan paling senior.

            Pelayan-pelayan yang masih sangat muda menunduk dengan kedua tangan yang saling menggengam di depan tubuh masing-masing, menunggu dengan perasaan bercamur aduk suara yang keluar dari nyonya baru mereka.

            Suasana di dalam kediaman calon permaisuri terlihat tenang tampa suara sedikitpun, namun bagi mereka yang sedang di pandang oleh orang yang akan berkuasa kedua di kerajaan terdapat ketengan dan kecemasan yang muncul di hati masing-masing. Keringat dingin yang mulai keluar dari pelipis muda pelayan-pelayan itu, seakan mempertegas suasana tegang di dalam ruangan tersebut.

            “Setia berarti emas dan penghiatan berarti kehancuran.” Jie’xie menatap semua pelayan itu dengan tenang. “Aku harap kalian selalu bersamaku.” Ujar nya memberi penawaran sekaligus peringatan.

            “Kami tidak berani yang mulia.” Ucap seluruh pelayan semakin membungkuk.

            Jie’xie hanya diam dan melihat untuk sekarang, ia akan tahu siapa yang benar-benar akan berpihak kepadanya sebentar lagi. “Aku harap jawaban itu berarti setia kepadau.” Ujar Jie’xie meninggalkan wajah-wajah pucat dan tegang pelayan-pelayannya.

           

                                               ***

            “Bagaimana keadaanmu putri mahkota?” Tanya permaisuri lembut.

            “Hamba baik-baik saja yang mulia ratu permaisuri.” Jawab Jie’xie sopan kepada wanita yang telah menjadi ibu mertuanya itu.

            “Panggil ibu saja, anak ku.” Titah sang permaisuri.

            Jie’xie tersenyum mendengar perkataan lembut permaisuri kepadanya, sehingga menciptakan suasana hangat di sekitar mereka. “Baiklah ibu permaisuri.” Jawab Jie’xie senang.

            “Aku belum sempat memberikan hadiah yang kau inginkan sebagai hadiah pernikahan. Sekarang katakanlah apa yang kau inginkan.” Tanya permaisuri.

            “Hamba tidak berani ibu permaisuri, hadiah yang ibu dan nenek berikan sudah terlalu banyak untuk hamba.” Jawab Jie’xie.

            “Katakan saja putri mahkota, ini adalah perintah!” Ujar nenek permaisuri ibu dari kaisar. Walaupun sudah lama turun sebagai permaisuri tetap saja aura yang tertinggal sebagai orang yang telah merawat kekasiran sejak bertahun-tahun yang lalu masih membekas dengan baik.

            “Hm...katakanlah!” perintah ibu permaisuri mendukung ucapan mertuanya.

            “Ampun yang mulia ibu dan nenek permaisuri jika saya lancang, saya tidak mengingin hadiah yang mewah. Hanya saja jika ibu permaisuri mengijinkan bolehkah saya membawa dua orang dari kediaman saya, mereka adalah orang-orang yang selama ini melayani hamba.” Ujar Jie’xie mengungkakan keinginanannya.

            permaisuri mendengarkan dengan seksama permohonan menantunya itu. “Hm...siapa yang ingin kau bawa putri mahkota?” tanya ibu permaisuri.

            “Mereka adalah pelayan dan pengawal pribadi hamba sebelumnya ibu permaisuri, maafkan kelancangan hamba.” Ujar Jie’xie menunduk merasa cemas jika permohonannya tidak di setujui oleh permaisuri.

            “hm...baiklah kau ku ijinkan membawa mereka ke dalam istana putri mahkota.” Ujar permaisuri. Karena memang semua urusan dalam istana akan di urus oleh seorang permaisuri.

            Jie’xie mendongak melihat kembali wajah permasiuri dan nenek saat mendengar ijin dari keduanya. “Benarkah?!” teriak Jie’xie tampa sadar.

Jie’xi tersadar dari ucaannya dan buru-buru bersujud dan meminta maaf. “Maafkan hamba yang mulia ibu permasisuri hamba tidak bermaksud, maksud hamba terimakasih.” Ujar Jie’xie menjelaskan maksudnya gugup karena berlaku sedikit tidak sopan.

            “Ha ha ha tidak apa-apa putri mahkota, duduklah!” ucap permaisuri.

            “Teimakasih ibu permasiuri.” Ujar Jie’xie lega karena nenek dan ibu permaisuri tidak menganggap tidak sopan.

                                                                        ***

            Feng Rei dan Deng Huo sedang berada di lapangan di bagian selatan istana untuk melakukan latihan rutin mereka dalam berbagai ilmu bela diri, dan sekarang Feng Rei sedang fokus membidik papan yang akan menjadi target anak panahnya.

            “Hei Feng Rei bagaimana rasanya menikah?” tanya Deng Huo

tiba-tiba.

            “Tidak ada yang istimewa.”Jawab feng Rei tenang tidak terganggu dengan pertanyaan tiba-tiba teman sekaligus pengawalnya yang terkadang bersikap tidak sopan.

            Sreet!!!...Tak!!! suara anak pahah yang melesat cepat lalu mendarat di papan terget tampa melesat sedikit pun.

            Seluruh prajurit yang ada di lapangan melihat dengan pandangan kagum walaupun sering melihat latihan calon kasiar itu yang tidak pernah meleset saat menembakan anak panahnya.

            “Apa kau serius? Pantas saja kau tidak pernah mengunjungi putri mahkota sejak malam pernikahan.” Ujar Deng Huo santai tampa rasa takut.

            Feng Rei menatap tajam Deng Huo saat mendengar ucapan lelaki itu yang menyinggung masalah pernikahannya.

            Menyadari tatapan membunuh yang Feng Rei berikan kepadanya, Deng Huo dengan cepat mengangkat tangannya ke udara dan mengoyang-goyangkannya ke kiri dan kanan seolah bukan ia yang mengatakannya.

“Bukan...bukan aku, kau tahu sendiri dinding istana bisa mendengar dan bicara. Hal ini sudah tersebar, aku hanya mendengar sekilas.” Jelas Deng Huo.

            Feng Rei pergi meinggalkan lapangan tampa mengatakan sepatah katapun, melihat itu Deng Huo mengejar dengan cepat pemimpinnya.

            “Hei...jangan marah aku hanya menyampaikan informasi ini agar kau segera melakukan sesuatu. Ini sudah sebulan sejak pernikahanmu...” ucapan Deng Huo terhenti karena Feng Rei yang tiba-tiba berhenti di depannya.

            “Deng Huo! Suara Feng Rei dengan nada baritonenya.

            “Saya yang mulia.” Ucap Deng Huo dengan posisi siap menerima perintah saat mendengar namanya yang di sebut dengan nada suara seorang kaisar.

            “Katakan aku akan mengunjungi kediaman putri mahkota.” Ujar Feng Rei lalu pergi meninggalkan Deng Huo dengan posisi yang masih

menekukk sebelah kakinya ke tanah dan menunduk siap menjalankan perintah.

            “Hamba mengerti yang mulia.” Jawab Deng Huo cepat mengangkat wajahnya dan melihat Feng Rei yang sudah cukup jauh melangkah.

                                                            ***

            Deng Huo berjalan di belakang Putra Mahkota melangkah menuju kediaman Putri Mahkota atau yang akan menjadi permaisuri saat Feng Rei naik tahta.

            “Yang Mulia Putra Mahkota tiba!” terdengar seorang prajurit yang berdiri di pintu masuk kediaman Jie’xie memberikan pengumuman.

            Dari dalam ruangan Jie’xie yang mendengar itu berdiri untuk menyambut kedatangan suaminya.

            Saat pintu terbuka terlihat Putra Mahkota datang di temani seoarang pengawal yang belum Jie’xie ketahui namanya.

            “Selamat datang yang mulia.” Ujar Jie’xie sopan menyambut suaminya.

            Feng Rei hanya mengangguk dan kemudian duduk di meja yang telah di sediakan berbagai macam makanan dan juga minumannya. Jie’xie dengan sigap dan cekatan mengikuti Putra Mahkota dari belakang dan duduk di sebelah kanan lelaki itu.

            Duduk di sebelah kanan bertujuan agar Jie’xie lebih mudah dalam melayani dan menyiapkan hidangan untuk Putra Mahkota. Pendidikan dasar yang di berikan kepada setiap putri bangsawan dalam melayani pasangannya setelah menikah.

            “Maafkan saya yang mulia, saya tidak tahu makanan apa yang anda sukai sehingga saya hanya menyiapkan makanan ini.” jelas Jie’xie lembut setelah duduk di samping Feng Rei yang hanya duduk melihat sajian di atas meja.

            “Hm...ini sudah cukup.” Jawab Feng Rei.

Jie’xie tersenyum mendengar jawaban Putra Mahkota yang tidak merasa keberatan dengan menu yang ia pilih.

            “Makanlah ini yang mulia, saya dengar anda terkadang mengalami kesulitan tidur.” Ujar Jie’xie mengambil sepotong labu lalu di letakan di tempat lauk putra mahkota. Jie’xie menyiapkan labu karena dapat membantu orang-orang yang kesulitan tidur, kandungan yang terkandung di dalamnya sangat baik untuk membantu tidur lebih nyenyak.

           

“Hm...terimakasih, sebaiknya kau juga makan.” Jawab feng Rei dan mulai mengangkat sumpitnya untuk menyantap makananan yang telah tersedia. Melihat itu Jie’xie pun tersenyum dan makan dalam diam dengan suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status