Waktu pulang kerja akhirnya datang. Seperti biasa, Ceria akan tampil maksimal agar tidak mempermalukan atasannya. Dia masih mengenakan seragam kerja, merapikan rambut dan memoles make upnya kembali. Make tipis minimalis yang membuatnya terlihat mempesona. Kali ini dia memakai lipstik peach agak orange, menambah cerah wajahnya yang sudah merona dengan sapuan blush on. Mencerminkan penampilan wanita karir yang elegan dan penuh percaya diri.
Mr. Mark yang jangkung terlihat semakin gagah dengan mengenakan jas resmi, warna jas yang senada dengan blezer yang dipakai Ceria. Lelaki itu tidak perlu melakukan apapun terhadap wajahnya, hanya mencuci muka saja sudah terlihat segar. Mereka bergegas menuju tempat yang sudah dipesan oleh Ceria. Selama perjalanan, ceria melihat waktu yang berputar, berdasarkan informasi dari Bagja, perusahaannya baru akan memulai acara pada pukul tujuh malam.
Beruntung, semua seolah berpihak, mereka tiba di tempat acara setengah jam sebelum acara dimulai. Ceria pun memesan tempatnya untuk pukul tujuh malam. Sebuah ruangan billiard dengan fasilitas karaoke yang dipesannya. Letak ruangannya sengaja bersebelahan dengan tempat perayaan pesta ulang tahun perusahaan Bagja.
Pandangan Ceria berputar mencari-cari sosok lelaki yang tadi pagi ditinggalkannya tadi pagi. Terlihat lelaki itu tengah duduk, pastinya bersebelahan dengan gadis itu lagi, siapa lagi kalau bukan Sisy. Ceria menjaga moodnya agar tetap baik. Dalam jarak beberapa meter lagi mereka melewati tempat Bagja, wanita itu menjadi semakin pintar memanfaatkan situasi. Ceria sengaja membuat kakinya seolah tersandung sehingga dengan spontan Mr Mark menahan tubuhnya yang terhuyung. Mata Bagja membulat melihat lengan Mark yang memegang bahu istrinya dengan postur tubuh yang lebih tinggi terlihat sedang merangkul.
Sudut mata Ceria melihat raut muka yang sudah berubah, dengan sopan dia meminta Mark melepaskan pegangannya. Mereka berjalan seolah tidak tahu jika ada Bagja disana. Mark yang memang begitu perhatian pada staffnya itu terdengar menasihati Ceria.
“Please take care, please don’t make me worry, if anything happen to you, what should I do?” ucap lelaki bertubuh tinggi itu sambil sesekali melirik Ceria yang berjalan tertunduk disampingnya.
“Thank you Sir, everything is ok,” ucap Ceria sambil memasang senyum termanisnya ketika tepat berada didepan meja Bagja yang tengah memperhatikannya.
Ceria dan Mark memasuki private room karaoke dan bilyard diiringi dengan tatapan tidak berdaya dari Bagja. Lelaki yang sejak dulu selalu meremehkan perasaan istrinya. Lelaki yang menaruh Ceria salam urutan kesekian dalam prioritasnya. Kini lelaki itu tengah terbawa oleh pemikirannya yang mulai beterbangan. Apa yang dilakukan istrinya didalam ruangan itu bersama lelaki yang terlihat begitu perhatian padanya, Mark.
“Pak, ayo kita nyanyi, lagu biasa ya?” suara Sisy yang duduk disampingnya membuyarkan pikirannya. Dia mengangguk, tidak enak juga jika tiba-tiba menolak ajakan Sisy karena biasanya mereka akan menjadi pasangan terkompak disetiap acara gathering seperti itu.
Sisy dan Bagja bernyanyi, gadis itu begitu menghayati lagu yang selalu mereka bawakan setiap kali ada acara. Lagu Cinta karena cinta yang dipopulerkan oleh Judika.
Aku hanyalah manusia biasa
Bisa merasakan sakit dan bahagia
Izinkan kubicara
Agar kau juga dapat mengerti
Kamu yang buat hatiku bergetar
Rasa yang telah kulupa kurasakan
Tanpa tahu mengapa
Yang kutahu inilah cinta
Cinta karena cinta
Tak perlu kau tanyakan
Tanpa alasan cinta datang dan bertahta
Cinta karena cinta
Jangan tanyakan mengapa
Tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara
Kamu yang buat hatiku bergetar
Senyumanmu mengartikan semua
Tanpa aku sadari
Merasuk didalam dada
Cinta karena cinta
Tak perlu kau tanyakan tanpa alasan cinta datang dan bertahta
Cinta karena cinta
Jangan tanyakan mengapa
Tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara
Ooo-ye-ye
Cinta karena cinta
Tak perlu kau tanyakan tanpa alasan cinta datang dan bertahta
Cinta karena cinta
Jangan tanyakan mengapa
Tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara
Tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara
Mereka bernyanyi bersama, namun pikiran Bagja kosong entah kemana, beberapa kali dia salah lirik. Ada juga dia tertinggal nada, penampilan terburuknya sepanjang sejarah karena seorang wanita yang beberapa bulan lalu masih diabaikannya. Pikirannya masih menatap pintu private room dimana Ceria masuk tadi. Sisy hanya menatapnya heran, atasannya tersebut sejak pagi sudah terlihat tidak bersemangat.
“Pak, lagi sakit?” tanya Sisy seusai menyanyi.
“Engga Kho,” ucap Bagja. Lelaki itu kemudian merogoh saku untuk mengambil ponsel dan menjauh dari teamnya yang masih bernyanyi. Kini giliran dari divisi lain yang unjuk gigi. Acara makan malam staff yang tahun-tahun kemarin terasa begitu semarak dengan kehadiran Sisy yang menambah riang, kini tidak berlaku lagi baginya. Semua terasa hambar.
Berkali-kali dia memijit nomor Ceria, namun tidak ada jawaban. Tidak berapa lama, sebuah notifikasi pesan masuk.
“Ada apa Mas?” tanya Ceria mengirim pesan whatsapp.
“Kamu pulang jam berapa?” pesan whatsapp dari Bagja.
“Ini udah selesai, bentar lagi pulang,” jawabnya singkat.
“Aku tunggu diparkiran ya,” balas Bagja.
“Bukannya Mas Bagja masih lama ya, tadi kan bilang ke aku mungkin sampai tengah malam, aku ga mau nunggu Mas, mau ke tempat Mamah, kasian Iren,” balas Ceria panjang lebar.
“Aku bisa kho pulang lebih cepat, ini ga wajib juga, acara hiburan saja,” balas Bagja lagi. Untuk pertama kalinya dia rela meninggalkan acara party perusahaan dan pulang lebih cepat demi istrinya. Biasanya dia akan pulang ketika acara sudah selesai dan mengantarkan Sisy dulu ke rumahnya, karenanya sering sekali sampai di rumah pukul satu atau dua malam.
“Oh gitu, terserah Mas Bagja, walaupun mau sampai habis acara juga ga masalah, Mr Mark mau nganterin aku,” balas Ceria.
“Ga usah, pulang bareng aku aja,” pesan Bagja.
“Ok,” balas Ceria. Ada setetes haru menitik dihati wanita itu, setelah sekian lama dirinya diabaikan dan seperti makhluh transparan, kini dia sudah mulai terlihat lagi dimata suaminya.
Mark yang berada disampingnya meliriknya dan bertanya. “Are you crying?” sambil memicing melihar mata Ceria yang berair.
“Sleepy,” ucap Ceria sambil tertawa, kebetulan tamu mereka baru saja keluar. Mark hanya menggangguk saja sambil menghabiskan minumannya.
“Mr Mark, saya pulang bareng Mas bagja, ga usah diantar,” ucap Ceria meminta ijin.
“Who is Bagja?” tanya Mark sambil mengerutkan dahi. Ah walaupun berkerut dahinya, tapi tidak mengurangi ketampanannya.
“My husband,” ucap Ceria sambil tersenyum.
“Oh Ok, take care, saya mau continue party,” ucapnya sambil mempersilahkan Ceria yang akan pulang duluan, sementara lelaki itu terus melanjutkan karaoke ditemani dengan singer disana.
Ceria keluar dari private room terlihat Bagja menatap kearahnya. Ceria memberikan kode kalau dia akan menunggu diluar, bagja mengangguk. Ceria berjalan melewati kerumunan staff dari perusahaan seaminya. Bagja bergegas pamit pulang pada bosnya. Sisy yang mendengar, bergegas menghampiri lelaki yang tengah memakai jaket itu.
“Pak, nanti yang nganter saya pulang siapa?” tanya Sisy, dirinya sudah terbiasa diantar jemput oleh Bagja.
“Kan banyak transportasi online, saya duluan ya,” ucapnya sambil melambaikan tangan pada Sisy dan mengejar Ceria yang masih terlihat punggungnya.
Sisy menatap kecewa pada atasannya yang sudah berlalu meninggalkannya dalam pesta itu. Gadis muda itu menatap punggung Ceria yang kini nyaris menghilang, berbelok ke lobi. Matanya terlihat memendam rasa kesal. Berkali-kali dia mendengus kasar. Sisy menjatuhkan dirinya duduk ke atas sofa. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Bagja.Sementara itu, langkah Bagja kian cepat mengejar istrinya yang melangkah tergesa. Lelaki itu tampak memiliki satu kekhawatiran terpendam. Hingga pada akhirnya wanita itu didapatkannya.GrepSebuah dekapan tanpa aba-aba. Lelaki itu memeluk tubuh Ceria dari belakang. Ceria sontak terkejut dan hampir saja spontan mendorongnya. Beruntung dia masih mengenali wangi parfum suaminya.“Mas, apaan sih, malu kali di tempat umum,” Ceria mendorong Bagja perlahan untuk menjauh. Dirinya merasa risih menjadi perhatian beberapa orang yang berlalu lalang.
Suasana pagi di rumah Nenek Marta menjadi ramai, mereka sudah duduk bersama untuk sarapan. Ceria sudah membuatkan sarapan dan secangkir kopi hitam untuk suaminya. Wanita itu tak pernah meninggalkan kebiasaannya, tetap melayani suaminya dengan baik. Sementara Iren begitu anteng disuapi oleh neneknya.“Ri, aku anter aja kamu ke kantor hari ini, kasian kalau sopir harus jemput kesini,” ucap Bagja sambil menyeruput kopinya.“Ga usah Mas, lagian Pak Agus pasti udah jalan juga dari kantor, kasian nanti udah jauh-jauh akunya malah ga ikut,” bantah Ceria.TringNotifikasi masuk pada Ponsel Bagja yang tergeletak di meja. Sekilas mata Ceria menangkap nama seseorang pada layar. Wanita itu menarik nafas panjang dan menghentikan sarapannya. Dia bergegas menghampiri Iren dan Nenek Marta yang tadi pindah ke ruang tengah. Semuanya gara-gara Maura, Iren mau sarapan bareng kucing gemuk itu.“Pak, sa
Sejak mendapatkan teguran dari ibunya, Bagja semakin berusaha menjauhi Sisy. Namun semakin berusaha dia hendak menjauh, semakin keras gadis itu berusaha untuk mendekatinya. Kedekatan yang selama ini terasa menyenangkan, menjadi sesuatu yang terasa risih sekarang. Sisy kini sering membawakan Bagja cemilan buatannya sendiri. Bahkan terkadang dia membawakan bekal makan siang.Semakin Sisy mendekatinya, semakin dia memikirkan kedekatan Ceria dengan bosnya. Setiap kali dirinya pergi keluar hangout dengan team pada weekend, istrinya juga pasti punya acara dengan mengajak Iren. Dulu baginya adalah kebahagiaan tersendiri bisa bermain futsal bersama teman-teman sekantornya, terkadang mereka hanya nongkrong di cafe, atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan menyewa sepeda. Beberapa tahun terakhir ini Bagja memang sudah sangat sibuk dengan dunianya sendiri, namun dengan berubahnya Ceria, kini dia mulai berfikir kembali.Seperti hari itu, setelah
Untuk pertama kalinya, Bagja merasakan kehambaran dalam acara gathering. Semua semangat dan antusiasmenya lenyap ketika membayangkan istri dan anaknya sedang berada di Bali bersama orang lain. Berkali-kali dia melihat ponselnya, namun Ceria hanya mengabarinya sekali ketika baru sampai tadi. Selebihnya hanya photo-photo Iren yang terlihat gembira di kamar hotel, di kolam renang, ada juga photo ketika Iren disuapi es krim oleh Mark.TringSebuah chat masuk, wanita-wanita yang biasanya di sapa pada akun social medianya kali ini menyapa karena melihat notifikasi online pada akun Bagja.“Hai malam, gimana touringnya seru?” Venita mengiriminya pesan. Seseorang kenalannya di dunia Maya.“Biasa aja Ven, kepikiran terus istri aku,” jawab Bagja jujur.“Tumben, biasanya kamu kan bebas kalo bisa keluar dari rumah, katanya bosen ngedengerin keluhannya mulu, tentang anak lah, tentang
Dua hari berlalu dengan lambat. Lelaki berambut ikal itu kini sudah kembali ke rumahnya. Sejak pagi dia membereskan rumah sebisanya, pekerjaan yang hampir tidak pernah dilakukannya lagi semenjak menikah. Dia hendak memberikan kejutan pada istrinya dengan membantu meringankan tugasnya. Ya, bagi Bagja membersihkan rumah hanyalah tugas istri. Namun tiba-tiba sebuah pemberitahuan pesan masuk.Tring“Mas, maafin aku, sepertinya pulangnya di undur sehari, ada delay jadwal hari ini, jadi baru pulang darisini besok,” tulis Ceria.“Oh gitu?” hanya itu balasan singkat dari Bagja. Kecewa menjalar seketika pastinya.“Mas pulang touringnya, hati-hati ya dijalan!” tulis Ceria, dia tidak tahu jika suaminya bahkan sudah sampai rumah dari dua hari yang lalu.“Iya,” hanya itu yang ditulis Bagja.Lelaki itu membaringkan tubuhnya di sofa. Kemudian dia tidak lagi ingat yang tejad
TringSebuah pesan masuk. Ternyata dari Mark. Dia menyimpan ponselnya kembali, karena kesulitan untuk membuka pesan sambil menggendong putrinya. Sepeda motor yang ditumpanginya melaju cepat menuju rumah Bu Marta.Setibanya di halaman rumah mertuanya, wanita itu segera membayar ojek online. Dia menggendong tubuh Iren dan memasuki halaman rumah. Bu Marta yang melihatnya langsung berhambur, dia begitu kangen ditinggal Iren beberapa hari ke Bali. Namun senyuman lebarnya berubah seketika melihat mata menantunya yang sembab.Belum sempat Bu Marta bertanya, Ceria sudah memeluknya disertai dengan isakan. Kemudian tangisnya pecah, tumpah ruah dibahu ibu mertuanya. Namun dia segera mencoba menguasai diri, mengingat masih ada gadis kecil di gendongannya.“Iren sayang, main sama Maura ya, kebetulan Kakek ada sedang main juga sama Maura,” ucap Bu Marta sambil mengambil alih Iren dari gendongan menantunya. Dia m
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam ketika tangan lelaki itu menyentuh daun pintu rumah orang tuanya berkali-kali. Namun sepi, tak terdengar seseorang akan membukakan pintu untuknya. Dia kembali mengetuk-ngetk dengan lebih keras lagi, barulah kemudian gagang pintu itu berputar.CeklekBu Marta berdiri, sekilas wanita itu merasa kasihan melihat wajah putranya yang terlihat lelah dan tanpa semangat hidup. Namun kemarahannya kembali memuncak ketika teringat apa yang disampaikan oleh menantunya siang tadi.“Bagja, masuk, mamah mau bicara,” ucapnya tegas. Bagja mengangguk lemah.“Ria ada disini Mah?” tanya Bagja lemas, sambil mengikuti langkah ibunya menuju sofa ruang tengah. Ternyata ayahnya juga sedang menunggunya disana.“Tadi siang Ria dan Iren kesini,” ucap Bu Marta menjeda sambil duduk di sofa bersebelahan dengan suaminya.“Terim
Menjelang sore dia baru tiba dikediaman mertuanya, ada rasa ragu untuk melangkah. Bagaimana kalau istrinya tidak ada disana, apa yang harus dia jelaskan nanti. Namun keinginnannya untuk memastikan keberadaan istrinya lebih besar. Dia segera memasuki halaman rumah minimalis itu.Belum dia mengucap salam, sosok perempuan setengah baya yang tidak lain adalah mertuanya tergopoh-gopoh menghampirinya. Terlihat pancaran tatapan penuh kerinduan terpancar dari netra tuanya. Kulitnya yang sudah tampak ada kerutan-kerutan tidak mengurangi keanggunannya. Kecantikan Ceria memang turunan dari ibunya.“Ja, ini beneran kamu? Kenapa ga ngabarin kalau mau kesini?” Wanita itu berhambur memeluk menantunya. Bagja tersenyum dan membiarkan Bu Mira megusap-usap punggungnya.“Eh, Ria sama Iren mana? ga ikut?” Wanita itu celingukan melihat ke belakang Bagja.DEGPerasaan tidak enak langsung menguasai