Mayang POV’s
"Mayang!!! Eric berantem di depan kelas 11A!" oh aku sangat bosan dengan kalimat itu. Hampir setiap minggu aku mendengarnya, apa Eric tidak bosan melakukannya lagi dan lagi.
Aku segera berlari dan menyibak kerumunan semut berseragam putih abu-abu itu dan menemukan Eric sedang menunggangi siswa yang aku tidak kenal itu siapa. Sekolahku cukup favorit jadi banyak murid di sini, jangan salahkan kalau aku tidak mengenal mereka semua. “Hentikan Eric, kumohon?!!" teriakku sambil mencengkeram lengannya. Eric menatapku dengan amarah yang tergambar jelas di wajahnya, dia menghempaskan tubuh siswa itu ke atas paving taman kelas 11A dan pergi meninggalkan semua siswa dengan penuh ribuan tanya.
"Kau tidak apa-apa?" tanyaku pada siswa itu. Dia hanya menggeleng dan pergi.
Eric adalah temanku, sejak SMP kelas 8. Dia siswa pindahan dari Surabaya, ayahnya seorang jendral dan sering berpindah tugas. Ini sudah ke tujuh kali perpindahannya semenjak dia bisa menghitung angka kata Eric. Ibunya seorang ibu rumah tangga, masakannya selalu enak dan sangat ramah. Punya kakak perempuan yang sekarang menjadi seorang dokter kandungan di RST Malang. Ya aku tinggal di Malang, kota yang asri, damai, dan malang seperti nasibku.
Tidak seperti Eric, bapak dan ibuku memang selalu menyayangiku tapi aku tahu ada yang salah di antara mereka. Pertengkaran, banting piring, umpatan, makian, bahkan main tangan sudah jadi pemandangan hampir setiap malam. Siapa lagi yang tahu kisahku selain Eric. Dia adalah separuh nyawaku.
~~~
Jam pelajaran sudah selesai waktunya pulang, entah ke mana Eric. Setelah kejadian tadi dia absen.
Aku berjalan agak gontai menuju ke halte untuk mencari angkot yang melewati depan rumahku, sedikit lapar tapi harus kutahan karena uang sakuku hanya pas untuk ongkos angkot saja.
TIN..TIN..
Suara klakson motor truimph mengalihkan pandanganku, dengan wajahnya yang masih masam tanpa berkata apa pun, aku seperti tahu dari tatapan matanya yang tajam. Tanpa banyak komentar aku segera naik dan kami pun melaju membelah kota Malang yang sedang gerimis sore ini.
"Kita mau ke mana?" tanyaku. Tapi Eric tetap diam saja, dia memang begitu saat marah.
Sampai di Alun-alun Batu, Eric memarkirkan motornya dan berjalan menuju kolam dan memainkan airnya.
Aku bosan dengan keheningan ini padahal suasana di sini cukup ramai. "Kita gak pulang saja Eric? Masih pake seragam ini." aku mencoba membuka obrolan, siapa tahu dia jadi bisa ngomong lagi kalau aku tanya.
"Bapak kamu jarang pulang ya?" tanyanya.
"Kok tahu?" jawabku dengan nada yang sangat imut bila didengarkan sambil merem.
PLETAKKK
"Au...sakit Eric." sungguh jahat, dia bisa menjitak gadis semanis aku.
"Aku nanya serius." jawabnya ketus.
"Ya mana kutahu, aku pikir kamu mau gombalin aku," sanggahku sambil mengusap pucuk kepalaku yang masih terasa agak nyeri, "Iya, kenapa? Kamu kangen?" tambahku.
"Ke mana?" tanyanya.
"Gak tahu aku gak nanya." jawabku cuek.
"Ibu kamu tahu ke mana?" tanyanya lagi.
"Gak tahu deh, aku juga gak nanya ke ibu.”
"Kamu juga gak denger apa gitukan?"
"Apaan sih, kamu tahu bapakku di mana? Udah deh palingan besok juga pulang, aku laper aku pengen pulang trus makan Eric." jawabku ketus.
Eric tidak membalasku, dia malah menyeretku menyeberang dan mengajakku masuk ke PKL depan pasar. Kami memesan bakso, aku pun melahapnya tanpa menghiraukan ada apa dengan Eric karena kulihat dia tidak punya selera makan sama sekali. Mengisi perutku lebih baik dari pada harus mengurusi amarah Eric sekarang.
ERIC POV's
Pagi tadi saat aku berjalan ke arah kelasku aku mendengar dua siswa sedang membicarakan hal yang mengganggu pendengaranku.
“Beneran kamu gak salah lihat?" tanya siswa yang sepertinya kelas 12 C ke siswa kelas 11 A. Aku tahu karena ada inisial kelas di seragam kami.
"Iya beneran Kak, aku minggu kemaren maen ke rumah Yusuf, kan Yusuf rumahnya deket rumah Mayang, aku lihat bapak tetanggaku itu. Aku tanyain ke Yusuf itu memang bapak ya Mayang." jelasnya panjang lebar.
"Bagus ini berita besar, nanti aku kabarin deh bos Marco." Marco itu cowok yang pernah nembak Mayang tapi ditolak, karena Mayang gak ada waktu mikirin begituan, aku tahu itu. "Biar tahu rasa dia kalau sampai berita ini menyebar, biar gak sombong lagi." tambahnya.
Saat siswa songong itu beranjak aku segera menarik kerahnya dan menonjok mulutnya yang kurang asupan itu.
Dia menatapku sinis, "Meski pun kamu lindungi sampai mati, bangkai akan tetap mengeluarkan bau yang sangat tajam. Apa kamu takut kalau dunia tahu bahwa bapaknya kawin lagi dan sudah memiliki anak, HAH?!!" tanya siswa itu dengan seringaian yang memuakan.
Aku sudah tidak bisa menahan amarahku lagi, aku terus memukulnya bertubi-tubi sampai akhirnya Mayang datang. Sungguh aku tidak ingin ada yang menyakiti Mayangku, aku tidak rela kalau air matanya sampai menetes karena kabar receh seperti ini.
Jangankan untuk mengikuti pelajaran hari ini, untuk bertemu dengan Mayang saja aku sangat malas. Duduk di teras atas lantai dua ini lebih baik dari pada ikut pelajaran dan menambah otakku panas. Untung saja tadi aku masih membawa tas sekolahku di punggungku, jadi aku bisa mendengarkan lagu dari ponselku.
Di bawah sana aku melihat Marco dengan anak yang baru saja aku tonjok tadi, entahlah apa yang mereka bicarakan. Aku akan menghabisi mereka jika tetap menyakiti Mayangku, aku janji pada diriku sendiri.
~
Aku tertidur di tempat yang nyaman ini. Angin sepoi yang berhembus mampu membawa kedamaian di dalam hati. Setelah siswa di bawah sana sudah banyak berkurang, aku pun turun dan memutuskan untuk pulang.
Aku melihat Mayangku mengantre di halte dekat sekolah, gadis itu sangat manis. Dari kejauhan saja mampu menggodaku. Aku putuskan untuk mendekatinya, dan membawanya di jok belakang motor kesayanganku. Itu lebih baik.
Author POV’sMalang di bulan Desember. Gerimis, tiupan angin yang lumayan menusuk kulit, lengkap sudah.Ditambah makian yang saling bersahutan satu sama lain, dengan nada rock n' roll yang memekakkan telinga. Mayang tidak tahu harus melakukan apa, ikut campur pun rasanya percuma meskipun umur sudah 16 tahun tetap saja hanya anak kecil di mata orang tuanya. Menangis, hanya itu yang dia bisa.Saat suasana sudah sepi Mayang keluar dari kamar kecilnya, dan melihat ibunya duduk di lantai ruang makan yang tidak bisa disebut ruang makan lagi, karena lebih mirip dengan tempat sampah yang penuh dengan pecahan beling dari gelas maupun piring di rumah Mayang sendiri."Ibu." Mayang mendekati ibunya yang sudah seperti mayat hidup itu. Tidak ada air mata, senyum, atau sedih, hanya pandangan kosong dengan rambut yang awut-awutan dan sudut bibir yang mengeluarkan darah.Dipeluknya tubuh yang rapuh itu dengan sangat
Sejak kejadian itu Mayang bukan lagi Mayang yang dulu, dia berbeda. Banyak sudah nama yang terdaftar sebagai mantan pacarnya, bukan kaleng-kaleng bahkan kebanyakan dari keluarga kaya dan cukup terkenal di sekolahnya. Selain pacar juga banyak barang yang didapat dari kegemaran barunya itu. Mayang benar-benar merubah hidupnya saat ini. Dia tidak ingin lagi menjadi Mayang yang dulu.Tanpa sepengetahuan Eric, dia juga sering meminum alkohol berkadar rendah yang bisa dibeli di indom**t, hanya untuk menenangkan kegundahan hatinya. Dia juga menyembunyikan semua hubungan dengan mantan-mantannya dari Eric karena tidak ingin ribut dengan Eric.Sebenarnya Mayang ingin membeli minuman dingin waktu itu, namun Mayang tidak sengaja membaca kaleng minuman yang namanya mampu menarik perhatiannya, dan membuatnya ingin mencobanya. Entahlah, mungkin dua atau tiga kaleng tidak akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Mayang hanya ingin ketenangan di dalam hidupnya, melup
Setelah kejadian itu Mayang seperti tidak memiliki semangat hidup. Keluarga berantakan dan sahabat yang telah meninggalkannya. Dua minggu berangkat sekolah tetap pemandangan yang sama yang dilihatnya. Eric dengan semua wanitanya. Mayang tidak tahu kenapa Eric juga menjadi seorang playboy sekarang.Karena malas pergi ke sekolah Mayang membolos, membuat surat palsu yang mengatakan dia sedang sakit. Mayang ingin tidur seharian untuk melupakan semua masalahnya ini.Seharian tidur sangat membosankan, ibu tercintanya masih berjualan di pasar besar dan belum pulang, Mayang sekarang memang benar-benar berbeda. Dia mempunyai tabungan yang isinya lumayan dari hasilnya menipu semua siswa bodoh yang mendekatinya, bahkan ibunya bisa berjualan juga karena kebaikan Marco, pacarnya dulu, yang memberi modal dan mencarikan tempat.Mayang memang bukan gadis yang sangat cantik, hanya senyumnya yang manis dan alis tebalnya yang menarik banyak siswa meny
Mentari bersinar cerah di bulan Maret ini. Burung berciutan terdengar merdu di telinga.Meskipun Mayang yakin ini masih sangat pagi, namun dia merasakan guncangan yang sangat kentara mengganggu tidurnya. Perlahan membuka mata dan menemukan sosok Eric di depannya dengan senyuman seperti biasanya. "Ngapain kesini?" kata Mayang ketus.“Galak bener, sekolah yuk." kata Eric yang terus menggoda Mayang agar segera bangun.“Aku lagi sakit." jawab Mayang malas."Mana ada orang sakit tidur pake tengtop gitu." kata Eric sambil menarik kaos yang dikenakan Mayang."Mendingan Lu urusin tuh cewek-cewek Lu." kata Mayang dan duduk sedikit menjauhi Eric.Meskipun sedikit tersinggung Eric harus tetap bersabar menghadapi Mayang ketika marah seperti sekarang. "Mandi sekarang atau kugendong ke kamar mandi." tegas Eric.Mayang segera berdiri, mengambil handuk dan berlalu ke kamar mandi. M
"Sudah berapa kali ayah bilang, jauhi Mayang." padahal Eric baru masuk rumah, tapi langsung disambut oleh kalimat yang membuatnya marah.“Apa salahnya, Yah?" tantang Eric, dia tidak suka ayahnya terlalu ikut campur masalah pribadinya.“Kamu itu anak seorang jendral, seharusnya kamu tahu mana yang baik dan mana yang tidak pantas kamu lakukan. Lihat kakakmu, sukses membanggakan orang tuanya. Kamu tidak mau seperti itu?" murka ayahnya.“Aku cinta, Yah." kata Eric sambil memelas menatap ayahnya."Mana tahu anak ingusan sepertimu masalah cinta." kata ayahnya meninggikan nada suaranya."Mayang berbeda, Yah." kata Eric meyakinkan ayahnya.“Iya, dia berbeda. Bedanya kamu gak akan bisa makan kalau hidup dengannya." setelah mengatakan itu ayah Eric pergi, meninggalkan Eric yang terdiam tidak tahu harus bagaimana lagi.Memang keluarga Eric tidak terlalu menyukai Mayang, bukan
Eric mendekatkan bibirnya ke telinga Mayang, "Aku yakin itu ciuman pertamamu, rasanya aku baru saja mencium manekin yang memiliki bibir lembut tapi rasanya sangat manis." bisik Eric dan Eric pun segera berlari keluar setelah mengatakan itu."Eriiicccc?!!!" teriak Mayang sambil mengacungkan tinjunya ke arah Eric yang kian menjauh.~~~Setelah kejadian di perpus waktu itu Mayang mulai membuat jarak antara dirinya dan Eric, canggung dan malu, itu yang dirasakan Mayang saat bertemu Eric.Setelah jam kosong yang berhari-hari karena sudah mendekati acara kelulusan, hari ini seluruh murid kelas 12 dikumpulkan di aula untuk membicarakan masalah prom night yang akan diadakan beberapa minggu lagi.Setelah rapat selesai, Mayang segera meninggalkan aula untuk menghindari pertemuannya dengan Eric. Di sinilah sekarang Mayang berada, duduk di taman belakang sekolah yang menghadap ke lapangan voli. Melihat permaina
Lelaki berjaz krem dengan dalaman kaos hitam dan celana jeans biru, seperti orang yang salah kostum saat prom night malam ini, tetapi dia tetap PD keluar dari mobil matic Toyota Yariz berwarna citrus mica metallic yang biasa dibawanya saat dia malas atau tidak memungkinkan mengendarai motornya, seperti saat ini.Eric sedikit berlari ke sisi yang lain dan membukakan pintu untuk seseorang yang berada satu mobil dengannya tadi. Gadis manis yang rambutnya disanggul rapi dengan gaun bernada kemerahan, sangat kontras dengan penampilan Eric yang sedikit berandal.Eric dan Mayang menikmati acara prom night dengan sangat khidmat, mereka berdua menyadari ini adalah malam terakhirnya bersama teman dan juga gurunya. Kedua sejoli itu sangat totalitas selama pesta berlangsung, meski pun bukan king and queen malam itu, mereka sangat bahagia karena masih memiliki kenangan satu lagi untuk mereka simpan.~Setelah acara selesai Mayan
Terdengar suara motor memenuhi halaman rumah Mayang yang tidak terlalu luas. Mayang sedikit berlari membukakan pintu, dilihatnya Eric sedang tersenyum sambil melepas helm catok berwarna silver dan terpampang stiker Slank di sisi kirinya."Kangen banget sampai jemput aku keluar gitu." goda Eric.Mayang yang tidak mendengarkannya segera menarik tangan Eric agar segera masuk ke dalam rumahnya. "Aku mau tanya sama kamu, tapi ini serius banget dan aku mau kamu jawab jujur." tuntut Mayang setelah mereka berdua duduk di kursi ruang tamu Mayang."Apaan sih, May?" tanya Eric penasaran.“Tangan kamu kemaren kenapa diperban?" tanya Mayang."Itu lagi sih May, terkilir. Aku kemaren kan udah bilang gitu." jawab Eric sambil meraih kantong plastik di atas meja, melihat ada bungkusan dan satu botol teh. Eric membuka teh itu dan meminumnya."Kenapa bisa terkilir?" tanya Mayang lagi.