Banyu yang melihat Mayang tiba-tiba memeluknya dan menangis di dalam pelukannya, membuatnya lebih mengeratkan pelukan itu. Mengelus punggung bergetar itu untuk lebih menenangkan hati Mayang. Banyu memang tidak tahu, apa masalah yang dihadapi Mayang, yang dia tahu hanya Banyu tak ingin melihat Mayangnya bersedih saat ini, dan untuk selamanya. Wajah pilu Mayang membuatnya sesak dan sulit bernafas. Banyu hanya ingin melihat senyuman manis saja yang tercetak di wajah ayu itu.
Setelah Mayang merasa cukup tenang, Mayang melepas pelukan itu dan menghapus sisa air mata yang membasahi pipi pucatnya.
“Sudah makan?” tanya Banyu yang melihat Mayang sedikit tenang saat ini. Ikut membersihkan sisa air mata itu, dan mengelup pipi Mayang setelahnya.
Tidak ada jawaban, Mayang hanya menggeleng karena dia memang belum makan dari siang tadi.
“Yaudah, ganti baju atau pake jaket. Aku tunggu di luar.” kata Banyu sambil mengecup kening May
Hari ini Banyu ingin mengajak Mayang berkeliling kota Tulungagung. Dengan menunggangi motor kesayangannya itu, Banyu membelah ramainya jalan Nasional Tiga. Berbelok kanan ke jalan Pangeran Diponegoro dan memutari jalan RA. Kartini sampai beberapa kali.Mayang melihat sekelilingnya dengan sangat takjub, dia tidak menyangka kota ini sama indahnya dengan kota kelahirannya.Setelah cukup lama berputar di sekeliling taman Aloon-aloon Tulungagung, Banyu memarkirkan motor RX-Kingnya di seberang kantor DPRD Kabupaten Tulungagung.Mayang turun dan melepas helm yang dikenakannya, menautkan pengamannya dan menaruhnya di atas spion motor Banyu.Banyu juga melakukan hal yang sama dengan Mayang. Setelah selesai, dia segera menggandeng tangan Mayang dan membawanya masuk ke dalam taman itu. “Di sini banyak burung Dara, ikan Emas, air mancur, kamu suka?” kata Banyu menjelaskan tentang tempat yang dikunjunginya.
Sudah beberapa hari Mayang sibuk dengan pekerjaannya. Meski tidak ada Banyu yang menemaninya, tapi pesan dan juga telepon darinya tidak pernah telat sedikit pun, meski hanya berisi pertanyaan sudah makan atau belum yang dikirim beberapa kali, tetap saja sangat berkesan menurut Mayang.“Setelah ini, masuk kantor saya.” perintah Manajer SPBU mengagetkan Mayang yang sedang mengisi laporan harian.“Iya, Pak. Siap.”~Tok..tok..tok..“Permisi, Pak.” Mayang masuk kantor Manajer setelah mengetuk pintu ruangan itu.“Duduk. Ada berita bagus. Ada SPBU baru dan mencari seorang Manajer sekarang, gak jauh, di Tulungagung kota sana.” memang Manajernya itu cukup dekat dengan Mayang karena hanya Mayang yang tidur di SPBU dan mudah dimintai tolong.“Tapi Pak, itu tanggung jawabnya berat, aku masi
Bukannya pulang, Eric mengajak Mayang ke Alun-alun Tugu dan duduk di bangku yang kosong di depan Masjid Agung Jami’. Suasana yang cukup sepi membuat dua insan yang dilanda rindu itu mencurahkan isi hati mereka.Eric memeluk Mayang lagi meski pun sekarang mereka berada di posisi duduk. Sangat erat seakan tidak ada lagi hari esok bagi Eric untuk melakukan hal itu. “Aku kangen. Kamu ke mana aja?” Eric melepas pelukannya dan memperhatikan wajah Mayang, “Kamu semakin kurus, May.” imbuhnya.“Gak papa, Eric. Aku sehat kok. Kamu kok di rumah?” ini bukan saat liburan dan menemukan Eric di sini sangatlah langka.“Aku ambil cuti lima hari. Aku udah dari kemaren di rumah. Seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Aku---”Ddrrrrrrtttt… .Eric merogoh ponselnya yang bergetar di dalam sakunya, menggeser tombol berwarna hijau itu dan menemp
“Nduk … ayo bangun, jadi ikut ibu ke pasar apa tidak.” ibu Mayang mengguncang pelan tubuh anak gadisnya yang masih terlelap dan bermain di alam mimpi.Mayang menggeliat pelan dan membuka matanya yang terasa berat, entah pukul berapa dia terlelap semalam. “Mayang gak jadi ikut, Bu. Nanti kalau mau berangkat aku mampir dulu ke pasar, sekitar jam sepuluh aku berangkat.” jawab Mayang malas, dia malah memeluk ibunya erat sekarang, sangat manja.“Ya sudah, ibu berangkat dulu. Ibu tadi masak sambal pokak sama teri, banyak. Nanti kamu bawa kerja kalau mau.” ibu Mayang mengecup kening anak gadisnya dengan sayang, lalu beralih ke pipi kanan dan kiri. “Ibu berangkat dulu.” ibu Mayang segera keluar dan meninggalkan Mayang yang masih meringkuk di bawah selimutnya.Kota Malang memang lebih sejuk dibanding dengan kota Tulungagung dan itu membuat Mayang malas bangun pagi ini. Tanpa
Mayang bersiap untuk bekerja siang ini. Dengan semangat baru yang dimilikinya, Mayang membuka shifnya dengan tawa di sepanjang waktu kerjanya.“Habis dapet togel?” tanya Manajer Mayang heran karena melihatnya tersenyum dari tadi.“Apaan sih, Pak? Ini jatuh cinta namanya.” jawab Mayang antusias. Sambil berfokus dengan absensi para anggotanya, Mayang tetap menjawab hangat obrolan yang dilontarkan oleh Manajernya itu.“Sama yang tiap malem ke sini?”Deg.Mayang seperti tertarik ke dimensi lain, bagaimana dia bisa lupa dengan Banyu selama berada di rumah. Seperti diingatkan, Mayang segera mencari ponsel di dalam tas pinggangnya dan mencari nama Banyu di kontak ponselnya.“Ye ... malah main HP.” ledek Manajer Mayang dan berlalu menjauh darinya.Tanpa ingin menjawab ledekkan Manajernya, Maya
Sebuah ruangan yang tidak terlalu lebar namun cukup menawan dengan dekorasi yang ada di setiap sudutnya.Seorang lelaki duduk sambil menautkan kedua tangannya di atas meja yang terdapat beberapa buku di atasnya, “Bagaimana?”“Sudah saya laksanakan.”“Bagus, tetap simpan dan jangan sampai baterainya habis. Buka semua pesan tapi jangan angkat telepon apa pun dan dari siapa pun.” lelaki itu melempar sebuah amplop yang sudah diisi beberapa lembar uang berwarna merah di dalamnya.~Malam ini cukup sepi. Tanpa teman mau pun kawan. Mayang sampai bosan memainkan ponselnya saat ini. Tapi tetap saja tidak menemukan yang menarik di sana.Mayang mengambil jaket dan berjalan ke luar ruang istirahatnya. Mungkin memakan makanan yang manis akan meningkatkan moodnya lagi.Di sebelah SPBU ada penjual martabak manis. Rasa
Tanpa mengirim pesan terlebih dahulu, Banyu langsung memacu motor RX-King kesayangannya ke SPBU yang ditempati Mayang.Mayang yang sedang membaca cerita fantasi dari ponselnya terkejut saat sebuah panggilan masuk dari Banyu mampir ke ponsel yang sedang dipegangnya sekarang. Tanpa mengulur waktu lagi, Mayang segera mengangkat panggilan itu. “Halo, Mas.”[Aku di luar.]Tut.Mayang segera merapikan rambutnya dan memandang pantulan tubuhnya di dalam cermin, tidak buruk dan cukup sopan. Mayang segera keluar dari tempat istirahatnya dan menemukan Banyu yang berada di atas motornya tanpa ekspresi apa pun di wajah tampannya.Mayang mendekat di sebelah Banyu tanpa mengatakan apa pun, dia pun juga tidak tahu harus mengatakan apa untuk mengusir kecanggungan ini.“Jalan yuk.” Banyu tidak ingin menjadi perhatian teman-teman Mayang jika semaki
Banyu baru saja menyelesaikan olah raganya. Dia sedang duduk di kursi santai dan menikmati sebotol air lemon untuk menyegarkan tubuhnya kembali. Semarah apa pun dengan Mayang tetap dia tidak bisa mengabaikannya.“Bang, ada barang datang, sama Siska.” kata lelaki yang biasa mengatur pekerjaan Banyu.Banyu mengangguk, “Siapkan semuanya, aku keluar sebentar lagi.”“Siapa, Sayang?” mama Banyu tiba-tiba masuk ke dalam ruang olah raga karena ingin berlatih yoga.“Temanku akan datang, Ma.”“Mayang?”Banyu tersenyum, “Siska.”“Jauhi anak itu, mama tidak suka, apa lagi melihat bajunya yang membuat mata mama sakit.” memang Siska selalu berpakaian seksi di mana pun dia memiliki kesempatan.“Iya, Ma. Banyu mandi dulu.” Banyu pun segera