“Nduk … ayo bangun, jadi ikut ibu ke pasar apa tidak.” ibu Mayang mengguncang pelan tubuh anak gadisnya yang masih terlelap dan bermain di alam mimpi.
Mayang menggeliat pelan dan membuka matanya yang terasa berat, entah pukul berapa dia terlelap semalam. “Mayang gak jadi ikut, Bu. Nanti kalau mau berangkat aku mampir dulu ke pasar, sekitar jam sepuluh aku berangkat.” jawab Mayang malas, dia malah memeluk ibunya erat sekarang, sangat manja.
“Ya sudah, ibu berangkat dulu. Ibu tadi masak sambal pokak sama teri, banyak. Nanti kamu bawa kerja kalau mau.” ibu Mayang mengecup kening anak gadisnya dengan sayang, lalu beralih ke pipi kanan dan kiri. “Ibu berangkat dulu.” ibu Mayang segera keluar dan meninggalkan Mayang yang masih meringkuk di bawah selimutnya.
Kota Malang memang lebih sejuk dibanding dengan kota Tulungagung dan itu membuat Mayang malas bangun pagi ini. Tanpa
Mayang bersiap untuk bekerja siang ini. Dengan semangat baru yang dimilikinya, Mayang membuka shifnya dengan tawa di sepanjang waktu kerjanya.“Habis dapet togel?” tanya Manajer Mayang heran karena melihatnya tersenyum dari tadi.“Apaan sih, Pak? Ini jatuh cinta namanya.” jawab Mayang antusias. Sambil berfokus dengan absensi para anggotanya, Mayang tetap menjawab hangat obrolan yang dilontarkan oleh Manajernya itu.“Sama yang tiap malem ke sini?”Deg.Mayang seperti tertarik ke dimensi lain, bagaimana dia bisa lupa dengan Banyu selama berada di rumah. Seperti diingatkan, Mayang segera mencari ponsel di dalam tas pinggangnya dan mencari nama Banyu di kontak ponselnya.“Ye ... malah main HP.” ledek Manajer Mayang dan berlalu menjauh darinya.Tanpa ingin menjawab ledekkan Manajernya, Maya
Sebuah ruangan yang tidak terlalu lebar namun cukup menawan dengan dekorasi yang ada di setiap sudutnya.Seorang lelaki duduk sambil menautkan kedua tangannya di atas meja yang terdapat beberapa buku di atasnya, “Bagaimana?”“Sudah saya laksanakan.”“Bagus, tetap simpan dan jangan sampai baterainya habis. Buka semua pesan tapi jangan angkat telepon apa pun dan dari siapa pun.” lelaki itu melempar sebuah amplop yang sudah diisi beberapa lembar uang berwarna merah di dalamnya.~Malam ini cukup sepi. Tanpa teman mau pun kawan. Mayang sampai bosan memainkan ponselnya saat ini. Tapi tetap saja tidak menemukan yang menarik di sana.Mayang mengambil jaket dan berjalan ke luar ruang istirahatnya. Mungkin memakan makanan yang manis akan meningkatkan moodnya lagi.Di sebelah SPBU ada penjual martabak manis. Rasa
Tanpa mengirim pesan terlebih dahulu, Banyu langsung memacu motor RX-King kesayangannya ke SPBU yang ditempati Mayang.Mayang yang sedang membaca cerita fantasi dari ponselnya terkejut saat sebuah panggilan masuk dari Banyu mampir ke ponsel yang sedang dipegangnya sekarang. Tanpa mengulur waktu lagi, Mayang segera mengangkat panggilan itu. “Halo, Mas.”[Aku di luar.]Tut.Mayang segera merapikan rambutnya dan memandang pantulan tubuhnya di dalam cermin, tidak buruk dan cukup sopan. Mayang segera keluar dari tempat istirahatnya dan menemukan Banyu yang berada di atas motornya tanpa ekspresi apa pun di wajah tampannya.Mayang mendekat di sebelah Banyu tanpa mengatakan apa pun, dia pun juga tidak tahu harus mengatakan apa untuk mengusir kecanggungan ini.“Jalan yuk.” Banyu tidak ingin menjadi perhatian teman-teman Mayang jika semaki
Banyu baru saja menyelesaikan olah raganya. Dia sedang duduk di kursi santai dan menikmati sebotol air lemon untuk menyegarkan tubuhnya kembali. Semarah apa pun dengan Mayang tetap dia tidak bisa mengabaikannya.“Bang, ada barang datang, sama Siska.” kata lelaki yang biasa mengatur pekerjaan Banyu.Banyu mengangguk, “Siapkan semuanya, aku keluar sebentar lagi.”“Siapa, Sayang?” mama Banyu tiba-tiba masuk ke dalam ruang olah raga karena ingin berlatih yoga.“Temanku akan datang, Ma.”“Mayang?”Banyu tersenyum, “Siska.”“Jauhi anak itu, mama tidak suka, apa lagi melihat bajunya yang membuat mata mama sakit.” memang Siska selalu berpakaian seksi di mana pun dia memiliki kesempatan.“Iya, Ma. Banyu mandi dulu.” Banyu pun segera
Banyu mendekati Mayang dan memeluknya dari belakang, Banyu takut angin pantai yang kencang akan membuat Mayang kedinginan nanti. “Dingin.” Banyu mengeratkan pelukannya, menciumi puncak kepala Mayang berkali-kali. Sungguh dia sangat menyayangi Mayangnya ini.“Makasih, Mas. Udah bawa aku ke sini.” Mayang membuka matanya dan berbalik menghadap Banyu. Karena tinggi badan Banyu jauh di atas Mayang, jadilah Mayang hanya mencium dagu Banyu saja dan segera memeluk Banyu, menempelkan telinga kanannya ke dada Banyu untuk mendengar irama detak jantung yang sangat merdu itu.Sikap manja Mayang membuat Banyu semakin tak ingin kehilangan saja, “Yang.” Panggilnya.Mayang yang merasa dipanggil segera mendongakkan kepalanya untuk melihat Banyu.Menyadari jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan Mayang membuat Banyu menyeringai, dia pun segera mencium mesra bibir merah muda Mayang, m
Setelah memberi kabar gembira kepada ibunya, Mayang segera menelepon Banyu. Hanya dia yang dimilikinya sekarang. Seseorang yang mau menerimanya apa adanya tanpa memedulikan apa latar belakang dan bagaimana kehidupannya yang dahulu.[Aku ke sana sebentar lagi, Yang. Kita harus merayakannya.] Banyu ikut senang menerima kabar dari gadisnya.“Tapi aku masih besok Mas perpisahannya, temen-temen aku mintak ditraktir, trus aku juga belum beres-beres.” jujur Mayang karena SK ini begitu mendadak.[Apa besok masih bekerja masuk malam?] Banyu cukup hafal dengan jadwal masuk Mayang.“Enggak, Mas. Tapi mau makan-makan besok.”[Ke mana?]“Cuma beli katering aja kok, Mas. Kalo sekarang kan aku belum pesan, bisanya masih besok.”[Cepat kemasi barangmu saja, sebentar lagi aku akan ke sana dan membawa katering untuk tema
Mayang belum makan dari tadi. Dia berjalan ke dapur dan berharap bisa menemukan apa saja untuk dimakan nanti. Selain lemari pendingin yang penuh dengan air dingin, tidak ada lagi yang didapatkan Mayang. Mayang cemberut sambil mengelus perutnya dan berjalan ke luar ingin membeli makanan saja agar cacing dalam perutnya tidak terlalu lama berdemo.“Non?” tanya pak satpam.“Pak, ada warung dekat sini gak. Saya sangat lapar dan tidak menemukan apa pun di dapur.” keluh Mayang.“Warung jauh, Non. Tapi biasanya kalo malam ada penjual nasgor sama sate keliling.”“Ya udah saya ikut duduk di sini ya, Pak.” Mayang segera menjatuhkan bokongnya di samping pak satpam.“Jangan, Non. Kotor. Nanti kalau lewat bapak panggil.” satpam itu pun berdiri, mengusir halus Mayang karena akan sangat tidak pantas jika duduk berdua antara satpam dan n
Nyaman. Mayang menggosokkan kepalanya ke kulit hangat yang menempel di wajahnya. Aroma maskulin yang menguar memenuhi indra penciumannya membuat Mayang sangat damai pagi ini. Gulingnya saja sangat hangat dan seperti benar-benar nyata.Mayang mengercit, bukankah Mayang tidak memiliki guling di kamarnya.Mayang membuka matanya dan sedikit kaget karena dia tidak menemukan guling tapi malah menemukan dada seorang laki-laki. “Aaaaaaa…!!!” teriak Mayang sambil mendorong orang yang telah lancang bertelanjang dada di depannya sepagi ini.Brukk.“Au?!!” Banyu bangun dari lantai setelah jatuh dari atas ranjangnya dan mengusuk bokongnya yang sedikit linu. “Yang?!! Ini masih terlalu pagi untuk berdebat. Dan bokongku sakit.” Banyu kembali masuk ke dalam selimut yang menutupi tubuh Mayang.“Mas ngapain tidur di kamar aku?” Mayang bertanya