Mayang bergeming di tempatnya. Pemandangan yang membuat tubuhnya menegang tidak bisa digerakkan sama sekali.
Seorang gadis dengan pakaian yang kekurangan bahan sedang mengelus sesuatu yang letaknya berada di bawah perut seorang pria, dan lihat pria itu sesekali memejamkan matanya seakan sangat menikmati perbuatan yang sangat menjijikkan jika dilakukan di tengah keramaian seperti sekarang ini.
“Oh, kau sudah keras Sayang.” kata gadis seksi itu tanpa melepaskan elusannya.
“Kembalikan saja barangku, aku akan mengurus adikku sendiri.” kata pria bermata tajam itu.
“Ciumlah aku dengan sangat panas dan aku akan mengembalikannya, aku janji, dan kau bisa memegang kata-kataku.”
“Kau gila?”
“Kau bisa memasukiku kalau kau mau. Aku akan sangat senang.”
“Cukup satu ciuman dan cepat kembalikan barangku.” kata pria itu dan segera memegang dagu gadis yang ada di depannya.
<Tubuh Mayang benar-benar lemas sekarang. Bahkan setelah menghabiskan makanan yang dibawakan Banyu saja tubuhnya tetap tak bertenaga.Banyu melihat Mayang yang tak mengatakan apa pun menjadi takut kalau Mayang merasakan sakit di badannya, “Kita ke dokter ya?”Mayang menggeleng. Dia tetap menempelkan kepalanya di dada bidang Banyu.“Ya udah tidur lagi aja, biar besok bangun badan udah seger.” Banyu agak merebahkan tubuhnya dan membawa Mayang agar kembali berbaring dan mengistirahatkan badannya lagi.Setelah melihat Mayang kembali tidur, Banyu membenarkan posisi Mayang dan membawa bekas makanan Mayang ke dapur. Mengambil ponselnya dan memanggil seseorang untuk memeriksa Mayang karena Mayang beberapa kali mengigau dan badannya juga panas.Sekitar satu jam lebih menunggu dan dokter yang biasa memeriksa keluarga Banyu pun tiba di rumah Banyu sekarang, “Maaf mengganggu selarut ini.” kata Banyu sambil berja
Mayang senang melihat tanggal merah di kalender yang menunjukkan hari Sabtu, dan itu artinya dia akan libur dua hari untuk mari minggu juga. Setelah berpamitan dengan Banyu kalau dia ingin pulang ke Malang, sore ini sepulang kerja Mayang sudah berada di dalam kereta apa Dhoho-Penataran yang akan membawanya ke Malang.Mayang menolak saat Banyu akan ikut dengannya karena dia tidak mau ibunya semakin khawatir memikirkan Mayang yang berada di perantauan dan memiliki seorang pacar.Pukul sembilan malam dan Mayang baru saja sampai di depan rumahnya. Setelah berpelukan dan sedikit bertukar cerita Mayang memilih tidur sekamar dengan ibunya sekarang.~~~Masih petang dan suara gaduh sudah terdengar dari dapur Mayang. Mayang pun bangun dan ikut mempersiapkan apa saja yang akan dibawanya ke pasar pagi ini. “Aku ikut ya, Bu?”“Gak capek, Nduk? Semalam kamu sudah malam nyampeknya.” tanya ibu Ma
Cukup larut saat Mayang tiba di stasiun Tulungagung kota. Mayang berniat meminta Banyu untuk menjemputnya, tapi setelah mendapati ponselnya yang ternyata gelap dan tidak bisa dihidupkan, Mayang memilih untuk naik ojek agar segera sampai di rumah Banyu.Sesampainya di depan rumah Banyu, Mayang memelankan langkahnya saat mau memasuki rumah, melihat ke arah garasi yang sekarang sedang kosong menandakan Banyu tidak ada di rumah ini. Mayang segera masuk ke dalam kamarnya, mengecas ponselnya agar segera bisa dinyalakan, dan segera mencari handuk untuk membersihkan dirinya.Selesai membersihkan diri dan berganti baju santai untuk busana tidurnya malam ini, Mayang segera meraih ponselnya dan menghidupkannya. Banyak pesan masuk dari Banyu, tapi sebelum membalas pesan itu, Mayang lebih memilih untuk mengirim pesan ke ibunya untuk mengabari bahwa dia sudah tiba di Tulungagung dengan selamat. Setelah itu barulah Mayang menelepon Banyu.
Entah kenapa hari ini perasaan Banyu sangat tidak nyaman. Pikirannya melayang ke sosok Mayang sejak tadi. Setelah menyelesaikan transaksinya dengan Siska, Banyu segera memacu mobilnya pulang untuk menemui Mayang.Tidak membutuhkan waktu lebih dari 30 menit dan Banyu sudah tiba di rumahnya. Saat memarkir mobilnya dan mendapati motor Mayang berada di tempat biasanya, membuat Banyu merasa lega, setidaknya Mayang aman sekarang.“Den? Baru datang?” sapa bibi saat melihat Banyu.“Mayang ke mana, Bi?” tanya Banyu yang mendapati suasana rumah yang sangat sepi menurutnya.“Mungkin sedang tidur, Den. Dari tadi bibi juga belum lihat, habis ngasih makan Koi tadi pagi non Mayang masuk lagi.” jelasnya.Banyu mengangguk, mencari Mayang ke kamarnya dan menemukan ruang yang kosong dan sepi. Banyu segera meraih ponselnya dan mencoba menelepon Mayang, tapi hanya
Banyu dan Mayang sedang menyantap makan malam sekarang.“Mas kok tumben datang ke sini?” tanya Mayang disela makannya.“Ini kan rumahku juga Yang.” Banyu bersikap secuek mungkin.“Hmmm … Mas tadi nyampe jam berapa?”“Kamu kapan tau tentang ruangan di balik rak buku itu?” Banyu sangat ingin menanyakan hal itu.“Tadi pas baca gak sengaja kebuka pas aku naikin raknya.”“Ngapain naik rak?”“Gak nyampe, yang pengen aku baca ada di atas soalnya.”Banyu baru saja menyelesaikan makannya dan meraih air perasan lemon yang diberi sedikit es batu, meneguknya perlahan lalu membawanya serta berdiri dari duduknya, “Aku nonton TV, habisin dulu makananmu.” Banyu segera berlalu dari tempat itu.Mayang tersenyum, s
Mayang semakin dekat dengan Banyu mau pun dengan mama Banyu. Bahkan terkadang Mayang juga menemani Banyu yang sedang panen di peternakan ayam, atau pun ikut ke rumah Ngunut untuk melepas rindunya dengan ibunya di Malang. Rasa hangat yang diberikan mama Banyu membuat Mayang sangat nyaman ketika berada di dekatnya. Seperti sekarang ini, Mayang dalam perjalanan pulang setelah seharian menemani mama Banyu di Ngunut.“Nanti aku tinggal, ya?” Banyu sesekali menoleh ke Mayang meski sedang berkendara sekarang.“Tapi aku mau bobok sama Mas, kan udah beberapa minggu ini Mas bobok di Ngunut terus.” manja Mayang.“Iya, tapi gak bisa. Mama pengen kita nikah baru boleh tidur bareng.”“Tapi kan gak pernah ngapa-ngapain.”“Kamu pengen kita ngapa-ngapain?”“Ya … bukan itu maksudku, ah … Mas gak se
Marco memilih mengajak Mayang untuk mencari sarapan hari ini, setelah mengetahui bahwa Mayang belum makan dan berniat ingin kembali ke Tulungagung tempatnya bekerja. Dan sarapan nasi pecel lodeh adalah perpaduan yang komplit menurut kebanyakan orang seperti Marco dan Mayang saat ini.“Kamu kuliyah di mana?” tanya Mayang.“Surabaya, aku masih tiga hari di Malang dan sangat beruntung karena bisa bertemu denganmu.” Marco berbicara sambil menikmati sepiring nasi komplit dengan lodeh gori dan balado telur.“Iya, ini memang udah direncanain mau temu kangen sama ibu. Oiya, makasih ya, ATM sama tempat buat ibu jualan, masih aku gunain sampe sekarang.”“Gak usah dipikirin, yang penting berguna. Kamu juga dateng di acara semalem?”“Ada acara apa, kok aku harus dateng?
Mayang sedikit menggigil. Tidur dengan posisi duduk di atas toilet dan tidak memakai apa pun selain celana dalam tipis yang sudah tidak nyaman dikenakan itu. Dia pun juga tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya, dia takut kalau Eric akan melakukan seperti semalam lagi.Tok. Tok. Tok.“May, aku membawakan makanan untukmu, aku akan menaruhnya di depan pintu dan akan keluar setelah ini, cepatlah keluar, aku janji akan segera mengantarmu ke Tulungagung.” Eric sangat khawatir karena tidak mendengar apa pun dari dalam sana. Segera meletakkan nampan berisi sepiring nasi dan lauk yang Eric yakin Mayang akan suka, dan juga segelas teh hangat, ke lantai di depan pintu toilet itu dan keluar dari kamar itu lagi setelahnya.Mayang tetap bergeming di tempatnya. Setelah cukup lama dan tidak mendengar suara apa pun di balik pintu itu, Mayang membuka pintu toilet perlahan dan