"Eh, masa sih pak-"
"Papa!" teriakan suara anak kecil yang seketika menghentikan ucapan Wika.
"Ada apa sayang?" tanya Pras menundukkan tubuhnya berjongkok di sisi sang putri menyesuaikan tinggi badannya dengan sang anak.
"Mana cokelat Vania, katanya papa mau belikan tapi kenapa masih disini?" ucap bocah perempuan kecil umur sekitar tiga tahunan yang tengah merengek pada papanya.
"Ah iya, papa lupa sayang." Pras menepuk jidatnya dengan sebelah tangan.
"Papa, apa ini?" tunjuk Vania pada piring yang berisi kue cokelat buatan mama Wika.
Pras melirik ke arah piring dan seketika mempunyai ide. "Sayang, bagaimana jika makan ini saja, ini namanya kue cokelat. Banyak cokelatnya loh, iya kan kakak cantik?" ujar Pras menoleh ke arah Wika dengan kedipan mata berulang kali.
"Ah, i-iya." jawab Wika terbata dan menganggukkan kepalanya. Wika tersipu malu ketika Pras memanggilnya dengan sebutan kakak cantik.
"Papa, kakak ini siapa?" tanya Vania menunjuk ke arah Wika dan menatapnya dari atas ke bawah, bergantian dari bawah ke atas.
"Uhm, kakak cantik ini tetangga kita sayang, itu rumahnya." Pras menunjuk ke arah sebelah.
Kepala mungil Vania mengangguk-angguk mengerti dengan mulut yang membentuk huruf o.
"Papa, Vania mau itu!" seru Vania melompat-lompat gembira menunjuk ke arah kue bolu cokelat itu.
"Tentu sayang, kamu boleh makan sepuasnya. Tapi, sebelum itu kamu bilang terima kasih dulu sama kakak cantik." ucap Pras mengajarkan anaknya untuk selalu memiliki rasa bersyukur dan terima kasih kepada setiap orang yang memberi mereka berupa makanan, dll.
"Terima kasih ya kakak cantik," ucap Vania pada Wika yang terpukau dengan sikap bocah kecil itu.
"Sama-sama sayang. Oooh, gemasnya." Wika ikut menundukkan tubuhnya berjongkok, menyentuh pipi gembul Vania yang lembut dan mencubitnya pelan.
"Apakah sakit?" Vania menggeleng.
Wika yang sangat-sangat gemas pun mengecup pipi Vania lama hingga membuat pipi Vania basah karena air liurnya. Vania manyun seraya mengusap pipinya yang menempel sedikit liur Wika.
Wika tertawa melihat tingkah Vania. "Dia sangat lucu dan menggemaskan pak." ucap Wika menoleh dan tersenyum ke arah Pras. Pras yang juga tengah menatap Wika pun terpukau dengan senyuman gadis itu.
Untuk beberapa saat mereka saling menatap dalam diam hingga Vania yang keheranan pun mengguncang- guncang pelan bahu papanya. Wika dan Pras tersadar dan kompak saling membuang pandangan ke arah lain.
"Papa dan kakak cantik, kenapa?" tanya Vania polos melirik bergantian pada Pras dan Wika.
Keduanya tertegun dengan pertanyaan Vania, Wika tampak salah tingkah dan ingin segera melarikan diri dari situ. Untungnya Pras langsung mengalihkan pembicaraan pada Vania dan mengajak putrinya itu untuk segera masuk.
Pras mengucapkan terima kasih sekali lagi pada Wika dan berjanji akan segera mengembalikan piring tempat kue bolu cokelat itu setelah nanti ia cuci bersih. Wika mengangguk dan melangkah pergi dari rumah Pras yang langsung menutup pintunya.
"Papa, kakak tadi itu cantik ya." ucap Vania memuji wajah cantik Wika.
Pras mengangguk dan tersenyum pada putrinya, sambil menggandeng tangan Vania menuntunnya berjalan ke meja makan.
"Papa, mau kue cokelat!" pinta Vania merengek pada Pras.
"Iya," kata Pras meletakkan piring cokelat itu ke atas meja makan. Pras mengangkat Vania dan mendudukkannya di salah satu kursi, lalu Pras memberikan sepotong kue cokelat itu pada Vania.
Dengan cepat dan semangatnya Vania langsung menyomot kue cokelat itu, Pras sampai tertawa melihat tingkah putrinya yang menggemaskan.
"Vania, mau roti?" tawar Pras yang kini sudah duduk di kursi samping Vania.
Pria itu mengambil roti tawar lalu mengolesinya dengan selai rasa kacang. Vania menggelengkan kepalanya tanda tidak mau.
"Vania mau makan kue cokelat ini saja, papa."
Pras menggangguk, "baiklah, apakah rasanya enak?"
"Sangat enak papa." kata Vania dengan mulut penuh berisi kue cokelat.
Pras mengangguk seraya sebelah tangannya mengacak-acak pelan rambut anaknya. Pras sangat berterima kasih sekali pada tetangga sebelah rumahnya.
*****
Siang hari....
Pras baru saja menidurkan Vania di kamarnya, jika hari libur maka biasanya Pras akan menghabiskan seharian waktunya di rumah bersama sang anak. Di hari libur pula Vania tidak ia titipkan ke rumah adik perempuannya, Sofi.
Kini Pras sedang sibuk di ruang kerjanya, memeriksa kembali kumpulan tugas-tugas dari para mahasiswa dan mahasiswinya dengan di temani secangkir kopi hitam panas.
Konsentrasi Pras terganggu saat teringat kejadian tadi, senyum tipis terukir di wajah tampannya mengingat bagaimana tadi sikap salah satu mahasiswi di kampusnya.
Sedari awal saat joging tadi Pras tahu dan lihat Wika, tapi wanita itu dengan cueknya bersikap angkuh seperti tak mengenalnya, dan lucunya Wika menutupi separuh wajahnya dengan tutupan kepala hoddie yang wanita itu kenakan.
Pras juga tak mengharapkan sikap ramah tamah yang terkesan memaksa mahasiswa dan mahasiswinya. Pras juga tidak menyangka dengan kepindahan rumahnya ini membuat ia bertetangga dengan Wika.
Dan lihatlah bagaimana jahatnya Pras membalas kesombongan Wika dengan berpura-pura tak mengenali wanita itu. Rasanya Pras ingin tertawa terbahak saja saat itu, melihat bagaimana wajah tercengang Wika yang syok karena Pras tak mengenal dirinya.
Bagaimana mungkin Pras tidak mengenal gadis itu, mahasiswi yang sangat sering bolos ketika jam pelajarannya. Pras bukannya tidak tahu jika Wika memang sengaja melakukannya, hanya saja Pras lebih memilih membiarkannya karena tak ingin amarah menguasainya hanya karena seorang gadis nakal.
Pras terkekeh, "Wika Adelia." gumam Pras dengan bibir yang menyebutkan nama Wika.
Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang gadis yang masih meringkuk manja di dalam selimut putih tebal yang membungkus tubuh mungilnya.Wika berdecak sebal saat mendengar suara teriakan mamanya yang membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Bu Asti geleng-geleng kepala melihat anak gadisnya yang belum juga bangun, kebiasaan klasik seorang Wika yang sangat susah bangun pagi."Wika, bangun sayang, hari ini kamu ada kelas pagi kan?" panggil Bu Asti mengguncang-guncang tubuh anaknya."Ehmmm," Wika berdeham sebagai jawaban."Ya Tuhan! Anak ini, kenapa sangat susah sekali membangunkannya?!" desah Bu Asti merasa frustasi dan menyerah menghadapi Wika.Mendengar suara derap langkah kaki yang mulai berjalan menjauh dari kamarnya, Wika langsung membuka selimut dan duduk di ranjang dengan kepala bersandar di kepala ranjang."Aishh! Mala
Wika pov.Aku tidak akan pernah menyangka jika hari ini aku berada di dalam satu mobil bersama pak Pras, di dalam mobil miliknya.Mama dan papaku juga bahkan tak menolak tawaran pak Pras yang mengajakku untuk berangkat bersama. Mau tak mau pun aku akhirnya terpaksa patuh, dan disinilah aku sekarang berada.Ku lirik pak Pras yang tampak fokus menyetir, wajah tampannya terlihat makin tampan jika di lihat dari jarak sedekat ini. Rahang yang tegas dengan warna kulit putih alami, lalu bibirnya yang tebal berwarna merah alami. Entah kenapa fokus mataku hanya tertuju pada bibir pak Pras, membayangkan bibir pria itu yang terbuka ketika bicara dengan lawan bicaranya.Aku menggelengkan kepala berulang kali saat tak bisa lepas dari bibirnya, eh maksudku tak bisa lepas fokus dari bibirnya."Kenapa?" tanya pak Pras yang tak mengalihkan perhatiannya dan tetap fokus menatap jalanan depan."Apanya ya pak?" tanyaku bingung kenapa tiba-tiba ia bertanya.
Pras pov.Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis yang duduk di sampingku saat ini, mahasiswi yang suka bolos di jam mata kuliahku. Apa dia pikir aku ini pria bodoh yang akan dengan sangat gampangnya ia tipu, memasang wajah sedih agar aku mengiba dan membiarkannya pergi untuk tidak kembali mengikuti pelajaran bahasa Inggris."Turun!" titahku setelah memarkirkan mobilku dengan aman. Ku lihat matanya liar jelalatan celingukan kesana-kemari. Aku pun mengikuti arah pandangan matanya."Kenapa? Cari apa?" tanyaku heran.Wika nyengir cengengesan. "Enggak ada pak." "Ya sudah, ayo turun!" titahku dan langsung keluar dari dalam mobil.Setelah aku keluar, Wika tak kunjung keluar dan masih betah di dalam mobilku. Dengan kesal aku melangkah ke sisi mobil yang lain, membuka pintu mobil dan menatap tajam Wika."Apalagi sekarang? Kenapa tidak keluar juga?" tanyaku geram."Sabar dong pak, ini juga mau keluar kok." katanya santai seolah men
Sebelumnya, follow terlebih dahulu.Terima kasih untuk antusias dan support kalian untuk cerita ini Happy reading!Wika pov."Dosen kamvreett!" omelku sangat kesal pada pak Pras.Seharusnya pria itu senang dong karena hari ini aku tidak bolos di jam mata kuliahnya. Ah, tapi apa yang aku dapat hari ini? Cuma di permalukan di depan semua mahasiswa lainnya. Sialll!Sepertinya pak Pras menaruh dendam padaku sehingga dengan sengaja melakukan itu. Bodo ah, apapun itu alasannya tetap saja aku kesal dan benci padanya.Karena di usir dari kelas, tak di izinkan untuk mengikuti mata kuliahnya pun aku memutuskan pergi ke kantin. Memesan makanan pada ibu kantin karena tadi memang aku tidak sempat sarapan. Sementara si Pras kutu kupret itu malah puas sarapan di rumah ku. Lhaa, kan kamvreett banget.Sambil menikmati makanan dan minuman yang ku pesan, aku pun membuka ponsel dan sibuk membu
"Maaf, karena telah salah menuduhmu. Aku pikir kamu salah satu orang dari komplotan penculik yang lagi viral. Melihat bagaimana cara kamu seperti sedang mencoba membujuk keponakan ku." kata Sofi tersenyum canggung, merasa sangat menyesal pada Wika.Wika sebenarnya kesal mendapat tudingan seperti itu, apalagi tadi Sofi bertindak kasar dengan menepiskan tangannya kuat."Tidak apa-apa," jawab Wika kalem."Hhh, aku panik sekali tadi saat tak ada Vania di sampingku. Makanya aku langsung cari dan begitu ketemu malah melihat Vania bersama seseorang." jelas Sofi yang masih merasa tak enak pada Wika."Iya mbak, gak apa-apa.""Kakak cantik, tidak marah?" tanya Vania polos.Wika menggelengkan kepalanya, "enggak sayang." Wika kembali menyentuh lembut pipi Vania."Lain kali Vania jangan nekat pergi sendirian ya," titah Wika yang di angguki Vania cepat."Ah ya, perkenalkan namaku Sofi." ucap Sofi mengulurkan tangan kanannya."Wika, tetan
"Mbak sedang apa?" tanya Wika menghampiri Sofi yang tengah berjibaku di dapur.Sofi menoleh pada Wika dan tersenyum, "masak buat makan malam." jawabnya dan kembali fokus pada bahan-bahan masakannya."Butuh bantuan?" tanya Wika menawarkan diri."Memang kamu bisa masak?"Wika menggeleng, "ya gak terlalu sih, tapi aku bisa masak air, masak mie instan dan telur dadar. Hehe, hanya itu yang paling gampang." tukas Wika nyengir."Dasar!" Sofi geleng-geleng kepala."Ah, aku mau bantu, boleh ya?" tanya Wika yang kini sudah memegang pisau dan mengambil satu buah kentang untuk ia kupas.Sofi hanya diam membiarkan Wika yang berniat ingin membantunya, tak ada salahnya juga toh Sofi jadi lebih merasa terbantu."Mbak tinggal sendirian disini?" tanya Wika memecahkan suasana hening diantara mereka."Ya." jawab Sofi singkat.
Ini sudah dua hari berlalu semenjak Wika yang berada di rumah Sofi, sejak malam itu ketika Pras dan Wika pulang bersama dari rumah Sofi, setelahnya mereka berdua terlihat tak saling bertemu baik di rumah maupun di kampus.Selama dua hari ini pula Wika terlihat menjadi mahasiswa yang rajin di kampusnya. Tak pernah bolos lagi di mata kuliah lainnya kecuali bahasa Inggris, tak ada alasan mengapa Wika memilih bolos di mata kuliah Pras, intinya ia hanya tak suka saja dengan Pras yang semakin membuat ia membenci pria itu karena tempo hari Pras sudah membuatnya malu luar biasa.Saat jam istirahat, Wika dan teman-temannya kompak keluar dari kelas dan menuju kantin demi mengisi perut mereka yang sudah sangat lapar."Wika, kau pergi kemana saat tempo hari mengajak ketemuan di mall?" tanya Ulfa setelah mereka berempat sudah duduk manis di kantin."Hmm, aku?" tunjuk Wika pada dirinya sendiri. "Aku ada di mall kok." "Hei, kami berempat datang ke mall tapi kau tak a
Denger ya pak, sorry banget nih, bapak bukan tipe saya. Kata-kata itu terus berputar di kepala dan pikiran Pras. Rangkaian kata-kata yang di ucapkan Wika itu seharusnya membuat Pras senang. Namun anehnya tiap kali kata-kata itu terngiang di telinganya, rasanya Pras mendadak mendidih dan merasa sangat kesal. Dadanya sesak penuh amarah.BRAAAKK.Pras menggebrak meja yang berhasil mengalihkan perhatian dari para dosen-dosen lainnya yang kebetulan berada disitu. "Sialll!" umpat Pras amat sangat kesal dan lagi-lagi berhasil mencuri perhatian teman se-profesinya yang semakin bingung dengan sikap Pras.Hanya karena ucapan seorang gadis kecil yang nakal membuat Pras marah dan mencak-mencak. Lihat saja, Pras akan membalas ucapan Wika.Dan apa tadi dia bilang? Pras bukan tipenya. Hhh, lain waktu ketika Pras bertemu dengannya, maka Pras akan mengatakan hal yang sama."Kau juga bukan tipeku, ciihhhh!" gumam Pras masih belum menyadari keberadaannya