Share

Part 2

"Eh, masa sih pak-"

"Papa!" teriakan suara anak kecil yang seketika menghentikan ucapan Wika.

"Ada apa sayang?" tanya Pras menundukkan tubuhnya berjongkok di sisi sang putri menyesuaikan tinggi badannya dengan sang anak.

"Mana cokelat Vania, katanya papa mau belikan tapi kenapa masih disini?" ucap bocah perempuan kecil umur sekitar tiga tahunan yang tengah merengek pada papanya.

"Ah iya, papa lupa sayang." Pras menepuk jidatnya dengan sebelah tangan. 

"Papa, apa ini?" tunjuk Vania pada piring yang berisi kue cokelat buatan mama Wika.

Pras melirik ke arah piring dan seketika mempunyai ide. "Sayang, bagaimana jika makan ini saja, ini namanya kue cokelat. Banyak cokelatnya loh, iya kan kakak cantik?" ujar Pras menoleh ke arah Wika dengan kedipan mata berulang kali.

"Ah, i-iya." jawab Wika terbata dan menganggukkan kepalanya. Wika tersipu malu ketika Pras memanggilnya dengan sebutan kakak cantik.

"Papa, kakak ini siapa?" tanya Vania menunjuk ke arah Wika dan menatapnya dari atas ke bawah, bergantian dari bawah ke atas.

"Uhm, kakak cantik ini tetangga kita sayang, itu rumahnya." Pras menunjuk ke arah sebelah.

Kepala mungil Vania mengangguk-angguk mengerti dengan mulut yang membentuk huruf o. 

"Papa, Vania mau itu!" seru Vania melompat-lompat gembira menunjuk ke arah kue bolu cokelat itu.

"Tentu sayang, kamu boleh makan sepuasnya. Tapi, sebelum itu kamu bilang terima kasih dulu sama kakak cantik." ucap Pras mengajarkan anaknya untuk selalu memiliki rasa bersyukur dan terima kasih kepada setiap orang yang memberi mereka berupa makanan, dll.

"Terima kasih ya kakak cantik," ucap Vania pada Wika yang terpukau dengan sikap bocah kecil itu.

"Sama-sama sayang. Oooh, gemasnya." Wika ikut menundukkan tubuhnya berjongkok, menyentuh pipi gembul Vania yang lembut dan mencubitnya pelan.

"Apakah sakit?" Vania menggeleng.

Wika yang sangat-sangat gemas pun mengecup pipi Vania lama hingga membuat pipi Vania basah karena air liurnya. Vania manyun seraya mengusap pipinya yang menempel sedikit liur Wika. 

Wika tertawa melihat tingkah Vania. "Dia sangat lucu dan menggemaskan pak." ucap Wika menoleh dan tersenyum ke arah Pras. Pras yang juga tengah menatap Wika pun terpukau dengan senyuman gadis itu.

Untuk beberapa saat mereka saling menatap dalam diam hingga Vania yang keheranan pun mengguncang- guncang pelan bahu papanya. Wika dan Pras tersadar dan kompak saling membuang pandangan ke arah lain.

"Papa dan kakak cantik, kenapa?" tanya Vania polos melirik bergantian pada Pras dan Wika. 

Keduanya tertegun dengan pertanyaan Vania, Wika tampak salah tingkah dan ingin segera melarikan diri dari situ. Untungnya Pras langsung mengalihkan pembicaraan pada Vania dan mengajak putrinya itu untuk segera masuk.

Pras mengucapkan terima kasih sekali lagi pada Wika dan berjanji akan segera mengembalikan piring tempat kue bolu cokelat itu setelah nanti ia cuci bersih. Wika mengangguk dan melangkah pergi dari rumah Pras yang langsung menutup pintunya.

"Papa, kakak tadi itu cantik ya." ucap Vania memuji wajah cantik Wika.

Pras mengangguk dan tersenyum pada putrinya, sambil menggandeng tangan Vania menuntunnya berjalan ke meja makan. 

"Papa, mau kue cokelat!" pinta Vania merengek pada Pras.

"Iya," kata Pras meletakkan piring cokelat itu ke atas meja makan. Pras mengangkat Vania dan mendudukkannya di salah satu kursi, lalu Pras memberikan sepotong kue cokelat itu pada Vania.

Dengan cepat dan semangatnya Vania langsung menyomot kue cokelat itu, Pras sampai tertawa melihat tingkah putrinya yang menggemaskan.

"Vania, mau roti?" tawar Pras yang kini sudah duduk di kursi samping Vania.

Pria itu mengambil roti tawar lalu mengolesinya dengan selai rasa kacang. Vania menggelengkan kepalanya tanda tidak mau.

"Vania mau makan kue cokelat ini saja, papa." 

Pras menggangguk, "baiklah, apakah rasanya enak?" 

"Sangat enak papa." kata Vania dengan mulut penuh berisi kue cokelat.

Pras mengangguk seraya sebelah tangannya mengacak-acak pelan rambut anaknya. Pras sangat berterima kasih sekali pada tetangga sebelah rumahnya.

***** 

Siang hari....

Pras baru saja menidurkan Vania di kamarnya, jika hari libur maka biasanya Pras akan menghabiskan seharian waktunya di rumah bersama sang anak. Di hari libur pula Vania tidak ia titipkan ke rumah adik perempuannya, Sofi. 

Kini Pras sedang sibuk di ruang kerjanya, memeriksa kembali kumpulan tugas-tugas dari para mahasiswa dan mahasiswinya dengan di temani secangkir kopi hitam panas. 

Konsentrasi Pras terganggu saat teringat kejadian tadi, senyum tipis terukir di wajah tampannya mengingat bagaimana tadi sikap salah satu mahasiswi di kampusnya. 

Sedari awal saat joging tadi Pras tahu dan lihat Wika, tapi wanita itu dengan cueknya bersikap angkuh seperti tak mengenalnya, dan lucunya Wika menutupi separuh wajahnya dengan tutupan kepala hoddie yang wanita itu kenakan.

Pras juga tak mengharapkan sikap ramah tamah yang terkesan memaksa mahasiswa dan mahasiswinya. Pras juga tidak menyangka dengan kepindahan rumahnya ini membuat ia bertetangga dengan Wika.

Dan lihatlah bagaimana jahatnya Pras membalas kesombongan Wika dengan berpura-pura tak mengenali wanita itu. Rasanya Pras ingin tertawa terbahak saja saat itu, melihat bagaimana wajah tercengang Wika yang syok karena Pras tak mengenal dirinya.

Bagaimana mungkin Pras tidak mengenal gadis itu, mahasiswi yang sangat sering bolos ketika jam pelajarannya. Pras bukannya tidak tahu jika Wika memang sengaja melakukannya, hanya saja Pras lebih memilih membiarkannya karena tak ingin amarah menguasainya hanya karena seorang gadis nakal.

Pras terkekeh, "Wika Adelia." gumam Pras dengan bibir yang menyebutkan nama Wika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status