Share

Part 4

Wika pov.

Aku tidak akan pernah menyangka jika hari ini aku berada di dalam satu mobil bersama pak Pras, di dalam mobil miliknya.

Mama dan papaku juga bahkan tak menolak tawaran pak Pras yang mengajakku untuk berangkat bersama. Mau tak mau pun aku akhirnya terpaksa patuh, dan disinilah aku sekarang berada.

Ku lirik pak Pras yang tampak fokus menyetir, wajah tampannya terlihat makin tampan jika di lihat dari jarak sedekat ini. Rahang yang tegas dengan warna kulit putih alami, lalu bibirnya yang tebal berwarna merah alami.

Entah kenapa fokus mataku hanya tertuju pada bibir pak Pras, membayangkan bibir pria itu yang terbuka ketika bicara dengan lawan bicaranya.

Aku menggelengkan kepala berulang kali saat tak bisa lepas dari bibirnya, eh maksudku tak bisa lepas fokus dari bibirnya.

"Kenapa?" tanya pak Pras yang tak mengalihkan perhatiannya dan tetap fokus menatap jalanan depan.

"Apanya ya pak?" tanyaku bingung kenapa tiba-tiba ia bertanya.

"Itu, kenapa kamu menggelengkan kepala seperti itu?"

"Oh itu, karena bibir bapak."

Mampus!

"What?" kaget pak Pras. "Kamu bilang apa tadi?"

Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bodohnya lah kau Wika. Kenapa pakai acara keceplosan segala sih! rutuk ku dalam hati seraya menepuk-nepuk pelan bibirku.

"A-anu pak, maksud saya itu, ada sesuatu yang menempel di bibir bapak." kataku tergagap dan dengan cepat aku menyeka bibir pak Pras dengan punggung tanganku.

Ku rasakan tubuh pak Pras kaku, menyeka sekilas cepat-cepat aku menarik punggung tanganku yang menyeka bibirnya. Ku lihat pak Pras kembali rileks, huffftt! Untung saja, itu tadi kan hanya akal-akalan ku saja saat mulutku tak sengaja keceplosan.

Aku menoleh ke kursi belakang mobil dan melihat Vania yang tampak asyik bermain bersama boneka kecil miliknya. Aku tersenyum senang melihat bocah kecil itu yang sama sekali tak terusik ataupun merasa terganggu.

"Kita ke rumah adik saya dulu ya," ucap pak Pras dan lagi-lagi tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan.

"Iya pak," jawabku mengangguk lalu mengalihkan pandanganku ke arah luar dari balik kaca jendela mobil.

Selanjutnya hanya keheningan yang terjadi, dan terkadang di isi dengan suara tawa riang Vania yang bermain boneka.

Tak berapa lama mobil pak Pras berhenti di sebuah rumah tingkat yang cukup mewah, pak Pras membuka saefty belt-nya.

"Kamu mau ikut turun atau tetap disini?" tanya pak Pras hendak keluar dari mobil.

"Disini saja pak." sahutku cepat.

"Baik, tunggu sebentar ya."

Pak Pras keluar dari mobil lalu berjalan ke sisi mobil bagian belakang. "Ayo sayang," ajak pak Pras pada Vania setelah membuka pintu mobilnya.

Vania merengek minta di gendong oleh pak Pras, dan dengan sigapnya pak Pras langsung menggendong putri kecilnya.

Aku menatap rumah adik pak Pras dari dalam mobil. Sebenarnya aku penasaran dengan wajah adik dari pak Pras, apakah cantik? Aku menebak pastilah cantik, melihat pak Pras yang tampan sudah jelas jika adiknya juga cantik.

Sekitar menunggu sepuluh menitan akhirnya pak Pras keluar dan berjalan mendekat kesini. Tentu saja, inikan mobilnya.

"Maaf, membuat kamu lama menunggu." katanya dengan nada yang terdengar cemas.

Aku menggeleng, "tidak apa-apa pak."

"Seneng banget ya kalau datang terlambat atau bolos, apalagi jika bolos di mata kuliah bahasa Inggris."

Deg.

Kedua mataku melotot horor mendengar kata-kata sindiran pak Pras. Apa maksudnya ini? Jangan bilang jika dia....

"Hah? Maksud bapak apa ya?" tanyaku pura-pura tak tahu.

Pak Pras tak menjawab pertanyaanku, beliau hanya tersenyum saja menanggapinya. Pak Pras menghidupkan mesin mobilnya yang kembali berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan perkarangan rumah adik pak Pras.

"Wika Adelia, mahasiswi yang suka sekali bolos saat jam pelajaran bahasa Inggris, benar?"

Aku tak berkutik ketika pak Pras mengatakan itu, kedua tanganku gemetaran cukup hebat. Darimana ia tahu? Bukankah dia tidak mengenaliku kemarin? Atau ia hanya berpura-pura saja?

"Jawab pertanyaan saya, apakah itu benar Wika Adelia?" ulang pak Pras yang sepertinya sengaja menuntutku untuk menjawab pertanyaannya.

"Sebenarnya apa yang sedang bapak katakan?" dengan kesal aku balik bertanya.

"Pertanyaan yang di balas pertanyaan, menarik." pak Pras terkekeh.

"Habisnya saya tidak mengerti dengan pertanyaan bapak." kataku berusaha bersikap santai menanggapinya, berpura-pura seolah tak mengerti.

Ku lihat pak Pras terkekeh lagi seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, entah apa yang membuatnya merasa lucu.

Pak Pras diam, sedangkan aku mulai gelisah sejak dia mengatakan perkataan sindiran tadi.

Tak terasa kami hampir sampai di kampus, tiba-tiba aku merasa kalut. Bagaimana jika teman-temanku melihat hal ini? Maksudku, bagaimana reaksi mereka jika melihatku turun dari mobil pak Pras? Ini gawat!

"Pak, berhenti!" jeritku merasa panik menyuruh pak Pras untuk memberhentikan mobilnya.

Pak Pras mengerem mobilnya mendadak hingga menimbulkan bunyi ban yang berdecit.

"Ada apa, Wika?" tanyanya panik.

"S-saya turun disini saja pak," kataku dengan suara terbata.

"Kenapa begitu?" tanyanya merasa bingung.

"Ehmm, itu-"

"Kamu berniat bolos lagi di jam pelajaran saya?" Pak Pras menatapku penuh curiga.

Aku menggelengkan kepala menolak tegas tuduhannya itu, lalu kepala ku mengangguk menandakan jika aku juga tak ingin masuk di jam pelajarannya.

"Lalu apa? Kamu harus bisa kasih alasan yang jelas dong. Karena saya ragu dan curiga dengan gerak-gerik kamu."

"Pak, tolonglah!" rengek ku pada pak Pras agar tak mempersulit diriku.

"Wika, ini masih cukup jauh jika kamu berjalan kaki menuju kampus." ucap pak Pras ternyata tak tega membiarkan ku berjalan kaki.

"Itu pun jika memang kamu tak ada niatan untuk bolos, maka kamu tidak akan ngotot untuk berjalan kaki." kata pak Pras kemudian menghidupkan kembali mesin mobilnya.

Sialan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status