Wika pov.
Aku tidak akan pernah menyangka jika hari ini aku berada di dalam satu mobil bersama pak Pras, di dalam mobil miliknya.Mama dan papaku juga bahkan tak menolak tawaran pak Pras yang mengajakku untuk berangkat bersama. Mau tak mau pun aku akhirnya terpaksa patuh, dan disinilah aku sekarang berada.Ku lirik pak Pras yang tampak fokus menyetir, wajah tampannya terlihat makin tampan jika di lihat dari jarak sedekat ini. Rahang yang tegas dengan warna kulit putih alami, lalu bibirnya yang tebal berwarna merah alami.Entah kenapa fokus mataku hanya tertuju pada bibir pak Pras, membayangkan bibir pria itu yang terbuka ketika bicara dengan lawan bicaranya.Aku menggelengkan kepala berulang kali saat tak bisa lepas dari bibirnya, eh maksudku tak bisa lepas fokus dari bibirnya."Kenapa?" tanya pak Pras yang tak mengalihkan perhatiannya dan tetap fokus menatap jalanan depan."Apanya ya pak?" tanyaku bingung kenapa tiba-tiba ia bertanya."Itu, kenapa kamu menggelengkan kepala seperti itu?""Oh itu, karena bibir bapak."Mampus!"What?" kaget pak Pras. "Kamu bilang apa tadi?"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bodohnya lah kau Wika. Kenapa pakai acara keceplosan segala sih! rutuk ku dalam hati seraya menepuk-nepuk pelan bibirku."A-anu pak, maksud saya itu, ada sesuatu yang menempel di bibir bapak." kataku tergagap dan dengan cepat aku menyeka bibir pak Pras dengan punggung tanganku.Ku rasakan tubuh pak Pras kaku, menyeka sekilas cepat-cepat aku menarik punggung tanganku yang menyeka bibirnya. Ku lihat pak Pras kembali rileks, huffftt! Untung saja, itu tadi kan hanya akal-akalan ku saja saat mulutku tak sengaja keceplosan.Aku menoleh ke kursi belakang mobil dan melihat Vania yang tampak asyik bermain bersama boneka kecil miliknya. Aku tersenyum senang melihat bocah kecil itu yang sama sekali tak terusik ataupun merasa terganggu."Kita ke rumah adik saya dulu ya," ucap pak Pras dan lagi-lagi tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan."Iya pak," jawabku mengangguk lalu mengalihkan pandanganku ke arah luar dari balik kaca jendela mobil.Selanjutnya hanya keheningan yang terjadi, dan terkadang di isi dengan suara tawa riang Vania yang bermain boneka.Tak berapa lama mobil pak Pras berhenti di sebuah rumah tingkat yang cukup mewah, pak Pras membuka saefty belt-nya."Kamu mau ikut turun atau tetap disini?" tanya pak Pras hendak keluar dari mobil."Disini saja pak." sahutku cepat."Baik, tunggu sebentar ya."Pak Pras keluar dari mobil lalu berjalan ke sisi mobil bagian belakang. "Ayo sayang," ajak pak Pras pada Vania setelah membuka pintu mobilnya.Vania merengek minta di gendong oleh pak Pras, dan dengan sigapnya pak Pras langsung menggendong putri kecilnya.Aku menatap rumah adik pak Pras dari dalam mobil. Sebenarnya aku penasaran dengan wajah adik dari pak Pras, apakah cantik? Aku menebak pastilah cantik, melihat pak Pras yang tampan sudah jelas jika adiknya juga cantik.Sekitar menunggu sepuluh menitan akhirnya pak Pras keluar dan berjalan mendekat kesini. Tentu saja, inikan mobilnya."Maaf, membuat kamu lama menunggu." katanya dengan nada yang terdengar cemas.Aku menggeleng, "tidak apa-apa pak.""Seneng banget ya kalau datang terlambat atau bolos, apalagi jika bolos di mata kuliah bahasa Inggris."Deg.Kedua mataku melotot horor mendengar kata-kata sindiran pak Pras. Apa maksudnya ini? Jangan bilang jika dia...."Hah? Maksud bapak apa ya?" tanyaku pura-pura tak tahu.Pak Pras tak menjawab pertanyaanku, beliau hanya tersenyum saja menanggapinya. Pak Pras menghidupkan mesin mobilnya yang kembali berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan perkarangan rumah adik pak Pras."Wika Adelia, mahasiswi yang suka sekali bolos saat jam pelajaran bahasa Inggris, benar?"Aku tak berkutik ketika pak Pras mengatakan itu, kedua tanganku gemetaran cukup hebat. Darimana ia tahu? Bukankah dia tidak mengenaliku kemarin? Atau ia hanya berpura-pura saja?"Jawab pertanyaan saya, apakah itu benar Wika Adelia?" ulang pak Pras yang sepertinya sengaja menuntutku untuk menjawab pertanyaannya."Sebenarnya apa yang sedang bapak katakan?" dengan kesal aku balik bertanya."Pertanyaan yang di balas pertanyaan, menarik." pak Pras terkekeh."Habisnya saya tidak mengerti dengan pertanyaan bapak." kataku berusaha bersikap santai menanggapinya, berpura-pura seolah tak mengerti.Ku lihat pak Pras terkekeh lagi seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, entah apa yang membuatnya merasa lucu.Pak Pras diam, sedangkan aku mulai gelisah sejak dia mengatakan perkataan sindiran tadi.Tak terasa kami hampir sampai di kampus, tiba-tiba aku merasa kalut. Bagaimana jika teman-temanku melihat hal ini? Maksudku, bagaimana reaksi mereka jika melihatku turun dari mobil pak Pras? Ini gawat!"Pak, berhenti!" jeritku merasa panik menyuruh pak Pras untuk memberhentikan mobilnya.Pak Pras mengerem mobilnya mendadak hingga menimbulkan bunyi ban yang berdecit."Ada apa, Wika?" tanyanya panik."S-saya turun disini saja pak," kataku dengan suara terbata."Kenapa begitu?" tanyanya merasa bingung."Ehmm, itu-""Kamu berniat bolos lagi di jam pelajaran saya?" Pak Pras menatapku penuh curiga.Aku menggelengkan kepala menolak tegas tuduhannya itu, lalu kepala ku mengangguk menandakan jika aku juga tak ingin masuk di jam pelajarannya."Lalu apa? Kamu harus bisa kasih alasan yang jelas dong. Karena saya ragu dan curiga dengan gerak-gerik kamu.""Pak, tolonglah!" rengek ku pada pak Pras agar tak mempersulit diriku."Wika, ini masih cukup jauh jika kamu berjalan kaki menuju kampus." ucap pak Pras ternyata tak tega membiarkan ku berjalan kaki."Itu pun jika memang kamu tak ada niatan untuk bolos, maka kamu tidak akan ngotot untuk berjalan kaki." kata pak Pras kemudian menghidupkan kembali mesin mobilnya.Sialan!Pras pov.Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis yang duduk di sampingku saat ini, mahasiswi yang suka bolos di jam mata kuliahku. Apa dia pikir aku ini pria bodoh yang akan dengan sangat gampangnya ia tipu, memasang wajah sedih agar aku mengiba dan membiarkannya pergi untuk tidak kembali mengikuti pelajaran bahasa Inggris."Turun!" titahku setelah memarkirkan mobilku dengan aman. Ku lihat matanya liar jelalatan celingukan kesana-kemari. Aku pun mengikuti arah pandangan matanya."Kenapa? Cari apa?" tanyaku heran.Wika nyengir cengengesan. "Enggak ada pak." "Ya sudah, ayo turun!" titahku dan langsung keluar dari dalam mobil.Setelah aku keluar, Wika tak kunjung keluar dan masih betah di dalam mobilku. Dengan kesal aku melangkah ke sisi mobil yang lain, membuka pintu mobil dan menatap tajam Wika."Apalagi sekarang? Kenapa tidak keluar juga?" tanyaku geram."Sabar dong pak, ini juga mau keluar kok." katanya santai seolah men
Sebelumnya, follow terlebih dahulu.Terima kasih untuk antusias dan support kalian untuk cerita ini Happy reading!Wika pov."Dosen kamvreett!" omelku sangat kesal pada pak Pras.Seharusnya pria itu senang dong karena hari ini aku tidak bolos di jam mata kuliahnya. Ah, tapi apa yang aku dapat hari ini? Cuma di permalukan di depan semua mahasiswa lainnya. Sialll!Sepertinya pak Pras menaruh dendam padaku sehingga dengan sengaja melakukan itu. Bodo ah, apapun itu alasannya tetap saja aku kesal dan benci padanya.Karena di usir dari kelas, tak di izinkan untuk mengikuti mata kuliahnya pun aku memutuskan pergi ke kantin. Memesan makanan pada ibu kantin karena tadi memang aku tidak sempat sarapan. Sementara si Pras kutu kupret itu malah puas sarapan di rumah ku. Lhaa, kan kamvreett banget.Sambil menikmati makanan dan minuman yang ku pesan, aku pun membuka ponsel dan sibuk membu
"Maaf, karena telah salah menuduhmu. Aku pikir kamu salah satu orang dari komplotan penculik yang lagi viral. Melihat bagaimana cara kamu seperti sedang mencoba membujuk keponakan ku." kata Sofi tersenyum canggung, merasa sangat menyesal pada Wika.Wika sebenarnya kesal mendapat tudingan seperti itu, apalagi tadi Sofi bertindak kasar dengan menepiskan tangannya kuat."Tidak apa-apa," jawab Wika kalem."Hhh, aku panik sekali tadi saat tak ada Vania di sampingku. Makanya aku langsung cari dan begitu ketemu malah melihat Vania bersama seseorang." jelas Sofi yang masih merasa tak enak pada Wika."Iya mbak, gak apa-apa.""Kakak cantik, tidak marah?" tanya Vania polos.Wika menggelengkan kepalanya, "enggak sayang." Wika kembali menyentuh lembut pipi Vania."Lain kali Vania jangan nekat pergi sendirian ya," titah Wika yang di angguki Vania cepat."Ah ya, perkenalkan namaku Sofi." ucap Sofi mengulurkan tangan kanannya."Wika, tetan
"Mbak sedang apa?" tanya Wika menghampiri Sofi yang tengah berjibaku di dapur.Sofi menoleh pada Wika dan tersenyum, "masak buat makan malam." jawabnya dan kembali fokus pada bahan-bahan masakannya."Butuh bantuan?" tanya Wika menawarkan diri."Memang kamu bisa masak?"Wika menggeleng, "ya gak terlalu sih, tapi aku bisa masak air, masak mie instan dan telur dadar. Hehe, hanya itu yang paling gampang." tukas Wika nyengir."Dasar!" Sofi geleng-geleng kepala."Ah, aku mau bantu, boleh ya?" tanya Wika yang kini sudah memegang pisau dan mengambil satu buah kentang untuk ia kupas.Sofi hanya diam membiarkan Wika yang berniat ingin membantunya, tak ada salahnya juga toh Sofi jadi lebih merasa terbantu."Mbak tinggal sendirian disini?" tanya Wika memecahkan suasana hening diantara mereka."Ya." jawab Sofi singkat.
Ini sudah dua hari berlalu semenjak Wika yang berada di rumah Sofi, sejak malam itu ketika Pras dan Wika pulang bersama dari rumah Sofi, setelahnya mereka berdua terlihat tak saling bertemu baik di rumah maupun di kampus.Selama dua hari ini pula Wika terlihat menjadi mahasiswa yang rajin di kampusnya. Tak pernah bolos lagi di mata kuliah lainnya kecuali bahasa Inggris, tak ada alasan mengapa Wika memilih bolos di mata kuliah Pras, intinya ia hanya tak suka saja dengan Pras yang semakin membuat ia membenci pria itu karena tempo hari Pras sudah membuatnya malu luar biasa.Saat jam istirahat, Wika dan teman-temannya kompak keluar dari kelas dan menuju kantin demi mengisi perut mereka yang sudah sangat lapar."Wika, kau pergi kemana saat tempo hari mengajak ketemuan di mall?" tanya Ulfa setelah mereka berempat sudah duduk manis di kantin."Hmm, aku?" tunjuk Wika pada dirinya sendiri. "Aku ada di mall kok." "Hei, kami berempat datang ke mall tapi kau tak a
Denger ya pak, sorry banget nih, bapak bukan tipe saya. Kata-kata itu terus berputar di kepala dan pikiran Pras. Rangkaian kata-kata yang di ucapkan Wika itu seharusnya membuat Pras senang. Namun anehnya tiap kali kata-kata itu terngiang di telinganya, rasanya Pras mendadak mendidih dan merasa sangat kesal. Dadanya sesak penuh amarah.BRAAAKK.Pras menggebrak meja yang berhasil mengalihkan perhatian dari para dosen-dosen lainnya yang kebetulan berada disitu. "Sialll!" umpat Pras amat sangat kesal dan lagi-lagi berhasil mencuri perhatian teman se-profesinya yang semakin bingung dengan sikap Pras.Hanya karena ucapan seorang gadis kecil yang nakal membuat Pras marah dan mencak-mencak. Lihat saja, Pras akan membalas ucapan Wika.Dan apa tadi dia bilang? Pras bukan tipenya. Hhh, lain waktu ketika Pras bertemu dengannya, maka Pras akan mengatakan hal yang sama."Kau juga bukan tipeku, ciihhhh!" gumam Pras masih belum menyadari keberadaannya
"Vania, kamu kenapa sayang?" tanya Pras pada putrinya yang beberapa hari ini terlihat manyun dan murung. Tak seperti biasanya yang selalu terlihat ceria dan gembira.Vania menatap ke arah papanya dengan tatapan sedih, "kangen kakak cantik, papa.""Uhuukkk!" Pras tersedak makanan yang ada di mulutnya, luar biasa kaget dengan jawaban sang anak.Sofi yang melihat kakaknya tersedak pun buru-buru menyodorkan segelas air mineral pada Pras yang langsung di ambilnya. Pras masih batuk-batuk dan Sofi menepuk-nepuk pelan punggung Pras.Vania yang melihat itu pun semakin manyun, Vania berpikir jika karena dirinyalah sang papa tersedak makanan."Maaf, papa." ucap Vania menundukkan kepalanya tampak sangat menyesal.Sofi dan Pras saling tatap, merasa bingung dengan Vania yang tiba-tiba meminta maaf."Minta maaf untuk apa sayang?" tanya Sofi menyentuh lengan kecil Sofi.
Pras menatap heran gadis nakal yang biasanya ceria kini tampak murung dan sedih, sedari gadis itu turun dari kamar bersama putrinya, sampai sekarang Wika hanya diam saja dengan kepala yang terus menunduk ke bawah.Tak seperti biasanya gadis itu akan memasang wajah yang sangat menjengkelkan bagi Pras. Wajah tengil yang selalu bersikap berani seperti hendak menantang Pras untuk berduel.Pras terus menatap ke arah Wika, menunggu gerakan wanita itu untuk melihat ke arahnya. Tak sengaja Bu Asti menangkap jelas dari penglihatannya kalau Pras terus melihat ke arah putrinya. Bu Asti tersenyum saat ia menebak jika Pras menaruh hati pada Wika."Jangan di lihatin terus seperti itu pak Pras, nanti jatuh cinta loh." gurau Bu Asti pada Pras yang langsung salah tingkah mendengar ucapannya. Pras tersenyum kikuk kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Vania yang tampak asyik sarapan dengan roti cokelat buatan ibu Wika.