Pras pov.
Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis yang duduk di sampingku saat ini, mahasiswi yang suka bolos di jam mata kuliahku. Apa dia pikir aku ini pria bodoh yang akan dengan sangat gampangnya ia tipu, memasang wajah sedih agar aku mengiba dan membiarkannya pergi untuk tidak kembali mengikuti pelajaran bahasa Inggris."Turun!" titahku setelah memarkirkan mobilku dengan aman.Ku lihat matanya liar jelalatan celingukan kesana-kemari. Aku pun mengikuti arah pandangan matanya."Kenapa? Cari apa?" tanyaku heran.Wika nyengir cengengesan. "Enggak ada pak.""Ya sudah, ayo turun!" titahku dan langsung keluar dari dalam mobil.Setelah aku keluar, Wika tak kunjung keluar dan masih betah di dalam mobilku. Dengan kesal aku melangkah ke sisi mobil yang lain, membuka pintu mobil dan menatap tajam Wika."Apalagi sekarang? Kenapa tidak keluar juga?" tanyaku geram."Sabar dong pak, ini juga mau keluar kok." katanya santai seolah menyudutkanku sebagai pria yang tak sabaran."Bapak jalan saja duluan," katanya mengusirku untuk berjalan lebih dulu."Tidak!" tolak ku cepat. "Kali ini saya tidak akan membiarkan kamu lolos lagi.""Apaan sih pak? Lolos apanya, aneh deh.""Jangan pura-pura kamu, saya tahu kalau kamu mau mencoba kabur kan supaya gak masuk kelas mata kuliah saya, kan?" kataku to the point."Eh, ngawur bapak! Mana ada saya berpikiran seperti itu. Jangan su'udzon loh pak, itu sifat yang gak baik." katanya sungguh sok bijak."Diam kamu!" sentak ku, lama-lama aku emosi juga dibuat gadis bertubuh mungil ini."Loh, kok bapak jadi bentak saya!" balasnya menatapku nyalang.Astaga!"Terserah!" kataku akhirnya. "Terserah kamu saja kalau begitu. Tapi ingat, jika kali ini kamu tidak juga masuk kelas mata kuliah saya. Maka tidak ada nilai sedikitpun untuk kamu di mata kuliah bahasa Inggris." kataku mengancam.Puas mengancam dengan amarah yang memuncak pun aku melangkah pergi meninggalkannya. Baru beberapa langkah tiba-tiba saja Wika sudah di depanku dengan kedua tangan yang terbentang lebar menghalangi jalanku."Apa?" tanyaku galak."Tidak ada, cuma mau bilang jika saya tidak peduli bapak mau kasih nilai sedikit, banyak ataupun tidak sama sekali." katanya memeletkan lidah dan pergi meninggalkanku yang sangat kesal.*******Aku menahan senyum saat melihat sosok Wika yang pada akhirnya masuk kelas mata kuliah ku bersama ketiga teman wanitanya. Ketiga teman wanitanya itu adalah mahasiswi-mahasiswi yang rajin masuk di kelas mata kuliahku.Yang kalau tidak salah ku ingat nama mereka itu.... Loli, Tika, dan Ulfa. Ketiga wanita muda yang sangat ramah menegurku dengan tatapan mata yang memancarkan kekaguman. Terlalu percaya diri kah aku? Nyatanya memang seperti itu yang terlihat.Baiklah, aku pun memulai mengajar. Kebiasaanku yang suka mengulang pelajaran minggu lalu sebelum memulai pelajaran yang baru. Hal ini memang sengaja ku lakukan bertujuan agar para mahasiswa dan mahasiswi di kelas ini mengingat kembali pelajaran minggu lalu agar tak lupa.Aku memberikan beberapa soal pertanyaan kepada mereka secara satu-persatu untuk menjawabnya. Dan dengan isengnya aku menyuruh Wika untuk menjawab salah satu pertanyaan yang cukup sulit dariku.Wika terpelongo dengan jari yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. "S—saya pak?" tanyanya tergagap."Iya kamu, yang duduk di pojokan paling belakang. Tolong jawab pertanyaan yang saya berikan tadi." ucapku menuntut Wika untuk menjawabnya.Ku lihat Wika tampak kebingungan ingin menjawab apa. Celingak-celinguk ke arah teman-temannya berharap salah satu dari mereka bersedia untuk membantu dirinya menjawab. Teman-temannya menoleh takut-takut ke arahku yang kini menatap tajam mereka. Tersenyum nyengir kemudian beralih ke arah Wika dan mereka menggelengkan kepala sebagai tanda kemungkinan mereka tak bisa membantu atau mereka juga tidak tahu jawabannya.Wika tampak semakin frustasi dan aku suka melihat dirinya yang seperti itu. Aku pun melangkah mendekat ke arah dimana Wika duduk dengan mata yang terus fokus menatapnya."Sudah?" tanyaku. "Ayo jawab!" titahku menuntut.Ku daratkan bokongku dan duduk di pinggiran meja Wika, dengan pose menyamping sembari melipat kedua tanganku di dada."Uhm, itu pak—""Ya? Apa jawabannya?" sela ku memotong ucapannya."S—saya tidak tahu jawabannya pak." kata Wika tergagap.Aku menggebrak meja cukup kuat, hal itu membuat para mahasiswa dan mahasiswi disini sangat kaget. Ku tatap semakin tajam Wika yang juga tampak sangat ketakutan."Kenapa bisa kamu tidak tahu jawabannya? Bukankah minggu kemarin saya sudah menjelaskannya secara detail?" tanyaku galak.Wika terdiam tak berkutik, wajahnya pias dan memucat. perubahan ekspresinya tertangkap jelas di penglihatanku."Kenapa diam? Ayo jawab Wika Adelia!" kataku dengan nada suara meninggi.Wika masih terdiam di tempatnya dan itu semakin membuatku kesal, aku kembali melangkah ke tempat ku semula. Kemudian aku menyuruh Wika untuk keluar dari kelas mata kuliahku, dan akan ku izinkan kembali masuk apabila ia sudah mendapatkan jawabannya.Katakanlah aku gila karena telah iseng mengerjainya, dan aku yakin seratus persen pasti Wika mengomeliku sepanjang hari. Wika tampak tercengang dengan pengusiranku, menatapku penuh dengan kobaran api yang terpancar di kedua manik matanya, Wika pun mengambil tasnya kemudian melangkah keluar meninggalkan kelas.Aku mengalihkan perhatian fokus mahasiswa lainnya dan kembali memulai pelajaran. Dalam hati aku tersenyum puas karena kali ini bukan Wika yang bolos, melainkan aku yang dapat menunjukkan sedikit kekuasaanku pada gadis itu.Sebelumnya, follow terlebih dahulu.Terima kasih untuk antusias dan support kalian untuk cerita ini Happy reading!Wika pov."Dosen kamvreett!" omelku sangat kesal pada pak Pras.Seharusnya pria itu senang dong karena hari ini aku tidak bolos di jam mata kuliahnya. Ah, tapi apa yang aku dapat hari ini? Cuma di permalukan di depan semua mahasiswa lainnya. Sialll!Sepertinya pak Pras menaruh dendam padaku sehingga dengan sengaja melakukan itu. Bodo ah, apapun itu alasannya tetap saja aku kesal dan benci padanya.Karena di usir dari kelas, tak di izinkan untuk mengikuti mata kuliahnya pun aku memutuskan pergi ke kantin. Memesan makanan pada ibu kantin karena tadi memang aku tidak sempat sarapan. Sementara si Pras kutu kupret itu malah puas sarapan di rumah ku. Lhaa, kan kamvreett banget.Sambil menikmati makanan dan minuman yang ku pesan, aku pun membuka ponsel dan sibuk membu
"Maaf, karena telah salah menuduhmu. Aku pikir kamu salah satu orang dari komplotan penculik yang lagi viral. Melihat bagaimana cara kamu seperti sedang mencoba membujuk keponakan ku." kata Sofi tersenyum canggung, merasa sangat menyesal pada Wika.Wika sebenarnya kesal mendapat tudingan seperti itu, apalagi tadi Sofi bertindak kasar dengan menepiskan tangannya kuat."Tidak apa-apa," jawab Wika kalem."Hhh, aku panik sekali tadi saat tak ada Vania di sampingku. Makanya aku langsung cari dan begitu ketemu malah melihat Vania bersama seseorang." jelas Sofi yang masih merasa tak enak pada Wika."Iya mbak, gak apa-apa.""Kakak cantik, tidak marah?" tanya Vania polos.Wika menggelengkan kepalanya, "enggak sayang." Wika kembali menyentuh lembut pipi Vania."Lain kali Vania jangan nekat pergi sendirian ya," titah Wika yang di angguki Vania cepat."Ah ya, perkenalkan namaku Sofi." ucap Sofi mengulurkan tangan kanannya."Wika, tetan
"Mbak sedang apa?" tanya Wika menghampiri Sofi yang tengah berjibaku di dapur.Sofi menoleh pada Wika dan tersenyum, "masak buat makan malam." jawabnya dan kembali fokus pada bahan-bahan masakannya."Butuh bantuan?" tanya Wika menawarkan diri."Memang kamu bisa masak?"Wika menggeleng, "ya gak terlalu sih, tapi aku bisa masak air, masak mie instan dan telur dadar. Hehe, hanya itu yang paling gampang." tukas Wika nyengir."Dasar!" Sofi geleng-geleng kepala."Ah, aku mau bantu, boleh ya?" tanya Wika yang kini sudah memegang pisau dan mengambil satu buah kentang untuk ia kupas.Sofi hanya diam membiarkan Wika yang berniat ingin membantunya, tak ada salahnya juga toh Sofi jadi lebih merasa terbantu."Mbak tinggal sendirian disini?" tanya Wika memecahkan suasana hening diantara mereka."Ya." jawab Sofi singkat.
Ini sudah dua hari berlalu semenjak Wika yang berada di rumah Sofi, sejak malam itu ketika Pras dan Wika pulang bersama dari rumah Sofi, setelahnya mereka berdua terlihat tak saling bertemu baik di rumah maupun di kampus.Selama dua hari ini pula Wika terlihat menjadi mahasiswa yang rajin di kampusnya. Tak pernah bolos lagi di mata kuliah lainnya kecuali bahasa Inggris, tak ada alasan mengapa Wika memilih bolos di mata kuliah Pras, intinya ia hanya tak suka saja dengan Pras yang semakin membuat ia membenci pria itu karena tempo hari Pras sudah membuatnya malu luar biasa.Saat jam istirahat, Wika dan teman-temannya kompak keluar dari kelas dan menuju kantin demi mengisi perut mereka yang sudah sangat lapar."Wika, kau pergi kemana saat tempo hari mengajak ketemuan di mall?" tanya Ulfa setelah mereka berempat sudah duduk manis di kantin."Hmm, aku?" tunjuk Wika pada dirinya sendiri. "Aku ada di mall kok." "Hei, kami berempat datang ke mall tapi kau tak a
Denger ya pak, sorry banget nih, bapak bukan tipe saya. Kata-kata itu terus berputar di kepala dan pikiran Pras. Rangkaian kata-kata yang di ucapkan Wika itu seharusnya membuat Pras senang. Namun anehnya tiap kali kata-kata itu terngiang di telinganya, rasanya Pras mendadak mendidih dan merasa sangat kesal. Dadanya sesak penuh amarah.BRAAAKK.Pras menggebrak meja yang berhasil mengalihkan perhatian dari para dosen-dosen lainnya yang kebetulan berada disitu. "Sialll!" umpat Pras amat sangat kesal dan lagi-lagi berhasil mencuri perhatian teman se-profesinya yang semakin bingung dengan sikap Pras.Hanya karena ucapan seorang gadis kecil yang nakal membuat Pras marah dan mencak-mencak. Lihat saja, Pras akan membalas ucapan Wika.Dan apa tadi dia bilang? Pras bukan tipenya. Hhh, lain waktu ketika Pras bertemu dengannya, maka Pras akan mengatakan hal yang sama."Kau juga bukan tipeku, ciihhhh!" gumam Pras masih belum menyadari keberadaannya
"Vania, kamu kenapa sayang?" tanya Pras pada putrinya yang beberapa hari ini terlihat manyun dan murung. Tak seperti biasanya yang selalu terlihat ceria dan gembira.Vania menatap ke arah papanya dengan tatapan sedih, "kangen kakak cantik, papa.""Uhuukkk!" Pras tersedak makanan yang ada di mulutnya, luar biasa kaget dengan jawaban sang anak.Sofi yang melihat kakaknya tersedak pun buru-buru menyodorkan segelas air mineral pada Pras yang langsung di ambilnya. Pras masih batuk-batuk dan Sofi menepuk-nepuk pelan punggung Pras.Vania yang melihat itu pun semakin manyun, Vania berpikir jika karena dirinyalah sang papa tersedak makanan."Maaf, papa." ucap Vania menundukkan kepalanya tampak sangat menyesal.Sofi dan Pras saling tatap, merasa bingung dengan Vania yang tiba-tiba meminta maaf."Minta maaf untuk apa sayang?" tanya Sofi menyentuh lengan kecil Sofi.
Pras menatap heran gadis nakal yang biasanya ceria kini tampak murung dan sedih, sedari gadis itu turun dari kamar bersama putrinya, sampai sekarang Wika hanya diam saja dengan kepala yang terus menunduk ke bawah.Tak seperti biasanya gadis itu akan memasang wajah yang sangat menjengkelkan bagi Pras. Wajah tengil yang selalu bersikap berani seperti hendak menantang Pras untuk berduel.Pras terus menatap ke arah Wika, menunggu gerakan wanita itu untuk melihat ke arahnya. Tak sengaja Bu Asti menangkap jelas dari penglihatannya kalau Pras terus melihat ke arah putrinya. Bu Asti tersenyum saat ia menebak jika Pras menaruh hati pada Wika."Jangan di lihatin terus seperti itu pak Pras, nanti jatuh cinta loh." gurau Bu Asti pada Pras yang langsung salah tingkah mendengar ucapannya. Pras tersenyum kikuk kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Vania yang tampak asyik sarapan dengan roti cokelat buatan ibu Wika.
"Papa! Kakak cantik!" jerit Vania memanggil Wika dan Pras yang seketika tersadar, Pras menyentak melepaskan dekapan tangannya dari tubuh Wika.Pras berdeham menetralkan suaranya, memalingkan wajahnya menatap sang anak yang berlari ke arahnya. Pras menangkap tubuh Vania yang melompat minta di gendong."Hap! Aku berhasil menangkapmu, rawwwrrr!" kata Pras kegirangan masih sambil bersuara seperti monster menyeramkan.Tangan Vania bergerak menutup mulut Pras dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, permainannya sudah selesai papa.""Papa? Siapa itu papa?" ulang Pras yang sepertinya masih ingin berperan jadi monster."Iiihhh papa nyebelin!" rajuk Vania. "Permainan sudah selesai dan kamu adalah papaku.""Benarkah anak kecil?" kekeh Pras seraya mengecupi seluruh permukaan wajah Vania hingga basah."Iyuuh, papa jorok!" rengek Vania paling tidak suka saat d