Ini sudah dua hari berlalu semenjak Wika yang berada di rumah Sofi, sejak malam itu ketika Pras dan Wika pulang bersama dari rumah Sofi, setelahnya mereka berdua terlihat tak saling bertemu baik di rumah maupun di kampus.
Selama dua hari ini pula Wika terlihat menjadi mahasiswa yang rajin di kampusnya. Tak pernah bolos lagi di mata kuliah lainnya kecuali bahasa Inggris, tak ada alasan mengapa Wika memilih bolos di mata kuliah Pras, intinya ia hanya tak suka saja dengan Pras yang semakin membuat ia membenci pria itu karena tempo hari Pras sudah membuatnya malu luar biasa.Saat jam istirahat, Wika dan teman-temannya kompak keluar dari kelas dan menuju kantin demi mengisi perut mereka yang sudah sangat lapar."Wika, kau pergi kemana saat tempo hari mengajak ketemuan di mall?" tanya Ulfa setelah mereka berempat sudah duduk manis di kantin."Hmm, aku?" tunjuk Wika pada dirinya sendiri. "Aku ada di mall kok.""Hei, kami berempat datang ke mall tapi kau tak aDenger ya pak, sorry banget nih, bapak bukan tipe saya. Kata-kata itu terus berputar di kepala dan pikiran Pras. Rangkaian kata-kata yang di ucapkan Wika itu seharusnya membuat Pras senang. Namun anehnya tiap kali kata-kata itu terngiang di telinganya, rasanya Pras mendadak mendidih dan merasa sangat kesal. Dadanya sesak penuh amarah.BRAAAKK.Pras menggebrak meja yang berhasil mengalihkan perhatian dari para dosen-dosen lainnya yang kebetulan berada disitu. "Sialll!" umpat Pras amat sangat kesal dan lagi-lagi berhasil mencuri perhatian teman se-profesinya yang semakin bingung dengan sikap Pras.Hanya karena ucapan seorang gadis kecil yang nakal membuat Pras marah dan mencak-mencak. Lihat saja, Pras akan membalas ucapan Wika.Dan apa tadi dia bilang? Pras bukan tipenya. Hhh, lain waktu ketika Pras bertemu dengannya, maka Pras akan mengatakan hal yang sama."Kau juga bukan tipeku, ciihhhh!" gumam Pras masih belum menyadari keberadaannya
"Vania, kamu kenapa sayang?" tanya Pras pada putrinya yang beberapa hari ini terlihat manyun dan murung. Tak seperti biasanya yang selalu terlihat ceria dan gembira.Vania menatap ke arah papanya dengan tatapan sedih, "kangen kakak cantik, papa.""Uhuukkk!" Pras tersedak makanan yang ada di mulutnya, luar biasa kaget dengan jawaban sang anak.Sofi yang melihat kakaknya tersedak pun buru-buru menyodorkan segelas air mineral pada Pras yang langsung di ambilnya. Pras masih batuk-batuk dan Sofi menepuk-nepuk pelan punggung Pras.Vania yang melihat itu pun semakin manyun, Vania berpikir jika karena dirinyalah sang papa tersedak makanan."Maaf, papa." ucap Vania menundukkan kepalanya tampak sangat menyesal.Sofi dan Pras saling tatap, merasa bingung dengan Vania yang tiba-tiba meminta maaf."Minta maaf untuk apa sayang?" tanya Sofi menyentuh lengan kecil Sofi.
Pras menatap heran gadis nakal yang biasanya ceria kini tampak murung dan sedih, sedari gadis itu turun dari kamar bersama putrinya, sampai sekarang Wika hanya diam saja dengan kepala yang terus menunduk ke bawah.Tak seperti biasanya gadis itu akan memasang wajah yang sangat menjengkelkan bagi Pras. Wajah tengil yang selalu bersikap berani seperti hendak menantang Pras untuk berduel.Pras terus menatap ke arah Wika, menunggu gerakan wanita itu untuk melihat ke arahnya. Tak sengaja Bu Asti menangkap jelas dari penglihatannya kalau Pras terus melihat ke arah putrinya. Bu Asti tersenyum saat ia menebak jika Pras menaruh hati pada Wika."Jangan di lihatin terus seperti itu pak Pras, nanti jatuh cinta loh." gurau Bu Asti pada Pras yang langsung salah tingkah mendengar ucapannya. Pras tersenyum kikuk kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Vania yang tampak asyik sarapan dengan roti cokelat buatan ibu Wika.
"Papa! Kakak cantik!" jerit Vania memanggil Wika dan Pras yang seketika tersadar, Pras menyentak melepaskan dekapan tangannya dari tubuh Wika.Pras berdeham menetralkan suaranya, memalingkan wajahnya menatap sang anak yang berlari ke arahnya. Pras menangkap tubuh Vania yang melompat minta di gendong."Hap! Aku berhasil menangkapmu, rawwwrrr!" kata Pras kegirangan masih sambil bersuara seperti monster menyeramkan.Tangan Vania bergerak menutup mulut Pras dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, permainannya sudah selesai papa.""Papa? Siapa itu papa?" ulang Pras yang sepertinya masih ingin berperan jadi monster."Iiihhh papa nyebelin!" rajuk Vania. "Permainan sudah selesai dan kamu adalah papaku.""Benarkah anak kecil?" kekeh Pras seraya mengecupi seluruh permukaan wajah Vania hingga basah."Iyuuh, papa jorok!" rengek Vania paling tidak suka saat d
Pras memulai kembali aktifitasnya seperti biasa, weekend telah berakhir dan berlalu begitu cepat. Rasanya Pras masih ingin bersantai-santai di rumahnya bersama sang putri tercintanya, Vania.Tidak seperti hari biasanya, kali ini Pras dibuat frustasi oleh Vania yang hari ini sedikit rewel merengek pada Pras untuk tidak di antarkan ke rumah Tante Sofi.Berulang kali Pras mengatakan pada Vania tak mungkin ia menuruti keinginan putrinya tersebut. Jika Vania tidak di titipkan pada adik kandungnya tersebut, lantas kemana Pras harus menitipkan putrinya pada orang yang tepat selama ia bekerja, aman dan yang terpenting dapat ia percayai takkan menyakitimu putrinya.Maraknya beredar berita miring yang beraneka ragam membuat Pras agak susah dan kesulitan mempercayai orang lain."Pa, Vania gak mau ke rumah Tante Sofi." ucap bocah kecil itu yang ternyata masih betah merengek pada Pras."Vania, tolong ngert
Dengan hati yang tak rela akhirnya Pras mengabulkan keinginan sang anak, pria itu memaksakan kakinya melangkah menuju ke rumah sebelah, lebih tepatnya ke rumah Wika.Pras memencet bel rumah Wika, menunggu sang pemilik rumah membukanya. Pras melirik ke bawah ke arah Vania yang tampak tersenyum gembira sembari menunggu pintu terbuka dengan sangat antusias.Pras memencet bel rumah Wika kembali sampai berulang kali hingga akhirnya pintu terbuka dan menampakkan wajah Wika yang berdiri di ambang pintu. Kekagetan jelas terlihat dari sorot mata Wika, merasa bingung dengan kedatangan tetangga sebelah rumahnya ini."Selamat pagi kakak cantik." sapa Vania tersenyum manis, melambaikan ke lima jari sebelah tangannya yang bebas dari genggaman tangan Pras.Wika turut membalas lambaian tangan Vania, "selamat pagi juga Vania."Vania menyentak melepaskan genggaman tangan Pras dan berlari masuk ke dalam rumah Wi
Mimpi apa Wika tadi malam sehingga hari ini ia harus kembali ikut dalam satu mobil bersama Pras menuju kampus. Setelah keputusan mamanya yang setuju menjaga dan menjadi pengasuh dadakan untuk Vania, Pras dengan sangat menyebalkannya berbaik hati menawarkan tumpangan untuk Wika.Jelas Wika ingin menolak tapi dorongan mamanya dan Vania membuat ia tak bisa berkutik selain menurut. Suasana di dalam mobil pun hening, baik Wika maupun Pras sama-sama saling bungkam sampai mereka tiba di kampus.Pras memberhentikan mobilnya di halaman parkiran kampus, tangan Wika dengan cepat bergerak ingin melepaskan saeft belt-nya. Tapi, dengan cepat pula sebelah tangan Pras mencekal lengan Wika.Wika menoleh kaget melihat tindakan Pras. "Apa?!" tanya Wika galak."Jangan bolos di mata kuliah saya!" ancam Pras saat mengerti gerakan Wika yang ingin keluar dari mobilnya.Wika tersenyum manis seraya menggelengkan kepalanya. "
Kedua mata itu menatap ke arah luas lapangan kampus, masih terbayang jelas di matanya kedekatan antara kedua mahasiswanya. Dimana dengan lepasnya Wika tertawa bersama seorang pria yang nyaris asing bagi Pras.Pras tidak tahu jika selain Wika ternyata masih ada mahasiswa yang lainnya juga suka membolos di mata kuliahnya. Memang apa masalahnya sih sehingga mereka tidak menyukai pelajaran bahasa Inggris? pikir Pras.Pras berdecak sebal, selain hubungan pertemanan ada hubungan lain apalagi antara Wika dah pria itu sehingga terlihat sangat akrab dan mesra.Kedua orang itu juga kompak sering bolos di mata kuliah bahasa Inggris, apa mungkin mereka sudah janjian? Mungkinkah mereka sepasang kekasih? Dan, apa itu tadi? Setangkai bunga untuk Wika?Ciihhhh! Kekanakan! cibir Pras kesal.Pras niat awalnya tadi melihat Wika karena merasa iba dan ingin menyuruh gadis itu untuk menyudahi hukuman darinya.