"Dasta!!!" teriak nyaring Rasty kesenangan begitu melihat Dasta masuk ke dalam rumahnya melalui pintu utama bersama Shaka.
Rasty langsung berlari kecil ke arah Dasta demi memeluk tubuh sahabatnya itu, spontan karena reaksi Rasty yang tiba-tiba berlari membuat semua orang panik dan terpekik."Rasty, jangan berlari, ingat kau sedang hamil nak." itu suara bu Marwa yang mengingatkan Rasty jika ia sedang mengandung.Rasty menghentikan larinya menjadi jalan setelah hampir sedikit lagi dekat dengan Dasta. Lalu langsung menghambur memeluk Dasta yang juga membalas pelukannya."Aku merindukanmu." bisik Rasty sedikit terisak di telinga Dasta."Aku pun juga sangat merindukanmu, Rasty."Shaka yang berdiri di belakang Dasta, memperhatikan intens ke-akraban antara adik dan calon istrinya itu.Shaka mendengkus, tentu saja mereka sangat akrab. Kan, mereka sahabat."Abang," panggil Rasty pelan pada Shaka yang persis berdiri di belakang tubuh Dasta seperti bodyguard."Terima kasih." ucap Rasty tulus dari hatinya begitu bahagia karena sang Abang mau mengabulkan keinginannya.Shaka mengangguk seraya tersenyum lembut ke arah adik yang sangat di sayanginya itu."Aku permisi, kalian berdua lanjutlah bersenang-senang dan mengobrol." pamit Shaka pada Rasty dan juga Dasta."Dasta, ayo!" Rasty menarik tangan Dasta lembut, mengajaknya agar ikut duduk bergabung bersama kedua orang tuanya dan suaminya.Banyak obrolan yang mereka bicarakan sedari Dasta mendaratkan bokongnya duduk di sofa empuk itu. Apalagi bu Marwa dan Rasty yang begitu antusias pada Dasta, Dasta selalu tersenyum sebagai jawaban karena ibu dan anak itu yang terus menggodanya dengan Shaka.Shaka sendiri semenjak masuk ke kamarnya sampai sekarang belum juga menampakkan batang hidungnya turun untuk bergabung bersama mereka. Ia lebih menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang belum selesai ia kerjakan tadi di kantor, Shaka tengah fokus pada layar laptop dan berkas-berkas yang ada di ranjang.Sebenarnya ia ingin menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerjanya sendiri, tapi rasanya ia sangat malas untuk melangkahkan kakinya. Jadi inilah keputusan akhir Shaka.*******Dasta meremas ke sepuluh jarinya berulang kali sambil tetap melangkahkan kakinya yang kini sudah berdiri tepat di depan pintu kamar Shaka. Dasta sudah menolak keinginan bu Marwa yang menyuruhnya untuk memanggil Shaka. Tak mungkin seorang wanita masuk ke dalam kamar pria bukan? Tetapi bu Marwa mengatakan tak apa, toh, sebentar lagi Dasta dan Shaka juga menikah.Meskipun begitu tetap saja membuat Dasta merasa aneh, tapi ya pada dasarnya Dasta yang penurut pun mematuhi keinginan bu Marwa.Tangannya terangkat, ragu-ragu ingin mengetuk pintu kamar pria itu. Takut membuat Shaka marah nantinya, tapi bagaimana Dasta bisa menolak jika calon ibu mertuanya lah yang terus mendesaknya.Baru saja tangan Dasta ingin mengetuk pintu itu, tetapi kamar tersebut sudah terbuka. Untung saja wajah Shaka tak terkena tangan Dasta yang ingin mengetuk pintu.Shaka menyipitkan matanya melihat Dasta yang ada di depan pintu kamarnya. Untuk apa gadis lugu ini disini? Dasta yang malu pun hanya menundukkan kepalanya saja tak berani menatap Shaka yang pastinya sedang menatap tajam dirinya."Ada apa Dasta?" tanya Shaka dengan nada suaranya selembut mungkin."Ehhm, itu—" Dasta gugup ingin mengatakannya pada Shaka.Shaka yang gemas melihat Dasta pun dengan sangat secara tiba-tiba dan cepat, menarik tubuh Dasta untuk masuk ke kamarnya, mengunci pintu kamar dan memojokkan tubuh Dasta di daun pintu kamarnya yang tertutup rapat.Wajah Shaka sangat dekat dengan wajah Dasta, menghimpit tubuh Dasta semakin merapat pada tubuhnya.Tanpa aba-aba atau peringatan Shaka mencium bibir tipis, mungil dan berwarna merah alami.Mendapat perlakuan itu awalnya Dasta syok dan kaget luar biasa, pasalnya ini adalah ciuman kedua mereka dan lebih parahnya Shaka menciumnya di kamar pria itu.Dasta berusaha melawan dengan mendorong cukup kuat dadanya, tapi percuma tenaganya tidak sebanding dengan Shaka. Apalagi Shaka memperlakukan Dasta dengan lembut lewat ciumannya yang perlahan membuat Dasta merasa manis dan terbuai.Entah naluri dari mana Dasta melingkarkan kedua tangannya di leher Shaka. Shaka tersenyum puas dan semakin memperdalam cumbuannya. Dasta memejamkan matanya meresapi ciuman yang di berikan Shaka.Shaka melepaskan ciumannya ketika mereka berdua merasa perlu bernafas karena pasokan oksigen yang mulai habis. Shaka melirik pada bibir Dasta yang membengkak karena ulahnya.Di tangkupnya kedua pipi Dasta dengan kedua tangannya. "Lain kali balas ciumanku ya." desisnya nyaris berbisik di depan Dasta.Dasta merona mendengar ucapan Shaka yang seperti sebuah perintah."Katakan, ada apa hingga kau datang ke kamarku?" tanya Shaka yang mulai ingat kenapa Dasta bisa ada di depan kamarnya tadi."Ehmm, mama mu menyuruhku untuk memanggilmu turun ke bawah, makan malam sudah tersedia dan mereka menunggu kita."Mata Shaka menyipit mendengar kata menunggu. Ini sudah cukup lama dari saat Dasta ke kamarnya, pastilah mereka sudah menebak dan akan menggoda mereka berdua nanti."Ayo kita turun ke bawah," ajak Shaka menggenggam sebelah tangan Dasta.Dasta menurut dan mengikuti tiap langkah Shaka yang jalan pelan menyesuaikan langkag Dasta yang kecil. Dasta melirik tangannya yang di genggam Shaka, rasa hangat menyelimuti hati dan jiwanya."Sepertinya aku mulai menyukaimu." batin Dasta tersenyum memperhatikan wajah tampan Shaka.Aku malu, rasanya pipiku memerah seperti kepiting rebus jika aku bercermin di kaca. Sepanjang perjalanan aku hanya diam saja di dalam mobil, sesekali aku lirik bang Shaka yang berekspresi biasa saja. Sepertinya dia tak berpengaruh pada godaan Rasty dan Tante Marwa yang sepanjang makan malam tadi berlangsung.Aku memegang pipi ku yang rasanya masih memanas saja, apalagi bayangan ciuman kami di kamar bang Shaka masih terus berputar di kepalaku."Besok tidak usah bekerja," kata bang Shaka membuka suaranya yang sedari tadi hanya diam.Aku menoleh ke arahnya yang fokus menyetir. "Kenapa?" tanyaku bingung."Besok kita berdua akan pergi ke butik, memilih gaun untuk acara pertunangan kita." beritahunya mengingatkan.Aku baru ingat sekarang jika besok adalah tanggal pertunangan yang sudah di tetapkan oleh kedua pihak keluarga. Lantas aku pun mengangguk mengiyakan."Sebulan setelah pertunanga
Acara pertunangan Shaka dan Dasta baru saja selesai, suasana haru dan bahagia begitu terasa malam ini. Meski cuma baru bertunangan, tapi kedua belah pihak keluarga tampak sangat semangat dan sudah tak sabar menanti sebulan lagi agar putra-putri mereka sah menjadi suami istri.Dasta tampak memandangi cincin pertunangan yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Cincin mewah bertatahkan berlian tampak berkilau dan indah di jari tangan Dasta.Tak henti-hentinya Dasta tersenyum membayangkan adegan tadi, dimana Shaka menyematkan cincin pertunangan mereka di jari manis tangan kirinya. Begitu lembut dan romantis, Dasta suka dengan sikap Shaka yang belakangan ini semakin manis padanya."Disini kau rupanya!" Dasta tersentak saat sebuah suara terdengar dari arah belakang tubuhnya, suara langkah kaki terdengar mendekati Dasta yang saat ini tengah berada di taman belakang rumah milik Shaka.Shaka tersenyum melihat calon istrinya ternyata ada disini, dari
Dasta menahan tangisan harunya ketika ia mendengar Shaka mengucapkan janji suci, bibir Dasta bergetar tatkala dirinya juga akan mengucapkan janji suci pernikahan.Tak sanggup menahan rasa bahagia ketika Shaka mengulurkan tangannya menarik tangan Dasta untuk ia sematkan cincin pernikahan di jari manis tangannya. Hal yang sama juga Dasta lakukan, keduanya saling menatap dan tersenyum bahagia.Kini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri, para tamu hadirin pun bersorak menyuarakan sang pengantin pria untuk mencium sih pengantin wanita.Pipi Dasta merona merah mendengarnya, membayangkan jika Shaka menciumnya di depan banyak pasang mata yang menunggu dengan antusias.Shaka mendekatkan wajahnya ke wajah Dasta dan mulai menyapukan bibirnya ke bibir merah sang istri. Awalnya ia kecup perlahan namun lama-kelamaan menjadi lumatan panas. Para tamu semakin heboh bersorak gembira, Dasta mencoba untuk mendorong tubuh Shak
Pukul dua dini hari Shaka baru kembali pulang ke rumahnya, Shaka membuka pintu dan memasuki rumah megah itu dalam keadaan yang sudah sangat sunyi. Tentu saja, karena semua orang sudah tertidur pastinya.Shaka menaiki tangga menuju ke lantai atas, tujuannya saat ini adalah kamarnya yang sekarang sudah di sulap menjadi kamar pengantin. Ia sangat ingin melihat Dasta, apakah wanita itu sudah tertidur? Atau kelelahan menunggunya pulang?Shaka mengernyit heran saat ia memutar kenop pintu tapi pintunya tak bisa di buka, di kunci? Tebak Shaka cepat, ia pun merogoh saku celananya dan mengambil kunci cadangan kamar miliknya yang menang selalu ia bawa kemanapun selain kunci mobil.Cklek...Shaka membuka pintu kamar dan hal yang pertama kali ia tangkap dalam penglihatannya adalah kegelapan. Mengernyit heran karena lampu kamarnya di matikan. Apa mungkin Dasta yang melakukannya?Masuk ke kamar dan lan
Shaka yang kesal melihat wajah Dasta pun menarik rambutnya, menjambak kuat-kuat seakan ingin merontokkan rambut Dasta dari akarnya. Dasta meringis kesakitan dan berusaha melepaskan tangan Shaka."Sa-sakit..., Bang Shaka, ada apa denganmu?" rintih Dasta merasakan perih pada kulit kepalanya."Itu semua karenamu!" tegas Shaka melepaskan kasar rambut Dasta yang tadi di jambaknya.Kembali Dasta terjerembab di lantai, mata Dasta menatap lantai marmer kamarnya yang berwarna putih bersih itu. Masih tak habis pikir dengan yang barusan ia alami, Shaka membentak dirinya dan juga menjambak rambutnya kuat.Kenapa? Kenapa semua seperti ini? "Ini semua salahmu Dasta!" peringat Shaka menggeram marah.Dasta mengernyit heran dengan ucapan Shaka, semua karena kesalahannya? Dasta membalikkan badannya menghadap Shaka kembali yang menatapnya garang."Maksud bang Shaka apa? Kenapa Abang bilang ini semua salahku?" tanyanya polos."Ya, karena kaulah aku menderita!"
Semua orang sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan, kecuali Dasta yang juga belum menampakkan batang hidungnya. Semua mata menatap berbinar dan tersenyum geli saat melihat Shaka, terutama Rasty, tersenyum jahil ke arah Abangnya tersebut."Dimana istrimu, Shaka?" tanya bu Marwa.Gerakan tangan Shaka yang ingin menarik kursi untuk ia duduki pun terhenti, wajahnya mengeras saat mendengar nama wanita yang di bencinya itu di sebut.Cepat-cepat Shaka merubah raut wajahnya, tersenyum menatap ke arah sang mama."Dasta masih tidur ma, sepertinya dia sangat kelelahan sekali."Rasty bersorak kegirangan mendengar ucapan abangnya, semua orang menatap takjub dan bangga ke arah Shaka yang mengira jika mereka telah berhasil melakukan malam pertama."Kyaa!! berapa ronde tadi malam bang?" goda Rasty yang langsung mendapatkan pelototan mata Shaka.Rasty tak bisa lagi menaha
Cklek...Dasta terperanjat saat mendengar suara pintu kamarnya di buka, Dasta bangkit berdiri menyambut Shaka yang sepertinya baru pulang bekerja. Senyuman Dasta mengembang begitu melihat wajah Shaka, pria itu terlihat menutup pintu kamar dengan cepat dan sedikit membantingnya.Dasta tersentak kaget seraya menutup kedua telinganya, Shaka memandang Dasta dengan wajah marah."Beraninya kau melakukan hal seperti itu tadi pagi!" bentak Shaka murka.Kening Dasta mengkerut bingung. "Me—melakuan apa bang?" tanya Dasta tergagap."Kau masih bertanya lagi? apa kau memang lebih suka di hukum, huh?"Dasta menggeleng. "Coba Abang katakan dulu, kesalahan apa yang Dasta lakukan?""Diamlah, kau sialan!" Shaka terus membentak dan kini berjalan mendekati Dasta yang berdiri di tepi ranjang bak patung.Dasta gelagapan, ia tahu hal apa yang akan ia alami ber
Shaka keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk yang melilit dari pinggangnya sampai ke lutut. Di tangan kanannya ada handuk kecil yang memang sengaja Shaka pegang untuk menggosok-gosokkan ke rambutnya yang basah agar mengering.Shaka mencari keberadaan Dasta ke segala arah dan tak menemukan wanita itu di dalam kamar."Kemana dia?" gumam Shaka bertanya pada diri sendiri seraya berkacak pinggang.Sungguh pose yang mengunggah selera, bak foto model majalah dewasa yang menggiurkan.Shaka mengendikkan bahunya tanda tak peduli dimana pun sekarang wanita itu berada, bahkan ia sangat bersyukur karena sudah tak mendapati Dasta di dalam kamar.Jika melihat wajah Dasta maka amarah Shaka meningkat secara pesat. Sebenarnya Shaka juga bingung mengapa ia begitu membenci Dasta, padahal ia sama sekali tak mempunyai dendam pada wanita itu, terlebih Dasta adalah sahabat dekat adiknya.