Share

Part 3

"Dasta!!!" teriak nyaring Rasty kesenangan begitu melihat Dasta masuk ke dalam rumahnya melalui pintu utama bersama Shaka.

Rasty langsung berlari kecil ke arah Dasta demi memeluk tubuh sahabatnya itu, spontan karena reaksi Rasty yang tiba-tiba berlari membuat semua orang panik dan terpekik.

"Rasty, jangan berlari, ingat kau sedang hamil nak." itu suara bu Marwa yang mengingatkan Rasty jika ia sedang mengandung.

Rasty menghentikan larinya menjadi jalan setelah hampir sedikit lagi dekat dengan Dasta. Lalu langsung menghambur memeluk Dasta yang juga membalas pelukannya.

"Aku merindukanmu." bisik Rasty sedikit terisak di telinga Dasta.

"Aku pun juga sangat merindukanmu, Rasty."

Shaka yang berdiri di belakang Dasta, memperhatikan intens ke-akraban antara adik dan calon istrinya itu.

Shaka mendengkus, tentu saja mereka sangat akrab. Kan, mereka sahabat.

"Abang," panggil Rasty pelan pada Shaka yang persis berdiri di belakang tubuh Dasta seperti bodyguard.

"Terima kasih." ucap Rasty tulus dari hatinya begitu bahagia karena sang Abang mau mengabulkan keinginannya.

Shaka mengangguk seraya tersenyum lembut ke arah adik yang sangat di sayanginya itu.

"Aku permisi, kalian berdua lanjutlah bersenang-senang dan mengobrol." pamit Shaka pada Rasty dan juga Dasta.

"Dasta, ayo!" Rasty menarik tangan Dasta lembut, mengajaknya agar ikut duduk bergabung bersama kedua orang tuanya dan suaminya.

Banyak obrolan yang mereka bicarakan sedari Dasta mendaratkan bokongnya duduk di sofa empuk itu. Apalagi bu Marwa dan Rasty yang begitu antusias pada Dasta, Dasta selalu tersenyum sebagai jawaban karena ibu dan anak itu yang terus menggodanya dengan Shaka.

Shaka sendiri semenjak masuk ke kamarnya sampai sekarang belum juga menampakkan batang hidungnya turun untuk bergabung bersama mereka. Ia lebih menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang belum selesai ia kerjakan tadi di kantor, Shaka tengah fokus pada layar laptop dan berkas-berkas yang ada di ranjang.

Sebenarnya ia ingin menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerjanya sendiri, tapi rasanya ia sangat malas untuk melangkahkan kakinya. Jadi inilah keputusan akhir Shaka.

*******

Dasta meremas ke sepuluh jarinya berulang kali sambil tetap melangkahkan kakinya yang kini sudah berdiri tepat di depan pintu kamar Shaka. Dasta sudah menolak keinginan bu Marwa yang menyuruhnya untuk memanggil Shaka. Tak mungkin seorang wanita masuk ke dalam kamar pria bukan? Tetapi bu Marwa mengatakan tak apa, toh, sebentar lagi Dasta dan Shaka juga menikah.

Meskipun begitu tetap saja membuat Dasta merasa aneh, tapi ya pada dasarnya Dasta yang penurut pun mematuhi keinginan bu Marwa.

Tangannya terangkat, ragu-ragu ingin mengetuk pintu kamar pria itu. Takut membuat Shaka marah nantinya, tapi bagaimana Dasta bisa menolak jika calon ibu mertuanya lah yang terus mendesaknya.

Baru saja tangan Dasta ingin mengetuk pintu itu, tetapi kamar tersebut sudah terbuka. Untung saja wajah Shaka tak terkena tangan Dasta yang ingin mengetuk pintu.

Shaka menyipitkan matanya melihat Dasta yang ada di depan pintu kamarnya. Untuk apa gadis lugu ini disini? Dasta yang malu pun hanya menundukkan kepalanya saja tak berani menatap Shaka yang pastinya sedang menatap tajam dirinya.

"Ada apa Dasta?" tanya Shaka dengan nada suaranya selembut mungkin.

"Ehhm, itu—" Dasta gugup ingin mengatakannya pada Shaka.

Shaka yang gemas melihat Dasta pun dengan sangat secara tiba-tiba dan cepat, menarik tubuh Dasta untuk masuk ke kamarnya, mengunci pintu kamar dan memojokkan tubuh Dasta di daun pintu kamarnya yang tertutup rapat.

Wajah Shaka sangat dekat dengan wajah Dasta, menghimpit tubuh Dasta semakin merapat pada tubuhnya.

Tanpa aba-aba atau peringatan Shaka mencium bibir tipis, mungil dan berwarna merah alami.

Mendapat perlakuan itu awalnya Dasta syok dan kaget luar biasa, pasalnya ini adalah ciuman kedua mereka dan lebih parahnya Shaka menciumnya di kamar pria itu.

Dasta berusaha melawan dengan mendorong cukup kuat dadanya, tapi percuma tenaganya tidak sebanding dengan Shaka. Apalagi Shaka memperlakukan Dasta dengan lembut lewat ciumannya yang perlahan membuat Dasta merasa manis dan terbuai.

Entah naluri dari mana Dasta melingkarkan kedua tangannya di leher Shaka. Shaka tersenyum puas dan semakin memperdalam cumbuannya. Dasta memejamkan matanya meresapi ciuman yang di berikan Shaka.

Shaka melepaskan ciumannya ketika mereka berdua merasa perlu bernafas karena pasokan oksigen yang mulai habis. Shaka melirik pada bibir Dasta yang membengkak karena ulahnya.

Di tangkupnya kedua pipi Dasta dengan kedua tangannya. "Lain kali balas ciumanku ya." desisnya nyaris berbisik di depan Dasta.

Dasta merona mendengar ucapan Shaka yang seperti sebuah perintah.

"Katakan, ada apa hingga kau datang ke kamarku?" tanya Shaka yang mulai ingat kenapa Dasta bisa ada di depan kamarnya tadi.

"Ehmm, mama mu menyuruhku untuk memanggilmu turun ke bawah, makan malam sudah tersedia dan mereka menunggu kita."

Mata Shaka menyipit mendengar kata menunggu. Ini sudah cukup lama dari saat Dasta ke kamarnya, pastilah mereka sudah menebak dan akan menggoda mereka berdua nanti.

"Ayo kita turun ke bawah," ajak Shaka menggenggam sebelah tangan Dasta.

Dasta menurut dan mengikuti tiap langkah Shaka yang jalan pelan menyesuaikan langkag Dasta yang kecil. Dasta melirik tangannya yang di genggam Shaka, rasa hangat menyelimuti hati dan jiwanya.

"Sepertinya aku mulai menyukaimu." batin Dasta tersenyum memperhatikan wajah tampan Shaka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status