Pukul dua dini hari Shaka baru kembali pulang ke rumahnya, Shaka membuka pintu dan memasuki rumah megah itu dalam keadaan yang sudah sangat sunyi. Tentu saja, karena semua orang sudah tertidur pastinya.
Shaka menaiki tangga menuju ke lantai atas, tujuannya saat ini adalah kamarnya yang sekarang sudah di sulap menjadi kamar pengantin. Ia sangat ingin melihat Dasta, apakah wanita itu sudah tertidur? Atau kelelahan menunggunya pulang?
Shaka mengernyit heran saat ia memutar kenop pintu tapi pintunya tak bisa di buka, di kunci? Tebak Shaka cepat, ia pun merogoh saku celananya dan mengambil kunci cadangan kamar miliknya yang menang selalu ia bawa kemanapun selain kunci mobil.
Cklek...
Shaka membuka pintu kamar dan hal yang pertama kali ia tangkap dalam penglihatannya adalah kegelapan. Mengernyit heran karena lampu kamarnya di matikan. Apa mungkin Dasta yang melakukannya?
Masuk ke kamar dan langsung mengunci pintunya, Shaka menghidupkan lampu agar kembali terang. Dan ia bisa melihat jelas Dasta yang tertidur pulas di atas ranjang yang selalu ia tiduri.
Mata Shaka memindai ke segala arah, kamar pengantin yang benar-benar indah. Di dekorasi dengan sangat manis dan romantis, Shaka tahu siapa yang melakukan ini terhadap kamarnya.
Rasty! Ya, pasti adiknya itu yang begitu antusias melakukan ini.
Shaka terus memperhatikan tubuh Dasta yang tidur nyenyak dengan posisi telentang. Selimut yang menutupi tubuh Dasta tersingkap ke bawah kakinya. Bagaimana mungkin seorang Dasta tidur sebegitu kacaunya?
Tak mempedulikan keseksian Dasta yang hanya memakai gaun tidur tipis transparan di atas ranjang, tampak lezat dan menggugah selera.
Shaka melangkah mendekati ranjang, merunduk membungkukkan badannya condong ke wajah Dasta hingga kini wajah mereka sejajar. Sengaja Shaka meniupkan angin dari mulutnya menerpa wajah dan rambut Dasta.
Dasta menggeliatkan badannya, kelopak matanya perlahan terbuka. Mengernyit menyesuaikan penglihatannya yang masih mengabur efek kantuk, berbinar bahagia ketika matanya sudah melihat dengan jelas wajah siapa yang ada di depan wajahnya kini.
"Bang Shaka!" seru Dasta bahagia.
Dasta membentangkan kedua tangannya lebar bersiap menerima pelukan Shaka, ia pikir pasti Shaka akan memeluknya dan memberinya kecupan-kecupan mesra di wajah seperti biasanya yang lelaki itu lakukan.
Lama tangan Dasta terbentang tapi Shaka tak kunjung bergerak, lelaki itu hanya menatap Dasta lekat. Dasta mengernyit melihat tatapan suaminya yang sekarang ini terkesan tajam dan dingin, tak seperti tatapan bang Shaka yang seperti biasanya.
"Bang Shaka, kenapa?" pertanyaan yang di lontarkan Dasta.
Rasa takut tiba-tiba menjalari diri Dasta, raut kecemasan juga terlihat di wajahnya.
Shaka tersenyum sinis ke arah Dasta seraya mendekatkan bibirnya ke bibir Dasta. Tersentak saat merasakan bibir Shaka yang melumat bibirnya.
Tidak ada bau alkohol dari mulut bang Shaka, berarti dia tidak mabuk. batin Dasta bergejolak.
Shaka memperdalam ciumannya yang membuat Dasta terbuai, kini kedua tangan Dasta melingkari leher Shaka. Ikut serta membalas ciuman suaminya tak kalah panasnya.
Tiba-tiba Shaka menghentikan ciumannya dan berjalan menjauhi Dasta. Pria itu kini berdiri di kaki ranjang, Dasta memperhatikan setiap gerak tubuh suaminya.
"Kau ingin malam pertama yang indah bukan?" tanya Shaka berkacak pinggang.
Dasta merona mendengarnya, malu-malu ia menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, aku akan melakukannya bersamamu. Hanya untukmu!"
Kembali Shaka membungkukkan tubuhnya merunduk ke bawah, Dasta malu saat ini posisi Shaka pas di daerah kakinya. Tangan Shaka terulur menyentuh jari kaki Dasta sampai ke pahanya. Berulang kali ia lakukan dari paha sampai ke jari kakinya, Dasta merasakan sensasi aneh yang terasa enak.
Shaka puas melihat Dasta yang ke enakan dengan sentuhan tangannya. Tersenyum sinis sekaligus mengejek wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya.
Istri? Mengingat kata istri kembali membuat Shaka kesal setengah mati. Dan tanpa di duga, Shaka memegang masing-masing kaki ramping Dasta dengan kedua tangannya. Menarik kedua kaki Dasta kuat hingga membuat wanita itu jatuh merosot sekuatnya.
Pinggang dan bokong Dasta pas mendarat ke lantai kamar yang dingin hingga membuat wanita itu jatuh terduduk. Dasta meringis merasakan sakit pada bagian tubuhnya yang menghantam lantai.
Dasta mendongak menatap tak percaya pada apa yang Shaka lakukan padanya. Lelaki itu kini berdiri menjulang di hadapan Dasta, masih menatap Dasta dengan pandangan yang sama.
"B-bang Shaka, ada apa denganmu?" tanya Dasta terbata.
Shaka menyeringai lebar, berdecih dengan tatapan jijik melihat Dasta.
"Bang-"
"Diam!"
Dasta tersentak dengan bentakan Shaka, ini kali pertamanya Shaka membentak dirinya.
Ada apa sebenarnya ini? Kenapa suaminya bersikap aneh?
Ya Tuhan! Apa yang telah terjadi? batin Dasta terisak.
Shaka yang kesal melihat wajah Dasta pun menarik rambutnya, menjambak kuat-kuat seakan ingin merontokkan rambut Dasta dari akarnya. Dasta meringis kesakitan dan berusaha melepaskan tangan Shaka."Sa-sakit..., Bang Shaka, ada apa denganmu?" rintih Dasta merasakan perih pada kulit kepalanya."Itu semua karenamu!" tegas Shaka melepaskan kasar rambut Dasta yang tadi di jambaknya.Kembali Dasta terjerembab di lantai, mata Dasta menatap lantai marmer kamarnya yang berwarna putih bersih itu. Masih tak habis pikir dengan yang barusan ia alami, Shaka membentak dirinya dan juga menjambak rambutnya kuat.Kenapa? Kenapa semua seperti ini? "Ini semua salahmu Dasta!" peringat Shaka menggeram marah.Dasta mengernyit heran dengan ucapan Shaka, semua karena kesalahannya? Dasta membalikkan badannya menghadap Shaka kembali yang menatapnya garang."Maksud bang Shaka apa? Kenapa Abang bilang ini semua salahku?" tanyanya polos."Ya, karena kaulah aku menderita!"
Semua orang sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan, kecuali Dasta yang juga belum menampakkan batang hidungnya. Semua mata menatap berbinar dan tersenyum geli saat melihat Shaka, terutama Rasty, tersenyum jahil ke arah Abangnya tersebut."Dimana istrimu, Shaka?" tanya bu Marwa.Gerakan tangan Shaka yang ingin menarik kursi untuk ia duduki pun terhenti, wajahnya mengeras saat mendengar nama wanita yang di bencinya itu di sebut.Cepat-cepat Shaka merubah raut wajahnya, tersenyum menatap ke arah sang mama."Dasta masih tidur ma, sepertinya dia sangat kelelahan sekali."Rasty bersorak kegirangan mendengar ucapan abangnya, semua orang menatap takjub dan bangga ke arah Shaka yang mengira jika mereka telah berhasil melakukan malam pertama."Kyaa!! berapa ronde tadi malam bang?" goda Rasty yang langsung mendapatkan pelototan mata Shaka.Rasty tak bisa lagi menaha
Cklek...Dasta terperanjat saat mendengar suara pintu kamarnya di buka, Dasta bangkit berdiri menyambut Shaka yang sepertinya baru pulang bekerja. Senyuman Dasta mengembang begitu melihat wajah Shaka, pria itu terlihat menutup pintu kamar dengan cepat dan sedikit membantingnya.Dasta tersentak kaget seraya menutup kedua telinganya, Shaka memandang Dasta dengan wajah marah."Beraninya kau melakukan hal seperti itu tadi pagi!" bentak Shaka murka.Kening Dasta mengkerut bingung. "Me—melakuan apa bang?" tanya Dasta tergagap."Kau masih bertanya lagi? apa kau memang lebih suka di hukum, huh?"Dasta menggeleng. "Coba Abang katakan dulu, kesalahan apa yang Dasta lakukan?""Diamlah, kau sialan!" Shaka terus membentak dan kini berjalan mendekati Dasta yang berdiri di tepi ranjang bak patung.Dasta gelagapan, ia tahu hal apa yang akan ia alami ber
Shaka keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk yang melilit dari pinggangnya sampai ke lutut. Di tangan kanannya ada handuk kecil yang memang sengaja Shaka pegang untuk menggosok-gosokkan ke rambutnya yang basah agar mengering.Shaka mencari keberadaan Dasta ke segala arah dan tak menemukan wanita itu di dalam kamar."Kemana dia?" gumam Shaka bertanya pada diri sendiri seraya berkacak pinggang.Sungguh pose yang mengunggah selera, bak foto model majalah dewasa yang menggiurkan.Shaka mengendikkan bahunya tanda tak peduli dimana pun sekarang wanita itu berada, bahkan ia sangat bersyukur karena sudah tak mendapati Dasta di dalam kamar.Jika melihat wajah Dasta maka amarah Shaka meningkat secara pesat. Sebenarnya Shaka juga bingung mengapa ia begitu membenci Dasta, padahal ia sama sekali tak mempunyai dendam pada wanita itu, terlebih Dasta adalah sahabat dekat adiknya.
"PELAKOR?!" kata Rasty bertanya dengan suara nyaring.Dasta meremas jarinya seraya mengigit bibirnya. Hal apalagi yang akan di lakukan Shaka padanya. Apa kali ini Shaka akan membuat dirinya terpojok dengan menuduhnya berselingkuh, mungkin? "Ya, ada pelakor." Semua mata menatap antusias Shaka, suasana serasa memanas."Di acara televisi," jawab Shaka santai seraya tersenyum. Semua orang akhirnya bisa bernafas lega."Hhh, ku pikir tadi apa bang." kata Rasty merasa plong."Memang kau berpikiran apa? Apakah ada pelakor di rumah ini?" Suasana kembali memanas saat nada Shaka memancing kembali kata pelakor di tambah kata rumah. Rasty mengernyitkan dahinya dalam, sepertinya ada yang salah dengan kata dalam nada bicara abangnya."Bang Shaka mabuk ya?" tebak Rasty menduga.Shaka hanya menanggapinya dengan tersenyum, Dasta sendiri sedari tadi hanya diam saja. Ia bingung ingin melakukan ataupun mengatakan sesuatu, karena Shaka selalu dominan dalam hal
Prok... Prok... Prok....Shaka masih terus bertepuk tangan riuh, seakan ia tengah memberi sebuah sambutan untuk pemenang sebuah kompetisi.Perlahan namun pasti Shaka berjalan mendekati mereka, menatap secara bergantian Dasta dan Vito."Abang ipar, aku bisa jelasin semuanya. Kau salah paham—"Bugggh.Tanpa ba-bi-bu Shaka langsung melayangkan pukulannya, memberikan bogem mentahnya ke wajah Vito tepat mengenai sudut bibirnya. Sudut bibir Vito mengeluarkan darah akibat robek dari kuatnya pukulan Shaka. Dasta yang panik melihat hal itu pun menjerit histeris.Semakin histeris saat Shaka tak hanya sekali memukul Vito, sepertinya Shaka memang sengaja menimbulkan keributan hingga memukul-mukuli Vito brutal."Hentikan!" teriak Dasta namun tak berarti apa-apa bagi Shaka.Kejadian ini pun sukses membuat semua penghuni rumah yang tadinya masih tertidur pulas kini terbangun. Mereka terbangun karena mendengar suara bising dan suara jeritan Dast
Tubuh kurus itu menatap kosong ke atas langit-langit kamar, tak ada kecerahan yang terlihat di mata dan wajahnya. Mata sembab nyaris bengkak dan wajah memerah bekas tamparan tapak tangan Shaka yang besar.Tak ada harapan kebahagiaan untuk Dasta sepertinya, ia sudah sepenuhnya masuk ke dalam siksaan neraka yang di ciptakan Shaka khusus untuknya. Seluruh tubuhnya lebam penuh luka bekas pukulan dan cambukan ikat pinggang milik Shaka, tak hanya itu saja, Shaka bahkan menambahkan siksaan untuk Dasta yang nyaris tak ingin di ingatnya.Dasta bahkan tak sanggup rasanya bergerak hanya sekadar untuk keluar dari kamar, biarkan saja seperti ini. Bahkan Dasta berdoa semoga saja Tuhan mencabut nyawanya sekarang, agar Shaka senang dan bahagia mendengar kabar kematiannya.Otak licik Dasta timbul ketika siksaan yang membelenggu dirinya terus menerus. Yang perlu Dasta lakukan sekarang adalah, selalu berbuat salah dan terlihat buruk di mata semua orang. Agar mereka semua mem
"Aku ingin pindah rumah." kata Shaka saat mereka semua sedang menyantap makan malam.Deg.Semua mata menatap ke arah Shaka, pria itu dengan santainya melahap makanan yang ada di piringnya sebelum kembali berbicara."Aku ingin hidup berdua bersama Dasta di rumah kami, ku pikir itu hal yang baik bagi pernikahan kami berdua." Vito merasa tersindir dengan kalimat Shaka yang mengatakan 'ku pikir itu hal yang baik.'Sudah seminggu semenjak insiden salah paham itu terjadi, Rasty mengatakan pada kedua orang tuanya jika mereka bertengkar hebat.Namun mereka menganggap hal itu sebagai rasa amarah Shaka yang terlampau cemburu. Dan selama seminggu itu pula Dasta tak banyak bicara, wanita itu terlihat lebih banyak menyendiri di kamar ataupun mengurung dirinya satu harian, dan akan berkumpul saat makan malam saja, itu pun jika Dasta ingin.Sekarang Dasta tak akan malu lagi untuk menunjukkan sikap kurang ajarnya, bukankah hal itu yang memang ingin di lakukann