Share

3. Musuh Syafa

Mereka bertiga masuk ke dalam kelas yang saat ini telah resmi menjadi kelas di tahun terakhir mereka di jenjang SMA.

Mereka menatap ke sekeliling kelas bermaksud untuk mencari bangku yang kosong. Rata-rata bangku depan telah diisi oleh siswa-siswi lainnya.

"Na, kita duduk di sana aja. Bangku depan udah pada penuh." Syafa menunjuk dua bangku yang terletak di barisan ke dua dari depan dan berada persis di samping tembok.

"Ya udah." Ucap Hana setuju, itu memang tempat strategis untuk memperhatikan pelajaran dengan baik yang tersisa. Hana dan Syafa mulai berjalan ke bangku yang dimaksud.

Sean ikut berjalan mengikuti Hana dan Syafa. "Trus gue di mana?" Sean menunjuk dirinya sendiri.

Syafa duduk di samping tembok, diikuti Hana yang duduk di sebelahnya. Setelah menyimpan tasnya di atas meja Syafa lalu menatap Sean. "Tuh di belakang kosong kunyuk." Tunjuknya kepada bangku kosong di belakang mereka.

"Masa gue duduk sendirian sih." Sean memutar badannya, barangkali masih ada siswa cowok yang duduk sendirian atau masih belum memiliki bangku, maka ia bisa mengajaknya duduk bersama.

"Ya iyalah. Masa iya kita duduk bertiga Sean. Nanti kalo guru marah gimana?" Hana berdiri dari tempat duduknya lalu mendorong tubuh Sean ke bangku yang dimaksud Syafa. "Lo duduk di sini aja."

"Ya udah deh. Kalo Hana yang bilang mah gue nurut aja." ucap Sean pasrah sembari duduk di bangku tersebut. Lagipula sudah tidak ada lagi siswa yang bisa diajaknya duduk bersama.

Hana hanya tersenyum dan kembali duduk di bangkunya. Syafa yang melihatnya langsung memutar bola matanya jengah. Namun tak lama, fokusnya langsung ke depan pintu membulatkan mata tidak percaya dengan mulut terbuka sedikit. Setelah dia mulai membaca situasi, Syafa langsung menepuk pundak Hana. Hana yang di tepuk pundaknya langsung memandang Syafa dengan ekspresi bertanya.

"Jangan bilang kalo kita sekelas ama dia?" ucap Syafa dengan nada syok. Ini merupakan hal buruk jika mereka memang berada di kelas yang sama.

Hana yang bingung dengan Syafa langsung mengikuti arah pandangan sahabatnya itu. Tatapan tajam Syafa tertuju pada Ashila yang kini duduk di bangku depan paling ujung, berlawanan dari mereka. "Maksud lo Ashila?" kini Hana kembali menatap Syafa. Ia tidak mengerti ada apa dengan Ashila sehingga sahabatnya kini menunjukkan ekpresi tidak suka.

Syafa hanya mengangguk dan kembali memfokuskan diri ke arah depan. Matanya tajam melihat segala aktivitas Ashila yang kini asyik berbicara dengan teman sebangkunya. Bagaimanapun berusahanya Syafa untuk menyukai cewek itu, namun ada-ada saja kelakuannya yang akan membuat Syafa sangat jengkel.

Hana kembali menatap Ashila. "Emang kenapa ama Ashila?" Hana menatap Syafa penuh selidik. Tidak biasanya sahabatnya ini tidak menyukai seseorang sebegininya. Sampai-sampai Hana bisa membayangkan jika bisa saja Syafa melompat ke arah Ashila lalu menjambak rambutnya. Itu semua Hana simpulkan dari sorot mata Syafa yang tajam membara.

Syafa menyenderkan tubuhnya pada tembok dan menatap Hana. Ia menghela nafas, kemudian menghembuskan secara perlahan seakan sedang berusaha meredam emosinya. "Dia pacar sepupu gue." Ungkap Syafa.

Hana kini bingung. Kalau Ashila pacar sepupunya Syafa, terus kenapa Syafa seperti menunjukkan bendera perang pada Ashila. Seharusnya mereka akur.

"Lah trus kenapa lo segitu nggak sukanya ama dia? Seharusnya kan lo akur?" Hana kini bertanya.

"Keliatan banget yah kalo gue nggak suka ama dia."

Hana mengangguk. Bahkan ia bisa merasakan hawa panasnya Syafa kini.

"Gue tuh yah, semacam nggak setuju gitu sepupu gue ama dia. Lo tau sendirikan Ashila itu kayak gimana di sekolah." Syafa memperbaiki duduknya dan mulai mengeluarkan buku-bukunya. "Gue kayak nggak rela gitu. Lagian juga dia pake pelet apaan sih sampai-sampai sepupu gue mau ama tuh orang."

Hana hanya mengangguk mengerti. Memang wajar jika seorang Syafa tidak menyukai Ashila. Karena Ashila orang yang selalu di bicarakan di sekolah. Bukan karena prestasinya, tapi karena bagaimana seorang Ashila yang cantik itu mempunyai sifat yang sangat angkuh, sombong, bahkan banyak yang membicarakan jika Ashila bukanlah wanita baik-baik.

"Lo pada ngebicarain apa sih? Serius amat dari tadi. Sampai-sampai gue yang di belakang di cuekin." dengus Sean dari bangkunya. Sedari tadi dia memperhatikan kedua cewek di depannya ini sedang serius membicarakan sesuatu lalu sesekali menengok ke arah dekat pintu. Bahkan ia mendengar nama Ashila disebut-sebut.

"Kepo banget sih. Ini mah urusan cewek." ujar Syafa.

"Waahhh sejak kapan lo jadi cewek Fa. Yang gue tau mah elo Batman. Bukan-bukan. Bukan Batman deh, gue lupa kalo lo itu monyet."

"SEAN! gue bukan monyet!" kini Syafa berbalik dan menggebrak meja Sean. Siswa-siswi kini memperhatikan mereka karena kaget akibat gebrakan meja Syafa. Hana yang melihat itu langsung memegang kepalanya merasa pusing dengan sahabatnya ini.

Sean mengatupkan bibirnya tidak percaya melihat ekspresi Syafa saat ini. Sean bahkan berpikir kalau Syafa cocok memerankan salah satu karakter monster di film Monster Inc.

"Lo itu benar-benar menakutkan Fa. Sana gih lo casting di film monster barangkali lo dapet peran." kini Sean cekikikan di tempatnya. Sean memang tidak bisa membaca situasi kalau Syafa kini sedang badmood. Kalau ini segera tidak dihentikan maka sebentar lagi akan terjadi perang di sini.

"Sean. Lo bisa nggak sih nggak gangguin Syafa melulu. Nggak capek apa kalian berdua itu tiap ketemu debat, ketemu berantem, ketemu saling mengejek. Nggak ada akur-akurnya. Gue aja yang ngeliat kalian capek." kini Hana segera berbicara sebelum perdebatan mereka bisa mengacaukan kelas.

"Gue juga capek Na tapi Sean tuh sering mulai duluan." Syafa menatap Sean dengan sengit.

"Lo juga sering mulai duluan Fa." jawab Hana. Oke, Hana berusaha netral disini.

Syafa menghadap Hana dan mengerucutkan bibirnya. Dia tidak menyangka Hana akan memberikan pembelaan pada Sean, atau mungkin tidak. Untung Syafa sangat menyayangi sahabatnya ini.

Sedangkan Sean menatap Hana dengan takjub. Bagaimana bisa ia tidak jatuh cinta pada Hana setiap harinya jika sikap Hana selalu menggemaskan di matanya. 

Sayangnya Sean harus menahan perasaanya. Pernah sekali Sean mencoba mengutarakan perasaannya pada Hana, namun yang didapatnya adalah penolakan halus dari Hana. Hana lebih memilih bersahabat dengannya karena merasa sudah nyaman. 

Menurut Hana, jika mereka lebih dari sahabat maka suatu saat jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan akan menjadi kecanggungan yang sangatlah buruk. Lebih baik bersahabatkan?

Sean pun memutuskan untuk menunggu, menunggu hati Hana agar bisa mengerti perasaannya. Jika suatu waktu nanti Hana akan memilih orang lain dibanding dirinya. Maka Sean akan siap untuk mencari yang lain. Baginya kebahagiaan Hana adalah segalanya. Lagi pula kenapa dia harus repot-repot untuk luput dalam kesedihan. Karena dia juga harus mencari kebahagiaanya sendiri. Se-simple itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status