Share

6 - Permintaan Sisi

》gadis 16 milyar《

Mendengar Sisi sedang di rawat di Rumah Sakit membuat Lili mau tak mau meninggalkan Surabaya hari itu juga. Semua pekerjaan ia tinggalkan dan ia limpahkan pada orang kepercayaannya.

Langkah Lili terlihat begitu lebar saat menyusuri koridor Rumah Sakit yang tidak begitu ramai. Keinginannya saat ini hanya satu, melihat Sisi baik-baik saja dan melihat senyum gadis itu.

Dada Lili seketika berdebar kencang saat menatap Lana, pengasuh Sisi sedang berjalan di depannya. Pandangan matanya tampak menunduk dan menatap sesuatu yang berada di genggamannya.

"Mbak Luna!" panggil Lili sedikit kencang. Wanita itu menoleh dengan mulut sedikit terbuka karena syok kehadiran Lili yang tiba-tiba.

"Ibu?" sahut Luna lirih. "Ibu kapan datang? Kok tidak ngabarin saya, Bu?"

"Sisi gimana?" Lili tak mengindahkan pertanyaan Luna, ia tampak cemas saat menatap beberapa obat yang ada dalam genggaman tangan Luna.

"Di dalam, Bu. Non Sisi sudah sadar dan sore ini boleh dibawa pulang!"

Lili membuang nafas lega mendengar penuturan Luna. Tak menunggu waktu lama, Lili langsung masuk ke kamar rawat Sisi. Lili sempat berhenti sejenak diambang pintu, menatap sekeliling kamar Sisi yang tampak mewah.

Pandangan mata Lili lalu beralih menatap Sisi yang tampak tertidur di atas brankar rumah sakit. Hati Lili serasa ngilu saat menatap jarum infus menempel di pergelangan kiri lengan Sisi. Airmata Lili rasanya tak bisa dibendung lagi. Ia menangis sambil melangkah lebar menghampiri Sisi.

"Sisi, Sayang!" Lili mengelus rambut tebal Sisi membuat kelopak mata gadis itu terbuka secara perlahan.

"Bunda!" panggilan Sisi begitu lemah. Kedua mata Sisi menatap Lili.

"Iya, Sayang. Bunda di sini!" sahut Lili lalu mencium kening Sisi sangat lama. Sungguh, Lili sangat menyesal meninggalkan Sisi dan lebih mementingkan pekerjaannya. Tapi jika ia mengabaikan Perusahaannya maka ia akan kehilangan beberapa aset yang ia miliki.

"Bunda, Sisi kangen sama Ayah!"

Lili mengembangkan senyumnya dan mencium punggung tangan Sisi. "Kalo udah sembuh, Bunda bawa Sisi ketemu Ayah!" janji Lili.

Kepala Lili menoleh kearah samping, disana ada Lana sedang membereskan beberapa perlengakapan Sisi. "Mbak, jaga Sisi sebentar ya. Aku mau ke bagian administrasi!" pesan Lili.

"Mau bayar biaya perawatan Non Sisi ya, Bu?" tanya Luna. Lili hanya mengangguk. "Sudah di bayar sama Pak Rey, Bu!"

"Rey? Siapa dia?" tanya Lili dengan kening mengkerut.

"Orang yang sudah menolong Non Sisi dan membawa Sisi ke Rumah Sakit. Orangnya baik sekali, Bu. Dan Pak Rey yang memilih kamar VIP ini untuk Non Sisi!"

"Sekarang orangnya dimana?"

"Sepertinya pulang, Bu. Semalaman Pak Rey terus jagain Non Sisi. Bahkan Pak Rey tidak tidur, Bu!"

Lili terdiam sebentar. Jujur, ia ingin sekali bertemu dengan laki-laki yang telah menyelematkan nyawa Sisi. "Orangnya ninggalin kartu nama nggak, Mbak? Mungkin nomer telpon atau apa gitu?"

Luna menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Pak Rey cuman titip pesan kalau tidak bisa mengantar Sisi pulang ke rumah karena sedang sibuk!"

Lili mengangguk dan kembali menatap Sisi yang kembali memejamkan matanya.

Pak Rey? Seperti apa orangnya? batin Lili.

》gadis 16 milyar《

Ali mendesah panjang setelah menutup aplikasi perbankan dalam smartphonenya. Dalam sehari saja ia mampu menghabiskan belasan juta. Semua karena Sisi, gadis kecil yang malang.

Tapi Ali sama sekali tidak menyesali dengan apa yang telah dilakukannya. Entah kenapa ia rela menghabiskan uangnya demi Sisi. Dan hatinya tiba-tiba terasa nyeri kala melihat gadis itu terbaring lemah tak berdaya.

"Apa kita bisa kembali ke Surabaya, Rey?" tanya Adam setelah selesai membereskan perlengkapannya.

Ali membisu dan hanya menoleh sebentar ke arah Adam. Ia membuka galeri di dalam ponselnya dan menatap foto Sisi yang tengah terlelap dibalik selimut kamar Rumah Sakit yang membungkusnya.

Jantung.

Benar-benar tak bisa dipercaya, gadis seceria Sisi mengidap penyakit mematikan itu.

"Rey. Bisakah kau tidak memikirkan gadis kecil itu?" protes Adam.

Kepala Ali menoleh cepat dengan sorot mata yang terlihat tajam. Ada rasa tak terima saat mendengar protesan Adam. "Jangan urusi pribadiku, Adam!" jawab Ali sengit.

Adam menghela nafas pelan dan memilih meninggalkan kamar. Sepertinya ia benar-benar harus mencari tau siapa Sisi sebenarnya.

》gadis 16 milyar《

Sisi tampak tertawa renyah setelah mendaratkan kecupan di kedua pipi Nick. Laki-laki itu lalu mencubit gemas pipi gembil Sisi dan mendaratkan ciuman gemas dikedua pipinya.

"Anak Ayah harus selalu sehat ya!" ingat Nick sambil menggendong Sisi.

Sisi mengangguk patuh. "Ayah kapan pulang?" tanya Sisi polos.

Nick melemparkan pandangannya pada Lili yang berdiri di sebelahnya. Lili tersenyum lebar lalu merentangkan kedua tangannya, menyambut Sisi. "Sini, sama Bunda!"

Nick melepaskan Sisi dan memberikannya pada Lili. Kini gadis itu sudah berada dalam gendongan Lili dan terlihat memeluk leher Sang Bunda. "Sabar ya, Sayang. Bunda janji bakalan bawa Ayah pulang!"

Nick ikut tersenyum tapi sangat tipis. Ia tau kalau Lili pasti akan berusaha membebaskannya. Walaupun dalam hitungan detik saja Lili bisa membebaskan Nick tapi ia tidak akan melakukannya karena hal itu akan beresiko besar. Ia takut jika identitasnya akan tercium oleh orang-orang suruhan Ali.

Sekitar jam 1 siang Lili membawa Sisi keluar dari lapas. Sebuah taxi berwarna biru sudah menunggu di depan pintu. "Jalan, Pak!" titah Lili dan hanya diangguki oleh sopir taxi.

Taxi biru itu meluncur mulus di jalanan yang lumayan lengang. Sisi mendongak dan menatap wajah Sang Bunda. "Bunda!" panggil Sisi pelan.

Lili menoleh cepat sambil mengembangkan senyumnya. "Ya, Sayang!" sahutnya.

"Aku suka Om Rey!" celetuk Sisi tiba-tiba membuat kening Lili mengernyit. "Om Rey baik!"

"Oh ya?"

Sisi mengangguk beberapa kali. "Aku pernah dibeliin es krim sama Om Rey!"

"Kapan? Kok Sisi nggak bilang sama Bunda?"

Gadis kecil itu meringis kecil, memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Bunda kan lagi kerja!"

"Oooh!" sahut Lili sembari menganggukan kepalanya. "Om Rey itu orangnya kayak gimana, Si?"

"Mm ... ," Sisi mengetukkan telunjuknya ke dagu dengan posisi kepala mendongak. "Orangnya tinggi, putih, rambutnya gondrong Bunda. Oh iya, ada rambut di sini sama disininya!" Sisi menunjuk bawah hidungnya dan dagunya secara bergantian.

"Kumis dan jenggot?" tanya Lili tak percaya. Sisi menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Bunda! Bunda! Ayo kerumah Om Rey!" rengek Sisi sambil menggoyangkan lengan Lili.

"Kerumah Om Rey? Kan Bunda nggak tau rumahnya Om Rey, Sayang!" jawab Lili sambil tertawa geli.

"Tapi Sisi mau ketemu sama Om Rey. Ayo Bunda cari rumahnya Om Rey!" kekeh Sisi.

Lili membuang nafas panjang lalu menggelengkan kepalanya. Ada-ada saja permintaan Sisi hari ini. Setelah bertemu dengan Nick lalu Sisi meminta bertemu dengan laki-laki yang telah menolongnya. Bahkan ia sendiri tak tau seperti apa dan siapa Rey itu.

"Iya, Sayang. Nanti Bunda cari rumahnya Om Rey---!"

"Nggak mau, Bunda!" potong Sisi. "Sisi maunya sekarang ketemu sama Om Rey. Ayo Bunda!" lagi-lagi Sisi menggoyangkan lengan Lili.

"Ya tapi kan Bunda nggak kenal sama Om Rey, Sayang! Bunda juga belum pernah ketemu sama Om Rey!"

Sisi tampak mendengus lalu melepaskan kaitan tangannya dengan kasar. Ia mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil. "Bunda nggak sayang sama Sisi!"

"Loh, loh. Kok anak Bunda ngomongnya gitu, sih?"

"Sisi mau ketemu sama Om Rey!" putus Sisi.

Kembali Lili membuang nafas. Kali ini ia benar-benar harus menuruti permintaan Sisi dan mungkin akan mengerahkan orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Rey. Apapun akan ia lakukan untuk Sisi.

"Oke. Oke. Bunda bakalan ngajak Sisi ketemu sama Om Rey!"

》gadis 16 milyar《

Surabaya, 04 Desember 2018

AyaStoria


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status