Share

Tujuh : Jurang Itu Terlihat Nyata

Sejujurnya, Darris penasaran bagaimana hidup Netanya sebenarnya. Ia bisa terlihat cuek dan perhatian di saat yang bersamaan. Ia bisa berbicara sinis dan detik berikutnya ia bisa tertawa. Netanya gadis yang unik dan susah ditaklukkan. 

"Sebenarnya kalian para cewek suka atau mau cowok yang gimana?" 

"Emang aku cewek?" tanya Ilene dengan tangan begitu pasrah. Harusnya Darris sadar ia dan kembarannya tidak seperti manusia normal. 

"Manusia jadi-jadian." Ilene langsung melemparkan tasnya tepat di kepala Darris yang sedang menyetir di sebelah. Keduanya mendapat jadwal bimbingan yang sama, jadi bisa berangkat bersama. 

"Oh, nanti mau kenal sama calon istri aku tak? Cantik bangat." Ilene hanya memandang sinis pada kembarannya. Kembaran rasa musuhan. 

"Aku udah lupa-lupa ingat siapa Net-Net. Kan masih SMA banyak kenal orang, kecuali kuliah teman dikit." Jaman sekolah, kita pasti akan menjaring teman sebanyak mungkin. Tapi saat sudah kuliah dan semakin dewasa dan akhirnya mereka sadar, di dunia ini kita tak bisa berteman dengan semua orang karena alasan persaingan, dan terutama memilih teman yang berkualitas. Dan benar, teman berkualitas Ilene hanya satu dari kuliah semester satu dan yang lain hanya sekedar teman. Teman berkualitas yang saling mendukung, teman berkualitas yang sekarang menjadi bagian dari keluarganya. Takdir tidak ada yang tahu. Dulu, bagi Ilene dan Darris, Azyan hanya teman exclusive yang akhirnya masuk dalam bagian keluarganya menjadi exclusive. 

"Anjirrr, dia pakai baju sama kayak mimpi aku." Ilene melihat Darris yang mengintip benar saja, seorang wanita cantik di sana. Baru turun, dari mobil dengan semua penampilan yang sebenarnya sederhana tapi apa yang menempel di tubuh Netanya selalu memukau. Karena sudah mendapatkan restu pakaian vintage, hari ini Netanya memakai tema vintage. 

"Pasti lo coli sambil mikirin dia. Atau jangan-jangan mimpi basah dan mimpi dia." tuduh Ilene. Enaknya punya kembaran laki-laki, semua dosa laki-laki ia tahu. Bagaimana saat keduanya sudah masuk masa pubertas dan perubahan hormon yang terjadi di tubuh mereka. Bagaimana Darris mengakui mimpi basah pertamanya pada Ilene atau Darris juga tahu bagaimana akhirnya Ilene datang bulan. Harusnya menjadi privasi, tapi Ilene dan Darris berpikir saling berbagi asal mereka tahu batasan. 

"Sebenarnya Ai. Kalau orang mimpi basah tuh, muka ceweknya nggak jelas. Yang penting tahu enaknya, tapi serius aku mimpi Netanya." 

"Dan mimpi kotor?" 

"Ada aja." jawab Darris dan memukul jidat Ilene. Membuat Ilene berteriak dalam mobil dan Darris keluar dan menemui Netanya. 

"Eh sialan! Kunyuk memang." teriak Ilene mengejar Darris dan memukul kembarannya dengan tas, Ilene tak peduli padahal Darris sedang tebar pesona di depan gebetan. Sekarang harga dirinya jatuh karena kembarannya yang rese. Dan memang ini pemandangan sehari-hari mereka jika berangkat bersama, jika bukan Ilene yang usil maka Darris yang jahil. Dan itu terjadi setiap hari, keluar dari mobil pasti ada saja aksi lemparan. 

"Pagi masa depan." sapa Darris. Berdiri di depan Netanya yang begitu wangi. Memang tak bisa dibohongi parfum mahal dengan parfum botol isi ulang. 

Darris tanpa malu mengambil tangan Netanya dan menciumnya. Fokus Netanya bukan pada Darris tapi kembaran Darris. Netanya masih ingat, dua anak ini semasa sekolah. Walau mereka sering bertengkar, tapi Netanya suka melihat interaksi keduanya dan sekarang mereka sudah dewasa tapi tidak berubah.

Netanya anak tunggal. Terkadang ia berpikir, kasian sekali anaknya nanti tak punya om atau Tante dan anaknya tak punya sepupu seperti ia punya banyak sepupu yang selalu dibanding-bandingkan. 

"Oh aku ingat dia. Yang kita buat makanan buat dia." seru Ilene norak. Saat melihat wajah Netanya dan masa SMA kembali diputar. Bagaimana ia menang banyak karena mendapatkan uang dari Darris karena menolong kembarannya membuat makanan untuk sang pujaan hati. 

Darris mendengkus kesal menatap kembarannya, padahal ia sudah bilang tapi kembarannya bikin reputasinya jatuh. 

"Aku Ilene. Masih ingat kan?" Ilene mengulurkan tangannya, tapi hanya ditanggapi anggukan oleh Netanya. Darris menatap penuh rasa bersalah pada kembarannya, takut Ilene marah dan memaki-maki Netanya sekarang dan semuanya jadi kacau. 

Ilene mengepalkan tangannya. Sial nih orang, mentang-mentang sudah lebih sukses jadi sombong, lihat saja sebentar lagi ia jadi penulis best seller. 

Darris langsung mengeluarkan uang biru dan langsung melambai-lambai pada Ilene membuat Ilene langsung melunak. 50 ribu bisa ia pakai untuk beli jajanan ringan teman menulis karena Ilene belum mendapat honor dari menulis, walau sudah begitu banyak pengorbanan yang ia lakukan.

"Bye masa depan. Jumpa lagi." Darris langsung menyeret Ilene menjauh dengan tubuh Ilene yang sudah kaku semuanya. 

"Woi! Percuma katanya dosen tapi nggak ada attitude. Dosen tai kucing!" 

Tumpah juga. 

Bagi Ilene attitude begitu penting. Mau dia kaya, mau dia cantik, artis bahkan manusia setengah dewa, tetap harus punya attitude, karena jika semua yang ia miliki tapi attitude maka hasilnya nol. Nilai attitude bagi Ilene itu 1. Kekayaan 0, kecantikan 0, jabatan 0. Jadi jika semuanya ia miliki dan tanpa attitude maka semuanya menjadi nol. 

"Kita nggak butuh orang akhlakless. Dia nggak bisa masuk di keluarga kita, kalau kayak gitu. Biar aku yang bilang bunda, jangan terima dia." 

Darris diam, karena sebenarnya ia mengerti perasaan kembarannya dan sang pujaan hati yang tak pandai beramah dengan orang. 

💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸

Perkataan kembaran Darris mengusik batin Netanya. Ia tahu, banyak yang tak menyukai dirinya karena ia terlihat tidak ramah walau ia orang yang sangat peduli pada sesama. 

Netanya duduk di ruangannya sambil merenung. Apa benar ia tak punya attitude? Netanya memang menyadari kekurangannya tapi ia belum sampai dikatai tak ada attitude karena sedari kecil hal itu yang pertama diajarkan ibunya. Karena ia harus bertemu dengan orang-orang penting dan orang hebat. 

Netanya mendesah lelah. Mungkin memang bukan levelnya berteman dengan orang susah, walau ia tak pernah mengukur orang lain dari harta. 

Ponsel Netanya berkedip manja. Gadis itu membuka ponselnya dan melihat pesan dari Joe Taco. Walau pertemuan dan makan malam mereka tak terlalu mengesankan tapi Joe Taco ingin ada pertemuan kedua, ketiga dan selanjutnya. Walau ia tak begitu yakin dan ibunya pasti akan terus mendukungnya dekat dengan Joe Taco.

JoeT : Hi Netanya, waktu yang tidak tepat untuk menyapa. Tapi saya cuman ingin memastikan kamu baik-baik saja. Jangan lupa kabari saya untuk pertemuan kita selanjutnya. Selamat bekerja. Ibu dosen. 

Netanya hanya tersenyum. Ia masih memikirkan pasal attitude. Apa benar? Tapi begitu karakternya apa iya, setiap bertemu orang ia harus tersenyum hingga giginya kering. 

Netanya bangun dari bangkunya. Mungkin ada benarnya juga, ia jarang berinteraksi dengan dosen-dosen senior di sini selain karena ia punya ruangan sendiri dan Netanya tahu banyak manusia penjilat. Alasan ini yang memuatnya tak bisa ramah pada orang, apalagi jika mereka tahu dirinya yang sebenarnya. Keturunan kayu jati yang tidak akan hidup miskin walau ia hanya rebahan seumur hidup. Walau Netanya tahu, semakin kamu kaya semakin besar tanggung jawab. 

Netanya keluar dan melihat banyak mahasiswa di luar ada yang duduk lesehan di bawah menunggu giliran untuk bimbingan. Netanya lebih suka bimbingan siang hari, saat ia sudah makan dan selesai mengajar. Ia tak suka dijekar waktu. Netanya ragu ingin melangkah ke dalam ruangan, karena ia tak begitu kenal dan alasan apa yang bisa ia beri jika masuk ke dalam ruangan, walau ia tahu namanya sudah terkenal di antara fakultas apalagi saat tahu ia keturunan kayu jati. 

Netanya melihat kantin fakultas, gadis itu ragu untuk melangkah ke kantin yang ia yakini makanannya tidak higenis. Banyak mahasiswa yang mengantre membeli gorengan. Netanya tidak bisa makan yang berminyak seperti itu. 

Netanya melihat ada sebuah taman kecil fakultas dengan banyak bangku yang berjejeran dengan meja bundar, sepertinya dibuat untuk para mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas. Netanya duduk di sana antara jejeran pohon-pohon pinus yang begitu tinggi. Angin sepoi menyapa wajahnya. Attitude, kata itu terus mengusiknya. 

Netanya memberi pesan pada sopirnya untuk membelikan dirinya minuman panas sambil merenungi nasib di sini. Apa benar ayahnya mengirim kesini dengan alasan attitude? Apa segitu bobrok attitude miliknya? 

"Aku nggak lari masa depan. Jangan dibawa ke hati omongan kembaran aku, kadang dia ngomong tak pakai otak." Netanya mendongak melihat Darris—si bocah tengik itu sudah berdiri di depannya. Netanya hanya diam, Darris sudah mendaratkan bokongnya di depan Netanya. 

"Anggap aja kita lagi kencan sekarang." 

Netanya melihat ke arah kantin yang begitu ramai. Tempat paling ramai dan favorit adalah kantin. Walau ia bisa menghitung jari masuk ke kantin mulai dari SD hingga sudah setua ini, ia tak sembarangan makan. 

"Mau beli minuman?" Netanya hanya menggeleng. Dia akhirnya mengirim pesan lagi pada sopirnya untuk membeli minuman dua. 

Darris senang bukan main, ia merasa mimpinya menjadi kenyataan. Walau dalam mimpinya ia bermimpi jorok seperti yang Ilene tuduhkan. Tapi Darris yakin Netanya adalah orang yang hadir dalam mimpinya, bagaimana tubuh telanjang Netanya masih tergambar jelas di otaknya. Ia sudah gila memang, tapi itu yang ada dalam pikirannya sekarang. Bagaimana Netanya mendesah keenakan di bawah kendalinya saat ia menghentakkan miliknya dalam milik Netanya. Darris langsung menggeleng saat merasakan darah sudah berkumpul di kepalanya. Gila! 

Darris bahkan merasa seperti seorang profesional padahal ia masih perjaka ting-ting, bahkan belum pernah mencium wanita manapun. Walau Darris bukan anak polos ia tahu semua hal dewasa, hanya saja untuk praktek ia tak pernah senekat itu. Bundanya itu tegas, bisa-bisanya tytyd miliknya langsung dipotong. 

"Ini minumannya." Netanya melihat sopirnya memberi minuman panas. Dua coffee late dengan minuman dari Setarbak. Darris tahu ini minuman mahal walau rasanya sama saja seperti yang dijual di kedai kopi, hanya gengsinya saja yang membuat mahal. 

Netanya menyodorkan satu cup pada Darris laki-laki itu langsung berterima kasih. 

"Kamu nggak masuk ngajar?" Netanya menggeleng. Gadis itu mengambil minuman yang terasa hangat tersebut ia tempelkan tangannya dan menggosok tangannya dan diletakan di lehernya bahkan gelas itu langsung ia tempelkan di pipinya dan menyeruputnya. Rasanya lebih baik sekarang. 

"Pasal kembaran aku, anggap aja dia nggak pernah ngomong apa-apa tadi." Darris terlihat meyakinkan Netanya, walau Netanya tidak memberi respon apa-apa. Darris dasar perjalanan hidupnya untuk mendapatkan cinta gadis cantik di hadapannya tidak akan mudah, banyak jalanan terjal sepanjang jalan yang menyertai dirinya. Ada jurang pemisah yang terlihat sangat jauh walau Darris sudah berjanji untuk membangun jembatan dan sekarang terlihat seperti Ilene adalah salah satu orang yang akan meruntuhkan jembatan yang telah ia bangun susah payah. 

"Aku beneran serius, jangan dengerin kata orang. Yang penting kita bahagia, saling merasa nyaman." 

"Selesaikan skiripsi itu dulu." 

"Skripsi selesai, aku nggak bisa langsung melamar kamu. Masih lama.  Aku harus nabung dulu, kita nikahnya lama nggak papa ya, biar sama-sama dewasa, buat rumah tangga kita makin harmonis." Netanya memandang lawan di depannya. Dia begitu percaya diri, dan terlihat sangat meyakinkan walau Netanya tak pernah berpikiran apa itu menikah atau melakukan hal lain. Ia punya pemikiran lain, membantu sesama yang kekurangan. 

"Belajar dulu yang benar ya." Netanya berdiri dan membawa cup miliknya sambil menepuk bahu Darris. Makaudnya agar si tengil ini mundur, karena itu takkan terjadi. 

"Aku nggak akan menyerah!" teriak Darris tak mau kalah. 

💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸

Dengan iming-iming uang 50 ribu, Darris kembali membawa Ilene pergi dan tidak memberi tahu mereka kemana. Selama dapat uang, Ilene tidak akan protes. 

 Ilene bernyanyi sepanjang perjalan bahkan ia sudah melupakan kejadian tadi pagi pasal Netanya. Sifat Netanya sama seperti bundanya cepat meledak dan juga cepat melupakan. Mereka tak segan untuk memaki-maki orang, tapi setelah itu perasaan marah tapi lenyap dan tidak meninggalkan rasa dendam. 

Darris ingin menyatukan Ilene dan Netanya walau rasanya mustahil, mereka seperti air dan minyak yang tak bisa bersatu. Darris ingin semua wanita yang ingin ia jadikan pendampingnya atau menjadi kekasihnya, harus akrab bersama kembarannya. Ilene orang yang ramah, jadi tak perlu susah untuk akrab dengannya ia juga orang yang gampang menyesuaikan keadaan. 

"Ini kemana sih?" Darris tidak menjawab, sekarang sudah sore hari. Waktu yang sibuk orang di rumah masing-masing, melepas penat setelah seharian bekerja atau ada yang sudah keluar mencari makanan. 

Ilene menduga Darris memintanya untuk pergi fotocopy dan kali ini banyak sehingga harus meminta bantuannya, tapi kenapa rasanya tidak sampai? Padahal mereka sudah melewati banyak tempat fotocopy di pinggir jalan. 

"Ini kemana sih?" tanya Ilene tak sabaran, sudah penasaran. Walau mereka sering melakukan banyak hal bersama. Kemana-mana bersama, terkadang sekalian belanja karena bundanya yang menitipkan. 

Darris hanya diam, ia ingin menuju suatu tempat yang takkan Ilene duga sebelumnya. 

Mobil mereka memasuki rumah mewah? Ilene menyipit, Darris ingin mengepet itu kesimpulan yang Ilene tahu. Darris mengajaknya mengepet dan bertugas menjaga lilin. 

"Ini ngepet kita?" 

"Hooh. Kamu jadi babi aku jaga lilin." Satu barang keras mendarat di kepala Darris. Cowok itu hanya mengadu. 

Ilene memperhatikan gaya rumah mewah di sepanjang kiri dan kanan, lingkungannya begitu asri dengan pohon dan bunga-bunga yang begitu terawat. Dengan gaya arsitektur modern. Rumah dengan sentuhan modern dan pilar-pilar besar yang menambah kesan mewah dan sombong. 

Ilene melihat keadaan adaan sekelilingnya. Darris berhenti dan mengambil ponselnya. 

"Iya. Kami sudah di depan." Lampu yang berasal dari crystal mahal tersebut membuat mata silau. Melihat crystal Ilene jadi teringat Moon dan ingin menamai anaknya Candy dan Crystal. 

Darris turun dari mobil, Ilene juga turun. Keduanya berdiri di di depan mobil, tiba-tiba ada mobil di belakang yang menjadi silau. Keduanya menutup mata, dan mobil itu berhenti. Itu Netanya. 

"Masa depan." sebut Darris refleks. Ilene makin tak suka dengan perempuan di hadapannya. 

"Bisa minggir kan mobilnya? Ini masih jalan umum." tanya Netanya sinis. Wanita itu masuk lagi dalam mobilnya dan maju sedikit mobilnya dan klakson berbunyi. Benar, rumah Netanya di sebelah. Darris langsung menelan ludahnya kasar. Jurang itu semakin terlihat nyata sekarang. 

"Sorry bro lama dikit." Andin—teman Darris. Darris jauh-jauh ke rumah temannya ingin meminjam proyektor demi kelancaran seminar proposal. Karena mengandalkan proyektor fakultas, biasanya ia bisa tidak kebagian. Temannya kaya dan sering membawa proyektor pribadi jadi Darris berinisiatif meminjamnya. 

"Makasih."

Darris masih memandangi rumah mewah di sampingnya—rumah Netanya. Mungkin ia harus berpikir untuk mundur secara teratur karena mereka bagai langit dan bumi. Dan sekarang Darris tahu kenapa Netanya bersikap seperti itu. 

💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸

Semoga menghibur kalian. 

See you❤️❤️❤️❤️❤️❤️. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status