Share

Part 2

-Teguh POV-

Hatiku bersorak ketika dari jauh kulihat sosok yang sudah lama sangat kurindukan. Mungkin takdir memang membawaku kesini, untuk bertemu dengannya. Gadis yang sejak SMA sudah mencuri segenap hatiku, bahkan hingga saat ini.

Melihatnya saja sudah membuat darahku berdesir dan jantungku berdetak tidak normal. Melihat sosoknya yang masih seperti dulu, gadisku yang dulu. Tidak ada yang berubah selama kurang lebih 7 tahun ini. Hanya rambut panjang bergelombangnya saja yang sedikit berubah, jika dulu warna nya hitam, sekarang rambut yang wanginya selalu menjadi favoritnku itu berwarna kecoklatan. Golden brown. Membuat wajah nya yang semakin dewasa menjadi tampak manis.

Tadi di kantor aku mendapat telepon bahwa terjadi kesalahan pengiriman barang oleh staf ku. Barang yang seharusnya dikirim ke rumah sakit milik pemerintah di Banjarbaru ini, justru dikirim ke salah satu Rumah Sakit swasta yang memang letaknya tidak terlalu jauh dari alamat yang seharusnya. Mungkin stafku terlalu lelah, karena akhir-akhir ini memang pengiriman sedang over capacity.

Karena hari sudah sore dan memang searah dengan jalanku pulang, maka aku memutuskan untuk mengambil barang itu. Diluar dugaan, ternyata aku justru melihat sosok yang selama ini kurindukan.

“KIA…” aku memanggilnya dan aku bisa melihat sekilas langkahnya terhenti, namun tanpa menoleh dia langsung mempercepat langkahnya dan masuk ke mobil Honda Jazz Putih di parkiran dan langsung pergi.

Hatiku sedikit sesak seolah tak mau menerima apa yang tertangkap oleh bola mataku. Ya, Kia masih menghindariku. Entah apa salahku. Aku mempercepat langkahku, aku akan mengejarnya. Cukup sudah selama ini dia menghindar. Aku harus menemuinya, aku tidak bisa terus-terusan seperti ini karena dia selalu hadir dan mengganggu pikiranku. Bahkan hingga saat ini, saat aku akan menikah dua minggu lagi.

Itu dia, aku melihat mobilnya. Kemana dia pergi? Bukankah ini bukan jalan menuju rumahnya?

Aku terus mengikutinya hingga akhirnya dia membelokkan mobilnya memasuki kawasan mall. Aku sudah memarkir mobilku dengan jarak beberapa mobil darinya. Dan ketika aku sudah siap menghampirinya, aku tertegun melihatnya. Gadisku. Dia tidak langsung turun, namun malah menundukkan kepalanya. Menenggelamkan wajahnya di setir mobil, tertelungkup dengan kedua tangannya. Apakah kamu sedang ada masalah, sayang?

Sayang? Ya, aku masih menyayanginya saat ini. Meskipun bertahun-tahun dia menghindar, hingga memblokir nomor ponselku. Tapi aku masih sering memperhatikannya lewat instagramnya, atau teman-temannya.

Aku mengikuti langkah kakinya menuju salah satu kedai es krim. Ah, gadisku masih seperti dulu. Yang ketika sedang sedih, resah atau galau, dia akan memakan es krim, yang katanya  dapat mengembalikan  mood nya. Dan lagi-lagi aku terkejut, karena es krim yang dipesan hanya dimakannya sedikit, mungkin beberapa suapan. Sementara dia kembali asyik dengan pikirannya sepertinya.

Entah apa yang menjadi bebannya saat ini. Ingin rasanya aku menghampirinya dan memberikan bahuku untuknya bersandar. Karena aku yakin, sesuatu hal telah terjadi dan sangat mengganggu pikirannya. Namun keinginan itu harus kutahan, mengingat dia masih menghindariku. Mungkin aku harus sedikit bersabar.

-Teguh POV end-

---

Minggu pagi, Kia masih enggan bangkit dari balik selimutnya yang hangat. Masih betah memejamkan matanya, meskipun sebenarnya tidak tertidur. Dia hanya ingin menikmati hari liburnya dengan santai. Meskipun jam sudah menunjukkan angka delapan, sungguh Kia tidak ada niat sedikitpun untuk bangun dari tempat tidurnya yang entah kenapa terasa memiliki gaya gravitasi yang lebih kuat daripada tempat manapun di bumi ini.

Tak lama, Kia membuka matanya begitu mendengar langkah kaki mendekat kearah kamarnya. Pasti Bunda.

“Azkia, sayang… Kamu mau bangun jam berapa? Anak perawan gak boleh bangun siang, nanti jodohnya dipatok ayam”

“Kia sudah bangun Bunda. Emangnya jodoh Kia cacing dipatok ayam?“ seru Kia kesal.

“Cepat mandi, Bunda udah bikin sarapan nih.”

“Iya Bunda…” sahut Kia malas sambil menyeret kakinya menuju kamar mandi.

Tak lama, Kia sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat lebih segar. Rambut bergelombangnya masih basah. Dengan rakus Kia menyuap nasi goreng ke mulutnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya disibukkan dengan ponselnya. Memantau sosmednya yang sudah lama berdebu karena jarang dibuka.

Kia membuka akun instagram miliknya. Melihat foto teman-temannya, bertebaran di feed. Sambil tersenyum, mengingat teman-temannya yang dia rindukan. Terutama Rani. Kia masih sering berhubungan via whatsapp dengan Rani yang kini sudah menikah dan sedang hamil. Di akun instagram Rani terlihat foto maternity nya dengan perut yang sudah mulai membuncit. Namun ibu hamil itu terlihat semakin cantik. Mungkin nanti kalau Rani melahirkan, Kia akan terbang ke Yogyakarta menemuinya.

Tangan Kia masih terus memainkan ponselnya, dan gerakan jempolnya tiba-tiba terhenti melihat foto seorang lelaki yang dulu pernah disukainya.

-Flashback-

Ya, setelah putus dari Teguh, Kia memang diam-diam pernah menyukai seorang lelaki yang tidak lain adalah dosennya. Jangan dikira dosen yang dimaksud disini sudah tua, dengan kacamata tebal dan rambut yang mulai memutih. Tidak. Dosennya ini masih muda, hanya terpaut 3 tahun dari Kia. Tubuhnya tidak terlalu tinggi mungkin hanya berbeda sekitar 7 cm dari Kia yang tingginya 160 cm. Namun wajahnya manis, dengan lesung pipi yang akan muncul ketika dia berbicara. See..? Bukan tertawa atau tersenyum, bahkan berbicara saja lesung pipinya akan muncul menambah ketampanan lelaki itu. Namanya Arga. Karena masih muda, dia tidak mau dipanggil Pak. Dia menganggap mahasiswanya adalah adik-adik tingkatnya, sehingga seluruh mahasiswa memanggilnya Mas Arga.

Selain menjadi dosen, Arga juga menjadi penanggung jawab di Apotek milik yayasan kampusnya. Kia menyukai Arga ketika dia dapat jadwal PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di Apotek tersebut. Seringnya bertemu, berdiskusi dan bekerja sama dengan Arga lama-lama membuat Kia menyukainya. Entah perasaan Kia hanya sekedar kagum atau memang menyukai Arga. Yang pasti, Kia menjadi bersemangat menjalani hari-hari yang biasanya melelahkan.

Namun seperti yang dulu, Kia tidak berubah. Dia hanya memendam perasaannya tanpa ada yang tau, bahkan sahabatnya Rani.Kia menyadari bahwa perasaannya tidak bisa terlalu jauh. Karena sungguh tidak mungkin Kia bisa menjalin hubungan dengan Arga. Kenapa?

Pertama, karena belum tentu Arga juga menyukainya.

Arga adalah tipe lelaki yang baik pada semua orang. Ralat, semua wanita. Bahkan mahasiswanya sendiri terkadang bisa salah paham dengan perlakuan baik dosen tampan tersebut.Dan melihat hal ini, Kia tidak bisa membiarkan perasaannya tumbuh berlama-lama.

Kedua, bayang-bayang masa lalu Kia masih terus menghantuinya. Bayang-bayang kebersamaannya dengan Teguh masih sering membuat Kia tersenyum sendiri. Kadang menangis sendiri menahan rindu tanpa bisa mengucap bahwa dia sangat rindu pada Teguh.

Ketiga, setelah satu bulan masa PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker, semacam magang) berjalan, Kia mengetahui satu hal. Dosen tampannya itu ternyata sudah memiliki kekasih. Seorang dokter spesialis mata, yang juga berpraktek di Apotek yang sama. Saat Kia mengetahui hal itu, perasaannya bercampur aduk. Antara sedih dan senang. Sedih karena Arga ternyata sudah memiliki kekasih. Senang karena akhirnya dia memiliki alasan kuat untuk membunuh perasaan nya sebelum terlalu jauh.

Malam itu, malam terakhir Kia PKPA di Apotek dan dia memasuki ruangan Arga. Menyerahkan beberapa laporan dan berpamitan. Karena setelah ini, Kia mendapat pembagian kelompok PKPA bidang Rumah Sakit di Tangerang selama 3 bulan.

“Mas, ini laporan-laporan aku. Yang sebelumnya masih kurang, sudah aku revisi.”

Inilah enaknya punya dosen muda. Dia tidak suka dengan bahasa formal semacam saya, anda, dan lain-lain. Mereka bebas ber aku-kamu dengan dosen muda tersebut. Namun masih dalam batas yang sopan.

Arga mengambil laporan dari tangan Kia lalu mengeceknya, “Oke. Udah Bagus ini. Setelah ini kamu dapet RS mana?”

“Tangerang, Mas. Mungkin dalam minggu ini berangkat.”

“Udah dapet kos di sana? Kalian berapa orang?” Tanya Arga.

“Kelompok aku 7 orang, Mas. Cewek semua. Kita udah dapet rumah kontrakan kok, lokasinya deket sama rumah sakit. Jalan kaki sebentar juga nyampe.”

“Oo gitu, ya udah. Kamu hati-hati di sana. Jaga diri baik-baik. Makan yang teratur, jaga kesehatan. Sama temen harus kompak.” Pesan Arga.

“See? Siapa yang tidak salah paham kalo dia perhatian gini sama mahasiswanya.” Sahut Kia dalam hati.

Tok…Tok…Tok…

“Ya?”

Kepala dokter cantik itu nongol dari balik pintu dengan senyum merekah, “Mas, anterin aku pulang ya… Aku gak bawa kendaraan.”

Arga terseyum manis pada kekasihnya itu, “Iya sayang.”

Aku jadi malu dan canggung sendiri, akhirnya langsung berpamitan.

“Mas, aku pulang dulu ya. Terima kasih atas ilmu dan bimbingannya selama aku belajar di Apotek ini. Mohon maaf kalo selama di sini aku banyak melakukan kesalahan.”

Arga mengangguk, “Iya, hati-hati di jalan ya. Sukses PKPA selanjutnya, supaya bisa lulus memuaskan.”

Kia tersenyum, lalu beranjak dari ruangan itu. Mengambil tasnya, lalu berjalan pulang menuju kost-an nya yang jaraknya memang tidak jauh. Baru beberapa langkah, kakinya terhenti karena hujan mulai turun.

Namun bukannya berteduh, Kia justru mendongakkan kepalanya ke atas. Ke langit malam yang mencurahkan tetesan air hujan. Dimana tetesan itu terlihat sangat indah disinari lampu jalan yang kekuningan.

Kia menghembuskan nafasnya pelan. Tersenyum, namun air matanya jatuh setetes. Sungguh Kia tidak mengerti apa yang dirasakannya saat ini.

-Flashback end

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status