Chapter 3
Remember My Name
Yang berbahaya adalah kata-kata pujian namun dibaliknya terdapat motif untuk menghancurkan. Karena sebagian manusia menghancurkan manusia lain melalui pujian palsu.
Crystal menggertakkan giginya diam-diam. Sikap sombong pria itu membuatnya jengkel. Ia menurunkan kakinya ke lantai, perlahan ia bergerak mendekati pria yang sedang menatapnya dengan tatapan lapar.
"Lepaskan pakaianmu," perintah pria itu dengan nada dingin.
Crystal menghentikan langkahnya. Ia melirik ke arah pintu. Gamang.
"Tidak akan ada orang masuk ke ruangan ini kecuali aku mengizinkan."
Kelegaan membanjiri pikiran Crystal, ia tidak perlu mengkhawatirkan orang yang mungkin mengganggu aktivitas mereka. Ia menghirup udara semampunya agar ia tidak mengalami sesak napas menghadapi pria arogan yang jelas akan melecehkannya. Tetapi, mengingat balas dendamnya kepada Jack dan Tian, Crystal harus menelan penghinaan pria di depannya.
Ia membuka satu persatu kancing piama rumah sakit, membiarkan kain itu meluncur bebas di kakinya.
Pria itu tersenyum puas melihat Crystal yang berdiri di depannya tanpa mengenakan apa pun. "Tubuhmu lumayan juga."
Crystal nyaris menggigil karena hawa dingin menghampiri kulitnya ditambah rasa canggung yang melanda perasaannya. Meski ini bukan pertama kali ia bertelanjang di depan pria, tetapi tidak di depan pria asing. Apa lagi pria itu masih mengenakan pakaian lengkap, sangat tidak adil.
Dengan gerakan perlahan pria itu bangkit, mendekati Crystal, lalu berjalan memutari Crystal sementara matanya seperti seekor singa yang sedang menatap kelinci yang akan disantap mentah-mentah.
Ia berhenti tepat di depan Crystal, mengulurkan tangannya, lalu ujung jemarinya menyentuh kulit pundak Crystal. Perlahan-lahan turun kebawah mengikuti lekuk dada Crystal yang sempurna hingga sampai di kulit perut dan mengusapnya.
Perlahan ia menggerakkan telapak tangannya ke atas meremas dada Crystal yang kenyal, gerakannya sangat sensual dan menggoda sementara matanya menatap bibir Crystal. Lapar.
Crystal menahan napasnya, ia bahkan nyaris lupa bagaimana caranya menghela napasnya karena sentuhan pria itu membuat seluruh sel-sel di dalam tubuhnya menjerit dalam suka cita, suhu tubuhnya bertambah hingga darah yang mengalir di nadinya terasa memanas. Gairahnya tidak bisa disembunyikan saat pria itu menjepit puncak dadanya yang berwarna merah jambu menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Bernapaslah," bisik pria itu.
Lagi-lagi nadanya mengejek membuat Crystal geram. Lupakan saja, ejekan menjengkelkan itu nyatanya tidak memudarkan gairah Crystal karena pria itu meletakkan telapak tangan yang lain di bokong Crystal sementara napasnya terasa panas membelai kulit leher Crystal.
Pria itu mengalungkan kedua paha Crystal di pinggangnya, bibirnya menjelajah kulit leher dan dada Crystal, mencecap kulit yang seindah batu pualam dan selembut satin dengan rakus. Ia juga meninggalkan banyak jejak tanda kepemilikan di sana.
"Jangan coba-coba memejamkan matamu saat kita bercinta atau aku akan memperlakukanmu dengan sangat buruk," geramnya mengancam sambil mendudukkan Crystal di atas sofa.
Ia menarik kaos turtle neck yang membungkus tubuhnya melewati kepalanya, meletakkan kain di tangannya ke atas meja.
"Kau pasti terkesima melihat ototku," ucap pria itu, nadanya berubah, tidak mengancam, tetapi sangat santai.
Crystal tidak memungkiri, bukan hanya wajahnya cukup tampan, tubuh pria itu juga, meski tidak terlalu menonjol, tetapi otot tubuhnya terlihat keras. Lengan kanan pria itu dihiasi dengan tato bergambar naga yang berwarna merah menyala dan sekilas tampak hidup, bukan hanya di lengannya, di kedua dadanya juga ada tato bergambar sayap burung. Atau mungkin sayap malaikat.
"Jangan coba-coba memikirkan pria lain selain aku." Pria itu menatap Crystal tajam dan nada bicaranya kembali terdengar mengancam.
Ia melepaskan celananya hingga mereka berdua benar-benar polos. Crystal bisa melihat sesuatu yang keras di antara kedua paha pria itu, bagian itu sempurna.
Benda itu berada tepat di depan wajah Crystal. "Sentuh," perintah pria itu.
Dada Crystal sesak, tetapi bagaimanapun inilah dirinya sekarang, ia telah menjual dirinya kepada pria asing demi sebuah kata pembalasan. Ia hendak mengulurkan tangannya untuk mematuhi perintah tetapi suara pria itu menginterupsinya.
"Gunakan mulutmu."
Oke. Aku hanyalah alat bantu seks.
Crystal menata perasaannya. Sakit dan terhina.
Namun, sekali lagi ia harus menelan penghinaan itu mentah-mentah, ia harus menyadari apa posisinya sekarang. Tubuhnya adalah alat transaksi, ia tidak bisa lagi menggunakan hatinya untuk menyimpan perasaan sakit, terhina, malu, dan marah. Hanya boleh ada rasa benci di sana, mulai sekarang.
Ya. Crystal akan membenci semua orang dan setelah tujuannya kelak tercapai, ia juga akan membenci pria penolongnya karena baginya dalam hal ini, ia sama sekali tidak berhutang. Ia membayar dengan tubuhnya dan itu sepadan.
Perlahan Crystal memasukkan benda yang menegang, keras, dan berotot ke dalam mulutnya, perlahan-lahan menggerakkan kepalanya maju mundur sementara rambutnya dicengkeram erat oleh pria yang pinggulnya mengimbangi gerakan kepala Crystal.
Pria itu berulang kali menggeram, ia semakin kencang mencengkeram rambut Crystal, gerakan pinggulnya juga semakin tidak beraturan hingga ia memuntahkan cairannya di dalam mulut Crystal dan menahan kepala Crystal agar tetap pada posisinya. Memaksa Crystal menelan cairan pria itu.
"Sekarang giliranmu," ujar pria itu menjauhkan dirinya dari Crystal.
Ia mengubah sofa bed yang di duduki Crystal menjadi rata, kemudian membuka tas yang ada di atas meja. Mengambil sebuah benda berbentuk alat vital laki-laki.
Crystal terbelalak, bibirnya bergetar. Ia yakin jika sekarang ia berada di tangan pria psikopat yang yang tidak segan-segan menyayat kulitnya sambil bercinta atau memotong-motong tubuhnya jika ia melakukan kesalahan.
Lutut Crystal lemah membayangkan nasibnya berada di tangan pria sinting.
Pria itu tersenyum miring sambil menghampiri Crystal. "Kau kira aku akan bercinta denganmu menggunakan tubuhku?"
Crystal menatap pria di depannya dengan tatapan waspada.
"Kecuali kau yang merengek dan meminta sendiri," katanya sinis.
Ia menekuk kedua paha Crystal, satu tangannya membelai kulit di antara paha Crystal mengusap-usapnya dengan gerakan menggoda. "Jangan tegang, ini tidak menyakitkan," katanya sambil memasukkan satu jarinya ke dalam tubuh Crystal mempermainkan dengan cara yang luar biasa lalu ketika Crystal tampak mulai kehilangan ketegangannya ia menggantinya menggunakan alat bantu seks.
Meskipun awalnya Crystal tegang dan jengkel, akhirnya ia memilih merilekskan dirinya. Menikmati rasa alat bantu seks yang di gerakkkan dengan teratur oleh pria yang ia anggap sinting. Ia mulai mengerang dan pinggulnya bergerak mengimbangi gerakan tangan pria itu.
"Panggil namaku," geram pria itu, ia menjilat puncak dada Crystal menggunakan lidahnya.
Crystal hanya mengerang sambil menatap pria di depannya dengan tatapan tidak berdaya, ia tidak memiliki kekuatan untuk menanyakan siapa nama pria itu.
"Chiaki," ujar pria itu memberi tahu namanya lambat-lambat. Tetapi, gerakan tangannya di antara kedua paha Crystal semakin cepat.
"Chiaki...." Bersamaan dengan itu Crystal melebur, hancur berkeping-keping kukunya menancap pada kulit paha Chiaki yang berada di sampingnya.
Napasnya terengah-engah, seluruh persendiannya seolah terlepas dari tempatnya.
Chiaki bangkit, ia melemparkan benda di tangannya ke dalam tempat sampah lalu mengenakan pakaiannya tanpa memedulikan Crystal yang masih terbaring di atas sofa bed.
"Sebenarnya, kau bisa kembali hari ini. Tapi, kau pasti lelah. Lebih baik kita kembali besok," ujar Chiaki.
Crystal mengangguk, ia menatap Chiaki dengan tatapan bertanya-tanya.
"Kita mungkin... kadang-kadang... akan tinggal serumah. Tetapi, nanti di luar, bersikaplah seolah kita tidak saling mengenal, bersikaplah sebagai bawahan dan atasan."
Crystal menggigit bibirnya.
Bawahan dan atasan? Siapa dia sebenarnya?
Sudut bibir Chiaki berkedut. "Kau masih tidak tahu siapa aku?"
Crystal mengerjapkan matanya, menurutnya Chiaki terlalu sombong dan kepercayaan dirinya terlalu tinggi. Ia belum pernah mendengar nama Chiaki di Jerman dan Eropa dalam jejeran salah satu orang terkaya.
"Chiaki Valentino Storm, kau harus mengingat namaku."
Crystal membeliak. Ini bukanlah sebuah kebetulan, tetapi sebuah kemujuran.
Mungkin Tuhan membalas semua kesakitannya di masa lalu dengan mengirimkan Chiaki dalam hidupnya, entah bagaimana cara Chiaki menemukannya yang saat itu berniat melompat ke dalam sungai Seine. Yang jelas jika semua adalah kebetulan, Crystal merasa sedikit beruntung, hanya sedikit karena hidupnya lebih banyak menemui kesialan.
Chiaki Storm, ia memang belum pernah mendengar nama Chiaki. Tetapi, nama Storm tidak asing di Eropa. Storm Studios, di Eropa nama lebel rekaman itu tidak asing. Storm adalah rajanya industri musik di Eropa setidaknya sejak lima puluh tahun yang lalu dan posisi mereka diperhitungkan. Tidak bisa dianggap sepele.
Tidak mudah menggeser keberadaan perusahaan itu di Eropa bahkan perusahaan lain yang telah merambah pasar dunia sekali pun.
"Mulai saat ini kau adalah salah satu musisi di bawah naungan Strom Studios," ujar Chiaki.
Meski pria itu sedikit kasar, menjengkelkan, dan meninggalkannya setelah mempermainkan tubuhnya, setidaknya ada secercah harapan yang tumbuh di benaknya, ia akan berada di atas panggung lagi suatu hari nanti, ia akan mengulang kesuksesan, lalu ia akan mengambil alih semua yang telah diambil Jack. Ia bisa membayar pengacara untuk menggugat Jack, ia bisa pergi ke Jerman kapan saja untuk mengunjungi makam orang tuanya.
Bersambung....
Salam manis dari Cherry istri Acheron yang manis.
🍒
Chapter 4Want More?Cinta dikenal di setiap sudut kota, di setiap jalanan, di setiap rumah, dan di setiap ranjang yang ditiduri oleh sepasang kekasih. Tapi, cinta kadang menjadi hal yang paling menakutkan karena banyak orang menjadi hancur karena cinta."Nona, Tuan Muda memintamu untuk bersiap-siap," kata seorang maid yang baru saja masuk ke dalam kamar Crystal. Ia adalah kepala maid di rumah itu dan ia tidak datang sendiri, ia bersama seorang pelayan lain yang tampak lebih muda.Chiaki, sejak ia kembali dari rumah sakit pria itu tidak menampakkan batang hidungnya lagi di tempat tinggal mereka. Tepatnya sudah satu Minggu."Baiklah." Crystal yang sedang membaca tabloid meletakkan benda di tangannya ke atas meja."Perkenalkan, dia, Donna. Donna akan mengurus semua keperluanmu."Crystal mengangguk."Mulai saat ini aku yang akan mengurus semua kebutuhanmu,
Chapter 5Back on StageAda kalanya kita harus mengalah meski kita tidak melakukan kesalahan. Bukan berarti kita kalah, tetapi lebih kepada bijak menyikapi sesuatu yang tidak bisa kita paksakan.Crystal dan Chiaki memasuki sebuah toko yang ternyata menjual biola. Semula Crystal mengira itu hanya sebuah toko yang menjual biola tetapi ternyata tebakannya salah saat Chiaki merengkuh pinggangnya dan membawanya melangkah menuju ke bagian belakang tempat itu. Ternyata mereka membuat sendiri biola-biola itu."Kau boleh memiliki semua jika kau mau," ujar Chiaki.Crystal menatap mata Chiaki seakan tidak percaya mendengar ucapan Chiaki. "Satu saja cukup.""Kalau begitu beberapa.""Cukup satu," ucap Crystal keras kepala, lagi pula tangannya hanya dua, ia hanya bisa memainkan satu buah biola. Jadi, untuk apa ia memiliki terlalu banyak?Meskipun di
Another ManSegalanya berubah dalam sekejap mata, seperti angin sepoi-sepoi yang tiba-tiba berubah menjadi badai topan yang menghancurkan segalanya. Maka, jangan mudah terperdaya dengan apa yang tampak di depan matamu."Kau berjalan sangat lambat," gerutu Chiaki, mereka memasuki sebuah hotel berbintang lima.Crystal mendengus, ia telah berjalan dengan langkah lebar untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Chiaki, tetapi faktanya ia tetap tertinggal di belakang pria itu.Chiaki menekan tombol lift. "Dasar, Siput." Ia itu mengejek Crystal dengan memanggilnya Siput saat Crystal telah berdiri di sampingnya.Crystal membeliak, menatap Chiaki dengan sorot mata jengkel.Sama sekali tidak lucu!"Kenapa? Ingin memakiku?" Chiaki menaikkan sebelah alisnya.Crystal hanya memutar bola matanya enggan men
Let's Play the GameIt's easy to look at people and make quick judgments about them, their present and their pasts, but you'd be amazed at the pain and tears a single smile hides.Chiaki mengeringkan rambut Crystal menggunakan handuk di tangannya, menurut Crystal itu adalah pemandangan yang tidak lazim hingga membuatnya terheran-heran. Tetapi, Crystal diam tidak berkomentar, ia memilih untuk menikmati kebaikan Chiaki."Aku tidak menyukai warna rambutmu, Donna akan mengembalikannya ke warna semula setelah kau kembali ke rumah," ujar Chiaki datar.Terserah saja, apa pun warna rambutnya, Crytsal merasa jika ia bukan pemilik raganya lagi. Ia telah menjual jiwa dan raganya kepada iblis kaku yang sifatnya berubah-ubah membuatnya hanya bisa mengangguk pasrah."Buka handukmu," ujar Chiaki setelah ia rasa cukup mengeringkan rambut Crystal.Crystal yang duduk di kursi
DinnerSetiap orang memiliki bekas luka yang ingin mereka sembunyikan. Bersyukurlah jika luka itu hanya di luar, bukan di hati yang meski bisa disembunyikan tetapi sulit untuk disembuhkan."Kau lelah?" Chiaki mengusap punggung telanjang Crystal yang masih lembap akibat keringat yang membasahi tubuhnya saat mereka bercinta beberapa menit yang lalu.Crystal menggeleng pelan, tetapi menyadari Chiaki mungkin tidak melihatnya, ia menyahut, "Tidak juga.""Apa itu berarti itu kau menginginkan kita bercinta lagi?"Crystal mendongakkan kepalanya, matanya menatap Chiaki dengan ragu-ragu."Katakan saja, jangan ragu ataupun merasa malu," ucap Chiaki dengan nada sangat lembut.Darah Crystal terasa memanas dan jantungnya seolah mencelus. "Jika kau menginginkan, aku tidak akan menolak karena kau pemenangnya."
PresentTerkadang kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya, betapa pun besarnya keinginanmu untuk menghentikan waktu, waktu terus berjalan dan menjadi sesuatu yang berbeda.Chiaki datang saat Crystal sedang duduk di depan cermin dan Donna sedang mengaplikasikan make-up untuknya. Pria itu hanya melirik sekilas kepada Crystal tanpa menyapa kemudian memasuki kamar mandi.Lima belas menit kemudian, Chiaki keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkar rendah di pinggangnya sambil memegangi handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.Perlahan pria itu mendekati tempat di mana Crystal dan Donna berada, menyandarkan pinggulnya di sandaran sofa, matanya sedikit pun tidak melepaskan pandangannya dari Crystal."Donna, bisa kau tinggalkan kami?" tanya Chiaki dengan nada
Forget itApa salahnya menerima kebaikan seseorang? Karena tidak semua orang memiliki motif terentu di balik kebaikannya.Mereka belum melangkah memasuki tempat di mana pesta berlangsung tetapi Crystal telah merasa sangat gugup. Ia berulang kali menghela napasnya untuk mengatasi kegugupan yang ia alami meski hal itu sepertinya tidak banyak membantunya. Dilihat dari banyaknya mobil yang ada di halaman mansion itu, bisa dipastikan jika acara makan malam itu adalah sebuah pesta yang cukup besar.Perut Crystal seperti terjungkir balik dan membuatnya merasa sedikit mual hingga ia mendekati Maddie dan melingkarkan lengannya di lengan Maddie seolah ia meminta tolong pada pria itu."Crystal, aku bisa terkena masalah," bisik Maddie yang nadanya terdengar panik meski raut wajahnya menggambarkan ketenangan."Aku sangat gugup." Crystal tidak peduli dengan masalah yang akan Maddie dan dirinya h
Tian, He is"Crystal," sapa Regan yang tiba-tiba telah berdiri tidak jauh dari Crystal. Wanita itu berjalan mendekati Crystal. "Kau datang rupanya?"Crystal mengangguk ramah. "Apa kabar, Regan?""Sangat baik. Bagaimana denganmu?""Seperti yang kau lihat," sahut Crystal dengan ramah.Regan tersenyum lebar lalu meraih pergelangan tangan Crystal. "Ayo, temui ayahku untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya."Crystal mengangguk, ia mengikuti langkah Regan yang membawanya mendekati Edgar Storm, kakek Chiaki, ayah Regan."Dad, lihat siapa yang bersamaku?" ucap Regan, telapak tangannya berada di kedua bahu Crystal.Crystal berusaha bersikap seramah mungkin, ia tersenyum, dan berucap, "Selama ulang tahun, Mr. Storm."Pria berusia tujuh puluh tahun itu mengerutkan kedua alisnya, menatap Cry