16. Just a Human
Crystal menatap wajah Chiaki yang tampak serius, pria berambut gondrong itu sedang membubuhkan tato di salah satu bagian tubuh Crystal. Chiaki tidak mengenakan pakaian, ia hanya mengenakan celana pendek yang terbuat dari kain yang nyaman untuk di kenakan di dalam rumah. Rambutnya diikat ke arah belakang menggunakan ikat rambut kecil berwarna hitam, dengan penampilan seperti itu, keseluruhan wajah Chiaki tampak jelas, tidak terhalang rambutnya yang biasanya bagian depan terurai ke sebagian wajahnya.
Sesekali Chiaki mendongak menatap ke arah Crystal membuat tatapan mereka beradu sesaat dan setiap kali itu pula, Crystal merasa jika darahnya terkumpul di wajahnya hingga menyebabkan rasa panas hingga menyebabkan kulit pipinya merona.
"Kurasa, kau harus memotong rambutmu," ucap Crystal memberanikan diri menyuarakan apa yang ada di benaknya. "Juga... kau harus bercukur." Ia mengamati jambang dan kumi
17. Italiano"Crys, letakkan anjingmu di bawah," ucap Maddie, ia tampak kesal menatap anjing berjenis maltese berwarna putih di atas meja makan."Titi tidak mengganggumu," sahut Crystal acuh, ia sedang mengocok adonan es krim menggunakan mixer. "Jika kau terganggunya, kenapa tidak kau saja yang pergi dari sini?""Chiaki memintaku untuk menjagamu." Maddie melotot ke arah anjing yang bernama Titi. Meski anjing itu tampak lucu, tetapi ia sama sekali tidak tertarik.Crystal tertawa kecil karena ucapan Maddie yang menurutnya berlebihan. "Aku tidak dalam bahaya, untuk apa kau menjagaku?""Ya, tapi Bedebah itu menginginkan aku mengawasimu." Chiaki bahkan menginstruksikan agar Maddie tinggal di rumah yang didiami oleh Crystal."Aku tidak akan kabur, lagi pula aku tidak memiliki tempat selain rumah ini." Ada kepedihan saat ia mengucapkan kalimat itu, senyum yang tadinya ter
18. Let Her Know"Kembalilah ke Paris," ucap Rossa yang sedang mengemasi barang-barangnya.Chiaki menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, menghisap lintingan kecil berisi ganja dalam-dalam, mata pria itu terpejam seolah sangat menikmati ganjanya."Kau terlihat sangat kacau." Rossa memasukkan alat-alat medisnya ke dalam tas, menuangkan air dari dalam botol minum ke dalam gelas lalu meneguknya beberapa kali. Ia berjalan ke arah putranya. "Kudengar Crystal akan menjadi bintang tamu di sebuah konser?"Chiaki membuka matanya, ia mengamati lintingan ganja yang ia jepit menggunakan ujung ibu jari dan jari telunjuknya. "Ya," gumamnya singkat lalu kembali menghisapnya.Rossa mengamati putranya yang sedang menghisap ganja hingga selesai. "Untuk apa menyentuh barang ini lagi?" Ia mengambil lintingan ganja dari tangan Chiaki.Chiaki mengepulkan asap dari ganja yang ia hisap melalui
19. It's Amazing!Kepala pelayan mengatakan jika Titi telah ditemukan, tetapi hingga tiga puluh menit, binatang lucu kesayangannya itu belum juga kembali bersamanya.Crystal duduk bersila di atas tempat tidurnya, otaknya dipenuhi oleh rasa penasaran dengan kamar yang tidak boleh ia masuki juga penuh dengan rasa bosan, matanya terus menatap pintu kamarnya yang tertutup berharap seseorang datang membawakan Titi untuknya.Suara nada pesan terdengar dari ponsel yang berada di dalam tas membuat Crystal melompat dari atas tempat tidur, secepat kilat ia menyambar tas yang berada di atas meja, dan mengambil ponselnya.Mata Crystal seketika berpendar manakala ia menyaksikan nama pengirim pesan di layar ponselnya. "Chiaki," desahnya.Crystal menggeser layar ponsel menggunakan jari telunjuknya, ia tersenyum membaca isi pesan."Kapan kau kembali?" Crystal menuliskan pertanyaannya ta
At the Same MomentCrystal menyandarkan kepalanya di tepi bathtub, matanya terpejam, sedangkan pikirannya sama sekali tidak menikmati air di dalam bathtub yang beraroma mawar berpadu dengan vanila. Ia memikirkan perkataan Maddie di mobil beberapa saat yang lalu.Maddie tidak mengatakan alasan yang jelas, tetapi Maddie menawarkan padanya cara untuk lepas dari Chiaki dengan cara yang paling aman. Crystal langsung menolak tawaran Maddie yang ia nilai terlalu kejam tanpa sedikit pun ingin mempertimbangkannya terlebih dahulu.Crystal menghela napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya, semakin ia berusaha mengenal Chiaki, justru semakin banyak teka-teki yang memenuhi rongga kepalanya. Dimulai dari sikapnya yang berubah-ubah membuatnya kesulitan mengetahui sifat Chiaki yang sesungguhnya hingga rahasia rumah yang ia tempati, rumah yang berada di pinggiran kota, tanpa dapur, dan kamar yang tidak boleh ia masuki.Chiaki
Chika's PastTidak ada yang salah dari Crystal, tidak juga Chika. Chika menginginkan Crystal, tetapi Crystal tidak. Bukan karena Crystal menolak Chika tetapi karena Chika tidak pernah mengatakan perasaannya kepada Crystal hingga ia meninggalkan dunia ini untuk selamanya."Pergilah ke Jerman, kejar dia." Chiaki kala itu memberikan gagasan kepada adiknya untuk mengejar Crystal."Dia masih terlalu muda untuk kudapatkan sekarang," sahut Chika yang sedang menatap lukisan hasil karyanya. Entah berapa banyak lukisan yang ia buat dan semuanya terinspirasi dari Crystal."Usianya tujuh belas tahun, dia baru saja meninggalkan bangku sekolah menengah atas, dia telah dewasa." Chiaki duduk sambil mengelus bulu-bulu janggutnya. "Kau bisa menyamar sebagai dosen seni lukis atau apa pun di universitas tempatnya kuliah, gunakan kecerdikanmu."Chika tersenyum hambar. "Berpena
His PromisedCrystal meletakkan kepalanya di atas paha Chiaki yang duduk di bersandar pada kepala ranjang dengan posisi kaki berselonjor, sebelah kakinya ditumpangkan di atas kaki lainnya. Mereka menonton acara televisi setelah menyelesaikan makan malam seperti pasangan normalnya yang hidup satu atap, sedangkan tidak jauh dari mereka, Titi meringkuk.Satu lengan Chiaki melingkar di pinggang Crystal sementara satu tangannya memegangi remote control, sesekali ia mengganti siaran televisi saat jeda iklan berlangsung.Chiaki mengalihkan tatapannya dari layar televisi saat ia menyadari jika Crystal menguap. "Kau mengantuk?"Menonton acara debat calon presiden Amerika membuatnya merasa bosan karena ia sama sekali tidak tertarik pada hal-hal berbau politik. "Tidak juga," sahut Crystal disertai gelengan pelan kepalanya.Chiaki tersenyum, ia mengusap rambut di puncak kepala Crystal. "Tidurlah."&n
A LoserTiga orang makan malam bersama dalam satu meja adalah hal yang biasa, yang tidak biasa adalah tidak satu pun di antara ketiganya memulai percakapan. Tidak Crystal, tidak Chiaki, dan tidak juga Maddie.Di meja yang berbentuk persegi panjang, metek bertiga duduk di tiga penjuru hingga mereka bisa saling menatap atau berbicara berhadap-hadapan. Sayangnya, tidak satu pun di antara mereka berinisiatif memulai percakapan.Hanya sesekali sendok dan garpu yang beradu dengan lembut di atas piring menimbulkan suara membuat Crystal bertanya-tanya di dalam benaknya. Mungkinkah dua pria yang sedang makan malam bersamanya memang biasa bersikap tidak saling bicara atau mereka sedang terlibat perselisihan? Karena sikap Maddie yang biasanya bersikap hangat, terlihat sedikit berbeda.Crystal menyelesaikan hidangan yang tersisa di piringnya lalu ia meletakkan sendok di tangannya, ia meraih gelas yan
TappedChika memasuki ruang kerja kakaknya, ia tidak mendapati Chiaki di sana. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan untuk menemukan Chiaki, tetapi ia tidak menemukannya. Yang ia temukan hanya pintu balkon terbuka lebar hingga memungkinkan sosok yang ia cari berada di luar, untuk memastikan dugaannya, Chika mendekati pintu dan benar saja, orang yang ia cari sedang berdiri di sana. Chiaki sedang berbicara melalui sambungan telepon, pria itu menoleh sekilas ke arahnya lalu menaikkan kedua alisnya seolah memberi kode bahwa ia sedang tidak bisa diganggu.Chika menjauh dari pintu yang menghubungkan balkon, ia bermaksud duduk di sofa yang berada di dalam ruangan itu. Tetapi, tanpa sengaja matanya menangkap layar laptop yang menyala di atas meja kerja kakaknya. Terdorong rasa penasaran ia mendekati meja dan mendapati gadis impiannya berada di sana, menggesekkan biola dengan cara yang sangat ia kagumi selama ini. Gadis yang memainkan