Share

Bab 9 Kakak Laki-Laki

“Julian, aku tidak sengaja bertemu dengannya. Klien meminta untuk bertemu dan aku hanya tahu bahwa nama belakangnya adalah Ainsley. Tetapi, aku tidak tahu dia adalah Mandy Ainsley dan dia akan membawa Luke Jenkins,” kata Susan lembut.

Penjelasannya yang halus membuat Julian merasa lebih baik. Dia memandang Susan tanpa ekspresi. "Jika kau melihat dua orang itu lain kali, putar arah dan segera pergi dari mereka. Kau mengerti?"

Karena menurutnya dia terdengar cemburu, Julian pun langsung menambahkan, “Hmph, jika melihat tingkat pergaulanmu, kau mungkin saja ikut campur dengan mereka. Bagaimanapun, keluarga Shaw tidak akan kehilangan muka dengan masalah ini."

Ketika wajah Susan menjadi sedikit memucat, Julian menyesali perkataannya yang mungkin terlalu kasar. Ia bahkan tidak bermaksud demikian. Namun, tidak mungkin baginya untuk meminta maaf.

"Aku tahu. Aku akan menjauh darinya,” katanya dengan hangat.

"Baiklah," katanya, tak tertarik.

Perjalanan kembali ke kediaman Shaw berlangsung tenang.

Setelah Susan mengganti pakaiannya, dia melihat Julian duduk di sofa. Dia dengan hati-hati lalu bertanya, “Julian, apa kau sudah makan malam? Bagaimana jika aku memasak dan kita makan bersama?”

Baik dia maupun Julian tidak suka dikelilingi oleh banyak orang di sekitar mereka. Karena alasan tersebut, selain pelayan paruh waktu yang datang untuk membersihkan rumah, mereka tidak memiliki pelayan lain di rumah dan Susan secara pribadi memasak makanan mereka sendiri.

“Apakah masakanmu dapat dimakan?” Julian mengangkat alis, tampak jijik.

Di masa lalu Susan tidak sudi bertanya lagi. Tetapi kali ini, dia mengumpulkan keberaniannya untuk mengajaknya lagi, “Seharusnya tidak masalah. Bagaimana jika... kau mencobanya?”

Julian menyipitkan matanya.

Di bawah cahaya, alis perempuan itu bergerak seperti kupu-kupu dan hati Julian sendiri bergetar seolah-olah ada kupu-kupu di sana. Meski begitu, dia berpura-pura cuek. "Baiklah kalau begitu."

Setelah setengah jam, makan malam pun sudah siap. Di atas meja makan terdapat 4 piring dan semangkuk sup. Susan memandang Julian dengan penuh harap, “Kau mau mencobanya?”

“Hidangan apa ini? Kelihatannya sama sekali tidak menggugah selera,” kata Julian jijik sesaat sebelum mengambil satu porsi terong bawang putih.

“Bagaimana bisa terong ini begitu asin?!

“Sup melon ini rasanya tawar.”

“Iga madu ini tampaknya tidak dimasak dengan suhu yang tepat.”

"Ini tidak bisa dimakan oleh manusia."

Sungguh menjadi hiburan tersendiri bagi Susan, ketika melihat Julian mengeluh dan menghabiskan makanannya pada saat yang bersamaan.

Susan berkedip. Meskipun mereka telah menikah kurang lebih setahun lamanya, hari ini adalah pertama kalinya mereka duduk tenang menikmati makan malam bersama di rumah.

Awalnya, persepsinya mengenai Julian adalah seorang iblis yang menakutkan. Sekarang Susan merasa iblis ini tiba-tiba berubah menjadi jinak.

"Mengerikan! Masakanmu tidak enak,” kata Julian sambil mengusap perutnya yang agak membesar.

Susan melirik ke arah piring kosong di depan pria itu dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan suara berdeham dari tenggorokannya.

Pria itu pun lalu menatap Susan dan mendengus. “Aku tidak ingin membuang makanan.”

“Hmm, tentu saja. Berhemat adalah bentuk dari kebajikan,” jawab Susan kaku.

Wanita ini menuruti apa yang dia katakan, tetapi perkataannya terdengar berbeda. Julian tidak bisa menahan diri untuk tidak meliriknya.

Susan menyadari bahwa keberaniannya benar-benar bertumbuh saat dia mengabaikan pandangan CEO Shaw. Dia pun kemudian tertawa kecil. "Aku akan mencuci piring."

Ketika dia berjalan melewati pria itu, Julian jelas melihat bahunya naik turun dalam gerakan kecil. Wanita itu tadi menertawakannya!

Julian seharusnya marah, tetapi hatinya merasakan kebahagiaan yang terasa begitu rumit di saat bersamaan. Dia bahkan juga merasa bahwa jika wanita itu terus tersenyum, maka pria itu pun tidak akan keberatan mempermalukan dirinya sendiri.

Setelah mandi, Susan berjalan ke arah Julian dan berkata dengan lembut, "Julian, itu..."

"Ada apa?" Julian menatapnya dengan kesal.

“Apakah ada... temanmu yang berencana untuk datang malam ini?” Susan berhenti berbicara sesaat sebelum bertanya.

Teman?

Ketika dia mengingat kata-kata Susan sebelumnya yang mengatakan bahwa dia tidak keberatan jika Julian memiliki 'teman' untuk menghabiskan malam, ekspresi pria itu pun berubah menjadi suram.

Ia menatap wanita itu dengan dingin. “Ternyata, kau cukup peduli dengan kehidupan malamku, hmm? Haruskah aku memberimu penghargaan ‘istri terbaik’ padamu?" Julian jelas-jelas merasa marah.

Susan tertegun karena dia tidak tahu alasan yang memicu kemarahannya. Dia pun memohon meminta maaf, "M-maaf."

“Kau sudah sangat peduli denganku, lalu kenapa kau meminta maaf?” kata Julian dingin.

"Karena aku... karena aku..." Susan dengan panik mencoba menebak apa yang ada di benak Julian.

"Lupakan. Katakan. Apa yang ingin kau lakukan?"

Tanpa harus memikirkan alasan apapun, Susan menghela nafas lega dan dengan cepat berkata, “Julian, aku ingin mengunjungi kakakku. Aku mungkin akan pulang larut malam. Kalau kau bosan, kau bisa meminta temanmu datang. Aku hanya berharap pintunya… ”

“Kau benar-benar orang yang penuh perhatian.”

“Memang aku seharusnya seperti itu,” kata Susan dengan tulus.

Julian menatapnya. Dia ingin mencekik wanita itu sekarang. Dia pun lalu pergi keluar untuk mengambil blazernya.

“Apa kau akanpergi keluar?” tanya Susan.

"Bukankah kau ingin mengunjungi Jacob?" kata Julian tanpa ekspresi apapun.

"Apa maksudmu kau... kau ikut denganku?" Susat terkejut.

Pria itu menatapnya dengan tidak sabaran. "Kau pergi atau tidak?"

“Ya. Ayo, kita pergi,” Susan menanggapi dengan cepat.

Di rumah sakit, di bawah sinar bulan yang temaram, Jacob sedang duduk di bangku batu di halaman dengan laptop terbuka di atas meja. Jari-jarinya sedang mengetik di keyboard.

"Mr. Shaw, Miss Shelby." Para perawat melihat mereka dan segera beranjak berdiri.

“Kalian beristirahatlah. Aku akan yang akan mengurusnya sekarang,” kata Susan, halus. Dia seringkali pergi ke rumah sakit itu hingga ia pun akrab dengan para perawat yang kini hanya tersenyum padanya dan kemudian pergi.

Jacob sedang mengetik di atas keyboard laptop dengan serius, dan Susan pun tidak mau mengganggunya. Dia hanya berjalan mendekat padanya, lalu duduk di samping kakak laki-lakinya. Ia pun melihat ke layar laptop Jacob yang dipenuhi berbagai macam huruf. Susan sama sekali tidak memahaminya dan kemudian tertidur setelah beberapa saat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status