Share

Re-Wedding (Indonesia)
Re-Wedding (Indonesia)
Penulis: FebyNelson

Bab 1. Rani sayang Raysaka

"Yah, bajunya ga dipake lagi sama Saka. Padahal Rani udah bangun pagi-pagi supaya Saka bisa kerja pake ini."

Ucap Rani dengan sangat lesu sambil menaruh kemeja Saka di atas wajahnya.

Aca yang mendengarnya pun langsung kesal.

"Lagian ya, gua udah bilang, cerai aja sih sama dia, terus cari cowok lain, kenapa mesti sama saka, dia nyakitin hati lu mulu, Ran."

Rani langsung menatap Aca dengan sendu.

"Tapi kan Rani cintanya sama Saka, Ca. Dari nama aja udah jodoh. Rani. Raysaka."

Aca berdecak.

"Capek gua ngomong sama orang IQ dibawah rata-rata kek lu. Yang demen cuma lu sendiri, yang suka cuma lu sendiri, dia mana suka sih sama lu. Udah cukup dia gituin lu mulu, itu artinya kode."

Rani menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Pasti maksud dia ga gitu, Ca. Rani tahu kok Saka suka sama Rani. Jelas-jelas waktu kecil dia kejar-kejar Rani."

Aca pusing, temannya ini bodohnya kelewatan sekali. Kalau saja dia tidak sayang dengan Rani seperti adik sendiri. Ia tidak mungkin masih mau mendengarkan curahan hati seorang istri oleh Rani.

"Kejar-kejar lu pas main doank kali, Ran. Terus ya, teori bodoh yang lu pake tadi, nama lu aja Maharani, dia Raysaka, ga jodoh. Fix, lu doank yang halu sendirian."

Mata Rani langsung berkaca-kaca.

"Kok Aca ngomongnya gitu sih, kok Aca jahat sama Rani. Rani ga halu kok, Aca aja yang ga tau dia gimana orangnya. "

Rani dan air matanya yang sangat mudah keluar.

"Okay. Kalau gitu lu ga usah curhat sama gua tentang dia, gua capek setiap kali ada aja tingkah dia yang sengaja bikin lu sakit hati. Gua ga suka temen gua digituin, gua aja ga pernah bikin lu nangis."

Rani langsung menghapus air matanya dan terkekeh.

"Iya, Rani tahu kok Aca sayang sama Rani. Makanya Aca gini kan. Rani gapapa kok, Rani cuma terlalu sayang saja sama Saka."

Aca tersenyum pahit melihat kepolosan Rani.

Terkadang ia kasihan melihat Rani yang tidak sadar bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Walaupun Rani suatu saat akan sadar, Aca harap Rani ga akan terlalu sakit hati nantinya.

"Yaudah, kalau gitu sekarang kita jalan-jalan aja yuk."

Rani langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ga bisa, Aca. Rani mau belajar masak dulu sama si mbok. Biar nanti Saka bisa makan di rumah, ga makan di luar lagi."

Aca langsung memegang kepalanya,

bisa-bisa ia yang stress kalau terlalu lama disini. Tadinya ia hanya ingin mampir, karena dikirimi pesan singkat oleh Rani yang sedang galau.

"Okay. Terserah deh. Kalau gitu gua yang pergi."

Rani mengantarkan Aca sampai luar dan kembali masuk ke dalam rumah.

Ia mulai memakai celemek, agar bajunya tidak terkena minyak dan teman-temannya saat memasak.

Ini semua bermula, ia yang terlalu mencintai Raysaka.

Raysaka adalah candu bagi Rani.

Ia tidak bisa hidup sedetik pun tanpa pria ini.

Walaupun usia pernikahan mereka masih terbilang sangat muda, tapi Rani sangat mencintai Raysaka.

Sudah dua tahun semenjak janji suci mereka tanamkan dalam diri serta acara megah yang ada, hubungan mereka hanya berjalan di tempat.

Tapi Rani terus berusaha agar semuanya dapat berjalan dengan lancar.

Rani masih ingat semua kenangan-kenangan indah yang terekam dipikirannya.

Saat Raysaka melamarnya, saat Raysaka mengenakan cincin di jari manisnya. Acara tunangan mereka hingga pernikahan mereka.

"Rani tahu kok kalau Saka sayang sama Rani, ga seperti yang Aca bilang tadi. Rani percaya sama Saka, Rani bakal tungguin Saka sampai Saka ngomong sendiri ke Rani."

Ucap Rani kepada dirinya sendiri sambil memasang celemek yang dari tadi tidak terpasang dengan benar hingga mbok ikut membantu Rani.

Mbok sudah merawat Rani dari anak gadis ini balita. Mbok tahu betul Rani sudah tidak memiliki ibu, ia hanya memiliki Ayah yang sangat menyayanginya.

Kekayaan yang berlimpah tidak juga membuat hidup Rani menjadi sombong dan hura-hura. Gadis ini lebih suka suasana sederhana dan juga ramah kepada semua orang.

Rani anak yang baik, semua orang tahu akan hal itu.

"Rani yakin mau belajar masak? Ini kan tugasnya mbok, Ran."

Rani langsung memanyunkan bibirnya.

"Ga bisa, mbok. Udah tugas Rani juga jadi istri harus bisa masak. Selama ini Rani terlalu sibuk kuliah, kan sekarang kuliahnya Rani udah selesai. Jadi, Rani mau belajar masak aja di rumah. Jadi ibu rumah tangga yang baik buat Saka."

Belum lama ini, Rani baru saja lulus sarjana, memang terlalu muda untuk menikah dalam seumurannya.

Baru saja Rani memegang daun bawang, tiba-tiba ada Saka yang melewati dapur dan ke arah lantai atas untuk ke kamar mereka.

Rani langsung saja melepas celemeknya lagi dan tentu saja meminta bantuan mbok untuk membukanya.

"Lho, Saka pulang?"

Raysaka yang mendengar suara istrinya pun langsung melihat ke arah belakang sebentar dan tetap menaiki tangga.

"Berkas aku ada yang ketinggalan."

Jelas Raysaka dengan singkat.

"Harusnya Saka ngomong ke Rani, biar Rani aja yang ke kantor. Biar Saka ga ribet-ribet pulang."

Saka hanya diam tidak menjawab Rani, ia langsung ke ruang kerjanya yang bersambung dengan kamar tidur mereka.

"Berkas Saka yang mana? Biar Rani bantu cari."

Seingat Saka ia menaruh semua berkasnya di atas meja. Lalu mengapa mejanya sekarang rapih semua dan tidak ada sedikitpun barang?

"Kamu nyentuh barang-barang aku?!"

Rani langsung terdiam mendengar intonasi suara Saka yang mulai menaik.

"Rani liat tadi berantakan banget. Jadi tadi habis setrika baju, Rani beresin..."

Saka langsung menghela napas.

"Harus berapa kali aku bilang? Jangan sentuh barang-barang aku. Cukup kemeja aku aja yang setiap hari kamu jadiin mainan. Ini udah kesekian kalinya kamu... Ah!"

Dengan wajah merah padam menahan amarah, Saka keluar dari ruangan dengan menutup pintu dengan kencang membuat Rani kaget sendiri di dalam ruangan itu.

Rani menutup telinganya sendiri dan menahan tangis.

Ia mengingat-ingat kembali berkas-berkas yang ia rapihkan, semuanya ia hanya taruh di dalam satu tempat. Tidak ada yang berubah.

Ia hanya memindahkan tempatnya saja kok.

Rani langsung mengambil berkas-berkas itu dan turun pelan-pelan dari tangga. 

Ia berharap Saka belum pergi dari rumah, kalau pun begitu ia berharap belum jauh.

"Saka..."

Teriak Rani yang tidak akan terdengar oleh siapapun, masalahnya suara Rani ini sangat kecil, jadi sebesar apapun, hanya terdengar seperti bicara biasa.

"Saka..."

Sampai di dekat dapur ia melihat Saka yang mengambil air minum dingin dari dalam kulkas.

Ia pun tersenyum dan mendekati pria itu.

"Saka.."

Rani hanya berdiri sambil memegang berkas-berkas itu dibelakang Saka saat pria itu menuangkan air dingin ke dalam gelas, hingga saat Saka memutar badannya, tidak disangka ternyata Saka terkejut dan tak sengaja menggoyangkan gelas yang ia isi penuh dengan air.

Air itu tumpah ke kemeja Saka dan juga ke tangan Rani yang memegang berkas.

Saka mengerang, sungguh ia kesal sekali. Padahal ini belum tengah hari, tapi masalah yang ia alami sudah besar sekali.

"Kamu,"

Saka kehilangan kata-kata dan langsung menaruh gelas itu, bahkan ia tidak sempat minum.

Saka membuka kemeja yang ia pakai, Rani langsung menghadap belakang, walaupun pernikahan mereka sudah dua tahun, tapi Rani tidak pernah melihat Saka tanpa busana.

Mereka hanya tidur di kasur yang sama dan menjalani aktivitas mereka masing-masing.

Saka juga selalu tidur membelakangi Rani. Tapi, Rani suka kok pemandangan punggung Saka.

Pria ini mempunyai punggung yang lebar, Rani kadang ingin sekali memeluk saka dari belakang.

Teringat akan berkas yang ia pegang, untung saja ada folder di atasnya, jadi airnya tidak masuk ke dalam. Paling hanya pinggir-pinggir kertas saja yang kena sedikit.

"Saka.."

Panggil Rani memastikan Saka masih dibelakangnya atau tidak.

"Apa?"

Rani pun memutar tubuhnya sedikit sambil menjulurkan tangannya setelah mendengar jawaban ketus dari suaminya.

"Ini berkas-berkas yang tadi Saka cari, coba Saka liat dulu."

Saka pun mengambil dengan kasar yang membuat Rani kaget serta malah mundur ke belakang.

Kini, tubuh belakang Rani menempel dengan tubuh Saka yang tidak mengenakan baju.

Rani terkejut, apalagi ia dapat merasakan otot-otot tubuh suaminya.

Kalau kalian membayangkan selera Rani seperti cowok-cowok korea, kalian salah.

Selera Rani ya seperti Saka.

Warna kulit Saka tidak putih, tapi juga tidak hitam.

Menurut Rani, pria seperti Saka lah yang sangat pas untuk ukuran pria.

Warna kulit sedikit merah kecoklatan, wajah dengan rahang yang tegas, lengan kekar dan juga badan yang sangat proporsional.

Seperti atlet tapi buka atlet.

Banyak yang bilang kalau Saka seperti atlet perenang.

Rani sangat bangga dengan Saka, apalagi sekarang saka adalah miliknya, jadi ia bisa berbangga ketika orang membanggakan Saka.

Tersadar akan posisi yang sangat tidak nyaman, Rani langsung menjauhkan tubuhnya. Ia berputar ke arah Saka sambil menutup matanya dengan kedua tangan.

"Saka pake baju ih! Ga malu apa kayak gitu."

Saka hanya memandangi Rani tanpa ekspresi. Setelah itu, ia malah membuka berkas-berkas, dan menemukan berkas yang ia butuhkan sambil berjalan menaiki tangga.

"Saka.."

Memanggil untuk memastikan apakah Saka masih di depannya lagi atau tidak, ia pun membuka matanya.

"Ih! Ngomong-ngomong kek kalo pergi."

Rani pun ikut ke atas menaiki tangga. Ia ingin Saka memakai kemeja yang ia setrika. Tapi Saka selalu saja memakai kemeja yang lainnya.

Padahal Rani selalu menyiapkan setiap pagi.

Sudah tiga bulan semenjak mereka selesai kuliah, dan benar-benar menjalani dunia suami-istri.

Tidak satu pun yang bergerak lancar.

Walaupun Rani juga sudah berusaha lebih jauh bahkan lebih dari tiga bulan.

Tapi Rani tetap optimis.

"Saka..."

Ia pun masuk ke kamar dan melihat Saka sedang memakai kemeja lain lagi.

"Saka kenapa ga pake kemeja yang Rani setrika sih. Rani ga mainin kemejanya. Rani nyetrika lho. Nyetrika Saka."

Saka hanya melirik dingin tanpa bersuara.

Rani pun mendekat sambil menggigit bibirnya.

Pelan-pelan ia yang mengambil alih kemeja saja. Ia yang mengancingkan dan kali ini Saka membiarkannya melakukan itu.

Rani pun mengelus bahu Saka dengan pelan.

"Udah. Sakanya udah ganteng, udah rapih."

Ucap Rani dengan terkekeh manja.

Saka memalingkan wajahnya dan memiringkan bahunya sedikit agar bisa lewat dari jalan yang dihadang oleh Rani.

Ia pun memakai jasnya kembali dan langsung ke arah mobil.

"Saka..."

Saka pun berhenti melangkah tanpa menoleh.

"Hati-hati ya. Jangan pulang malam-malam, Rani nungguin Saka, lho."

Lalu Saka langsung lanjut melangkah dan masuk ke dalam mobilnya.

Rani sudah gila, ia bahkan masih bisa riang dengan keadaan yang suram seperti itu.

Saka tidak habis pikir lagi apa yang gadis itu pikirkan.

Tadinya Rani juga berpikir seperti itu. Ia pikir Saka harus memakai apa yang ia pilihkan, dan yang ia setrika.

Tapi jika Saka membiarkan ia mengancingkan kemeja itu saja sudah bahagia.

Kenapa tidak?

Rani tersenyum sendiri memikirkan hal itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status