Share

Bab 3. Rani dan kelakuannya

Rani mondar-mandir dari pukul enam sore. Ia sudah siapkan baju untuk Saka tidur, makan malamnya Saka, dan juga siap menanti Saka pulang.

Namun sampai pukul sepuluh malam, Saka tak kunjung sampai.

Rani takut saja ada apa-apa sama Saka.

Rani kan istri yang baik, jadi ia tidak bisa tidur jika suaminya belum pulang. Padahal jam tidur Rani itu pukul sepuluh tepat.

Hanya saja, Rani tidak bisa tenang kalau tidur tidak ada Saka di sebelahnya.

Walaupun saat tidur mereka tidak... Belum pernah berpelukan, dan belum berbuat apapun di ranjang.

Rani merasa ada yang kurang kalau tidur di ranjang yang kosong.

Efek sudah terbiasa dengan keadaan Saka.

"Rani bobok aja, udah malam lho ini."

Rani menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalau mbok mau bobok duluan, gapapa, mbok. Rani mau tungguin Saka."

Mbok pun tak enak meninggalkan Rani untuk kesekian kalinya.

Ini bukan pertama kalinya Saka pulang malam.

Untung saja Rani sudah makan duluan, tidak seperti waktu pertama kali mereka menikah.

Rani sampai terkena maag dan harus ke dokter.

"Yasudah, kalau gitu mbok duluan ya." Rani langsung mengiyakan dan tetap duduk di sofa sambil menonton beberapa tayangan di televisi.

Sesekali melihat ke arah jendela, tampak rasa cemas dari wajah Rani.

Ia takut Sakanya kenapa-kenapa.

Sedikit mengantuk kepalanya sudah menunduk berkali-kali, tapi Rani menepuk-nepuk wajahnya dan memastikan wajahnya tetap cerah menggunakan face mist, tidak mungkin kan pulang-pulang Saka malah melihat wajah lesu Rani, jadi Rani sudah memikirkan semua hal agar Saka semakin cinta dan tetap cinta dengannya.

Tak lama kemudian ia mendengar suara deru mesin mobil.

Walaupun pagar mereka bisa bergerak sendiri dengan automatis, Rani tetap menunggu Saka di teras depan, dengan wajah tersenyum seperti gadis-gadis promosi yang berjualan.

Begitu Saka keluar ia langsung mengambil tas kerja Saka.

Saka hanya membiarkan apapun yang ingin Rani lakukan, ia juga sudah melepas dasinya dari awal sewaktu masih di mobil, ia lebih memilih menyimpan dasi nya di dalam mobil dan kantor. Tidak ingin Rani mengacaukan dan memperlambat keadaan hanya karena sebuah dasi yang ingin dipasangkan ke lehernya.

"Saka tadi siang makan apa? Udah makan malam belum? Rani udah siapin buat Saka, lho."

Sambil menyingkap rambutnya ke belakang.

Rani memiliki rambut yang halus, sayang saja Saka tidak pernah mengelusnya. Sesekali Rani akan minta dielus, mana tahu Saka akan ketagihan melakukannya.

Tata rambut Rani padahal juga menggemaskan, poni rata dan rambut sebahu.

Dulu waktu kecil, Saka sering mencubit pipi Rani dan berkata,

"Rani gemesin ya,"

Tapi semenjak mereka menikah tidak pernah satu kata pujaan pun keluar dari bibir tebal milik suaminya itu.

"Udah makan."

Lalu Saka melenggang masuk dan meninggalkan Rani sendirian, untuk menutup pintu dan menguncinya dari dalam.

"Rani udah siapin piyamanya Saka juga. Dipake ya."

Saka tidak menjawab, Rani pun tidak yakin suaranya terdengar, tapi terserah Saka saja, Rani tetap akan menyiapkan setiap harinya walaupun Saka tidak pakai.

Mengambil teko air minum untuk mereka malam ini, Rani membawanya pelan-pelan dengan tas kerja Saka di rangkulan dadanya.

Ia menaruh teko terlebih dahulu di meja depan kamar dan membuka kamar.

Rani mendengar percikan di kamar mandi, kebiasaan suaminya itu, begitu sampai rumah pasti mandi.

Tidak begitu lama, bentar lagi juga selesai. Saka orang yang praktis dan efisien. Berbeda sangat jauh dengan dirinya.

Ia sadar kok, Rani dan Saka seperti bumi dan langit.

Tapi ya gimana, cintanya Rani ke Saka ibaratnya dari bulan dan tidak balik-balik lagi.

Biasanya to the moon and back, kan?

Ini ga balik lagi lho saking cintanya.

Rani ga bisa cinta kalau setengah-setengah, apalagi mencintai Saka dengan sederhana seperti puisi Aku ingin.

Rani hanya bisa mencintai Saka dengan seluruh hati yang ia bisa berikan.

Ia tidak bisa diam, menahan dan membiarkan cintanya berlalu sedetik pun tanpa diungkapkan dan ditunjukkan oleh bukti nyata.

Pintu kamar mandi terbuka, Saka mengeringkan rambutnya dengan menggosokkan handuk secara kasar.

Rani ingin mengambil alih handuk itu dari tangan kekar Saka, tapi ia terlalu malu melihat Saka yang hanya memakai kimono putih itu.

"Saka pake piyama yang Rani pilih, donk."

Tidak ingin banyak pembicaraan, Saka mengambil piyama itu dari tangan Rani dan kembali masuk ke dalam kamar mandi.

Rani tersenyum sumringah, sambil memegang tangannya sendiri ia mondar-mandir di depan kamar mandi.

Rani senang sekali, baru pertama kali Saka akan mengenakan baju yang ia ambil dan pilih untuk suaminya itu.

Begitu pintu berbunyi kembali, Rani langsung sedikit mundur dan kembali melihat ke arah pintu kamar mandi.

Saka terkejut, ia pikir tadi Rani keluar dari kamar, rupanya anak itu...

Ah, sudahlah.

"Ih, Saka ganteng deh pake ini."

Padahal Saka hanya memakai kaus dalam berwarna putihnya dengan celana panjang kotak-kotak. Dengan baju piyama yang masih ia pegang.

Sejujurnya ia selalu terasa panas jika harus memakai baju lagi.

Tapi memakai kaos dalam terlalu transparan baginya. Apalagi ia tidur dengan Rani.

Ia merasa tidak nyaman jika tidur dengan orang asing dengan pakaian yang rentan terbuka.

Saka langsung menggaruk hidungnya sendiri yang tidak gatal.

"Ayah kamu ingin kita kunjungi. Hari minggu kita kesana."

Manik mata Rani langsung berbinar.

"Serius? Wah, Rani kangen banget sama Ayah. Sebelum ke rumah Ayah, nanti Saka temenin Rani belanja dulu ya."

Saka hanya diam dan berjalan ke arah ranjang.

"Walaupun semua udah ada di rumah Ayah, tapi Rani tetap mau beliin Ayah sesuatu. Menurut Saka gimana?"

Saka tengah berbaring dan menyelimuti dirinya sendiri.

Rani hanya tersenyum.

"Saka ngantuk ya. Selamat bobok, Saka. Bobok yang nyenyak ya. Rani sayang Saka."

Lalu Rani mematikan lampu utama ruangan itu. Tersisa lampu tidur yang ada di sebelah mereka masing-masing.

...

Pagi ini, Saka susah menghela napas untuk kesekian kalinya.

Gadis itu, Maharani masih juga belum siap untuk pergi. Sebentar lagi sudah mau tengah hari. Harusnya mereka sudah di rumah Ayah mertuanya ini sejak pagi.

Saka tidak ingin dituntut cucu lagi.

Entah Rani sok sibuk atau sengaja membuat dirinya kesal, ia tidak tahu lagi.

Satu, Saka tidak mau tahu tentang Rani.

Dua, Saka tidak peduli tentang Rani.

Tiga, Saka tidak suka dengan apapun yang gadis itu lakukan.

Empat, Saka lapar sekarang.

Gadis ini lama sekali.

"Kamu ngapain lagi, sih?"

Rani yang sibuk berkeliaran naik-turun pun bingung.

"Rani lagi siap-siap, Saka. Udah lama ga ketemu Ayah, pasti Ayah suka kalau Rani bawain hasil masakan Rani."

Saka menelan ludah, ia sendiri lapar, dan manusia kerdil di depannya ini malah sibuk sendiri.

"Kalau kamu masih lama, aku pergi sendiri."

Rani langsung membulatkan matanya.

"Ya ga bisa lah, Saka. Yaudah-yaudah.

Mbok, tolong rapihin semuanya ya, Saka udah ga sabaran nih."

Saka hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Ujung-ujungnya nyusahin orang.

Tahunya ngeberantakin, tapi ga bisa rapihin sendiri lagi.

Urus diri sendiri aja ga bisa, apa lagi Rani mau urus yang lain.

Saka langsung ke mobil, ia hendak akan menunggu Rani di mobil saja.

Lama-lama bisa meledak otaknya melihat Rani.

"Sabar ya, Saka."

Teriak Rani.

Suara gadis itu kecil. Sejujurnya, suara gadis itu lucu. Kadang terdengar seperti bergumam sendirian. Benar-benar seperti anak TK. Menggemaskan? Saka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Suara-suara seperti yang dimiliki istrinya itu akan memudahkan seseorang tertidur lelap, apalagi anak kecil.

Nyanyian sebelum tidur akan cocok untuk dinyanyikan dengan suara seperti itu.

Sayangnya, Saka tidak ingin punya anak untuk sekarang ini, apalagi dari Rani. Tidak mungkin anak kecil bisa melahirkan seorang anak.

Bisa-bisa ia yang berhenti bekerja di kantor dan bantu mengurus anak.

"Saka, Rani udah siap, lho. Tetap mampir ke market terdekat ya, ada yang mau Rani beli."

Saka benci dengan mata tersenyum yang dikeluarkan Rani.

Hidup Rani seperti bahagia sekali.

Berbanding 180° dengan dirinya.

Saka pun langsung menjalankan mobilnya dan tak lama kemudian mereka berhenti di minimarket terdekat.

"Saka ga mau nemenin Rani? Cuma bentar kok."

Saka menyenderkan punggungnya ke belakang.

Sofa di mobil membuatnya nyaman sedikit.

"Aku nunggu aja."

Rani sedikit kecewa, tapi ia tetap pergi sendiri ke dalam minimarket.

Saka awalnya sudah mulai cemas sepuluh menit gadis ini belum juga keluar.

Pasalnya, Saka tidak tahu apa yang ingin dibeli gadis ini.

Tapi begitu sudah setengah jam, Saka langsung masuk ke dalam dan mencari Rani.

Gadis itu tengah berjongkok di depan deretan merk sirup-sirup.

"Kamu nyari apa sih?"

Rani langsung melongok dan berdiri.

"Rani bingung mau rasa coco pandan atau melon. Takutnya, nanti salah pilih. Saka suka yang mana? Ikut selera Saka aja deh."

Rahang Saka sudah mulai keras menahan gejolak amarah ini.

Perutnya lapar ditambah gadis seperti ini membuat semuanya ambyar.

Ia mengambil dua botol sirup yang berbeda rasa itu, air mineral lalu mengambil satu onigiri di dekat kasir.

Membayarnya dan langsung masuk ke dalam mobil diikuti Rani yang masih bingung-bingung.

Saka langsung memakan onigirinya dalam satu lahap dan membuang.

Pelan-pelan baru lah ia minum air,

Tidak sadar disampingnya sudah ada penonton setia yang memperhatikan.

"Saka kok bisa telan semuanya sih?"

Lapar, bodoh!

Ingin rasanya Saka menghujat gadis ini. Saka hanya menatap Rani dengan tatapan tajam dan menjalankan mobilnya kembali.

Rani hanya diam, dan mulai ingin tahu tentang mobilnya Saka.

Ia memegang-megang dashboard mobil ini.

Lama-lama tertekan dan terbuka.

Keluarlah semua isi-isi dasi dan peralatan lainnya yang Saka simpan di dalamnya.

Baru saja Rani menunduk ingin mengumpulkan barang-barang itu, Saka malah memberhentikan mobilnya.

Kepala Rani langsung terbentur dashboard itu.

"Ahh!"

Rani kesakitan dan langsung mengangkat kepalanya.

Saka yang ingin marah malah jadi prihatin.

"Kamu tuh.."

Saka benar-benar kehilangan kata-kata.

Ia langsung mengambil barang-barangnya.

Rani sempat terkejut karena kepala Saka yang berdekatan dengan pahanya.

Hari ini, Rani memakai dress di bawah lutut.

Rapi begitu duduk di mobil, dress itu tentu saja naik, dan menjadi sebatas paha.

Ia langsung malu karena posisi yang tidak biasa ini.

Setelah mengembalikan semua seperti semula, Saka pun kembali menjalankan mobilnya.

Kalau Rani terus-terusan seperti ini, mungkin mereka akan sampai ke rumah Ayahnya besok atau lusa.

Saka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Rani mulai bosan. Ia mulai ingin menyentuh radio mobil Saka.

"Saka, Saka.."

Rani tahu bahwa pria ini tidak akan menjawabnya tapi ia tetap coba memanggil terlebih dahulu.

"Putar lagu, ya? Bosan lho kayak gini. Perjalanan masih lama juga."

Rani ditatap tajam lagi oleh Saka.

Dia pikir yang bikin lama itu siapa?

Saka langsung inisiatif membuka lagu dari playlistnya yang langsung terhubung ke perangkat radio mobil.

Rani langsung tersenyum,

Ia akan mengingat semua lagu yang diputar oleh Saka.

Karena lagu kesukaan Saka juga lagu kesukaan Rani.

Hehe. Sayang Saka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status