Share

Sheet 2

Kesepian sudah menjadi nama tengahku sejak dulu. Walau sudah terbiasa dengan kesepian, tapi entah kenapa malam ini aku merasakan kekosongan. Aku ingin ditemani entah membahas apa. 

Walau sudah malam, tapi aku malah menyeduh teh dan menikmati sendiri di barstool ditemani roti sisa dari toko. Aku mencubit sedikit dan mencelupkan roti dalam cangkir berisi teh panas. Menu sarapan yang kupakai untuk makan malam, padahal tadi sekitar pukul 8 malam aku sudah makan malam dan sekarang pukul 10.40. Harusnya aku sudah tidur dan besok bersiap pergi ke toko, tapi banyak pikiran yang menganggu. Apalagi percakapan dengan Mommy berakhir begitu saja. 

Aku beralasan aku hanya kelelahan bukan hamil, walau Mommy juga akan tahu aku hamil. 

Huh, si bajingan itu merusak segalanya. Jika tidak, Mommy dan Daddy adalah orang pertama yang tahu kabar gembira ini, tapi sekarang aku hanya menyembunyikan kehamilan ini, sampai aku menemukan waktu yang tepat. Karena jika sekarang, pasti Daddy akan heboh bagaimana si bajingan itu berpisah dariku saat aku tengah mengandung buah hati kami. Walau Bryce tidak tahu kondisiku sebenarnya, tapi dia tetap bajingan. 

Saat teh hangat masuk dalam perutku, semuanya terasa hangat dan membuatku mual sekarang. Andai saja Kelsea di sini, aku akan mengajaknya tinggal di sini dan menceritakan segalanya padanya. Terkadang, ada hal yang kami simpan sendirian tanpa Mommy dan Daddy tahu. Seperti alasan sebenarnya Kelsea memilih sekolah di Indonesia, hanya aku yang tahu alasan sebenarnya. Di antara aku dan Kelsea memang tak ada rahasia. 

Aku berangkat dari barstool dan mencari ponselku, dan hendak menelpon Kelsea. Tapi di tempat Kelsea pukul berapa? Jika dia mengangkat berarti dia tidak sibuk atau tidur. 

"Apa sih? Masih subuh nih. Udah kayak nenek aja, bangunin subuh-subuh. Aku tuh masih rindu selimut nih." omel Kelsea dengan wajah bantalnya. Walau aku perempuan, tapi entah kenapa suka sekali melihat wajah saudariku itu. Wajah Kelsea adalah type wajah yang tak bosan dipandang, dan begitu manis. Walau di tengah cemberut sekarang, tetap saja wajahnya enak dipandang. Bukan sepertiku yang wajahnya seperti singa jantan saat bangun tidur. Apa alasan ini juga yang membuat si bajingan Bryce menceraikanku? Huh, bajingan sialan! 

"Eh sorry-sorry. Di sana jam berapa memangnya?" Kelsea menutup matanya dengan sebelah tangan dan menaikan ponselnya. Ia terlihat memakai tanktop berwarna abu-abu dengan rambut tebalnya walau wajahnya selalu sedap dipandang. 

"Jam 6! Masih ngantuk, aku ingin hari ini bangun jam 10. Bentar lagi nenek ngomel, bilang anak gadis pemalas, nanti tak dapat jodoh, rezeki hilang dipatok ayam. Suruh olahraga bla-bla." adu Kelsea, aku malah tertawa. Ah aku merindukan saudariku. Andai Kelsea di sini, hidupku takkan kesepian. Aku merasakan kesepian saat Kelsea memilih pindah terkadang bermain bersama Verena, tapi usia yang cukup jauh yang membuatku terkadang tak nyaman membicarakan masalah dewasa dengan Verena. Walau Verena bukan orang yang suka mengomel seperti Kelsea, tapi Kelsea adalah seorang pendengar yang baik dan dia ahli dalam memberi nasehat dan solusi. 

"Yaudah tidur lagi." 

"Telat! Udah diganggu nggak bisa tidur lagi, entar pusing. Trus nenek ngomel lagi, katanya tidur terus." Aku tersenyum dan menggeleng, jika tahu nenek suka menggeleng, kenapa tidak hidup sepertiku yang mandiri? Hidup dengan Mommy juga enak, walau Mommy juga suka mengomel tapi yang aku ingat saat kami masih kecil, sekarang kami sudah besar dan dewasa jadi mungkin Mommy sadar dan tidak mengomel sembarangan. 

"Oh iya kata Mommy, kamu mau kesini? Nanti tinggal sama aku aja di flat." 

"Nanti, aku udah pesan tiket." Aku mengangguk. Kelsea memang cukup sering bolak-balik Indonesia-Jerman entah empat bulan sekali atau saat libur semester atau malah sebulan satu kali, saat ada hal urgent. Jadi saat Kelsea pulang ke rumah, bukan hal yang baru lagi. Apalagi, ia mempunyai kewarganegaraan ganda. Kelsea mungkin datang untuk mengurus kewarganegaraan miliknya. 

"Jadi—akhirnya kamu memilih Jerman?" 

"Ya! Walau tinggal di sini, Germany still the best choice. Aku belum tahu bagaimana nasibku ke depan, tapi saat punya anak aku ingin anak-anakku mendapat pendidikan terbaik dan gratis jadi, pilih Jerman seperti Daddy." 

"Wah, sudah mikir kesana. Pasti sudah ada calon ya? Ah aku turut senang." ujarku dengan binar bahagia. Jika saudariku bahagia, maka aku lebih bahagia. Kelsea itu seperti belahan jiwaku yang lain, jika ia merasa sedih makan aku akan ikut bersedih, jika ia bahagia maka aku lebih bahagia. 

"Calon matamu! Mana ada punya pacar, aku lihat nenek sering ngawasin cuman belum ada yang sreg aja." Aku tersenyum, sedikit banyak tahu makna di balik ucapan Kelsea barusan. 

"Ya-ya. Aku tetap berharap kamu mendapatkan yang terbaik." Aku menunduk dan meneguk habis teh yang sudah dingin dan rasanya lebih manis saat masih panas. 

"Jadi?" Aku meremas sedikit ponselku. Saudariku tahu, terkadang menelpon seperti ini, bukan hanya acara basa-basi untuk melepas rindu, tapi ada banyak hal yang ingin kujelaskan. 

"A-aku hamil." Aku berkata sedikit gugup dan juga penasaran bagaimana reaksi Kelsea. Kukira ia akan berteriak heboh karena akan mendapatkan keponakan tapi wajah Kelsea hanya datar. 

"Kayaknya aku udah tahu." Aku melototkan mataku. Sejak kapan? Bukankah tidak ada yang tahu jika aku hamil? Bahkan Bryce—kenapa si bajingan ini disebut? 

"K-kok bisa? Padahal aku belum cerita pada orang lain.". 

"Mommy beritahu." jawab Kelsea santai. Mommy tahu? Kok bisa? Bagaimana bisa? Tahu dari mana? Apa Mommy cenayang? 

"Oh ya? Kapan itu?" 

"Semalam. Kayaknya pas Mommy bilang pulang dari toko roti. Kukira kamu sudah beritahu Mommy." Aku menggeleng. Aku sama sekali memberitahu Mommy. Bahkan, aku bilang aku baik-baik saja dan sengaja menepuk perutku di depan Mommy meyakinkan Mommy perutku rata dan tidak ada isi. Atau mungkin naluri orang tua? Ya mungkin semua orang tua tahu, jika anaknya sedang mengandung. Tapi aku harus memastikan sendiri ke Mommy. 

Besok setelah pulang dari toko roti aku harus ke rumah Mommy dan memastikan semuanya. Walau jawaban paling masuk akal adalah naluri seorang ibu. 

"Oi melamum aja?" 

"Ngh. Ah iya, udah malam aku tidur dulu." Aku melambaikan tanganku ke arah kamera dan memutuskan panggilan. Ah, berita dari Mommy bikin overthinking dan berhasil membuatku terjaga semalaman. Dan tidak munafik, aku merindukan sentuhan si bajingan itu. 

Ya Tuhan, semoga Bryce mati secepatnya!

πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹

Aku melajukan mobilku dengan pelan, ke rumah Mommy. Padahal biasanya aku lebih memilih jalan kaki. Tapi jarak antara flat dan rumah Mommy sekitar satu jam lebih, dan juga jarak stasiun ke rumah Mommy juga jauh. Mommy lebih memilih rumah di pinggir kota dengan banyak halaman luas dan banyak tumbuhan sekitar. Walau saat musim dingin bencana, karena kita harus menyekop salju terlebih dahulu jika ingin keluar dan jalanan terlalu licin. Jika boleh jujur, aku benci musim dingin tapi aku menikmati setiap pergantian musim. Musim favoritku adalah musim semi. Aku iri dengan Kelsea yang diberkahi dengan matahari yang selalu bersinar sempurna. 

Sekarang akhir musim panas memasuki musim gugur dan masih banyak musim panen. Ini adalah musim favorit Mommy saat bercocok tanam dan memanen. Walau aku kasihan saat musim dingin tiba semua tanaman Mommy mati tersisa batang dan ranting, tapi saat musim semi semuanya kembali bersinar. 

Aku memakai coat tebal, karena cuaca sudah dingin sekarang. Dan juga sengaja menutupi tubuhku, walau aku tak bisa lagi membohongi jika aku hamil sekarang. Mommy sudah tahu, dan mungkin seluruh anggota keluar sudah tahu jika aku hamil. Mungkin, kami bisa merayakan bersama walau tanpa suami. Hingga detik ini, aku masih belum percaya si bajingan Bryce tega mencampakkan aku. Padahal, aku selalu berusaha memberi yang terbaik untuknya dan juga dia yang memaksaku untuk menikah padahal aku berkali-kali menolaknya karena usiaku masih muda. Tapi, Bryce berkali-kali meyakinkan aku, akhirnya aku menerima lamarannya. Dulu—si bajingan itu bersikap sangat manis dan gentleman. Tapi ia sudah mendapatkan semuanya dan merasa bosan maka ia pergi begitu saja. Setiap detik aku selalu mendoakan agar Bryce mati secepatnya. 

Aku tiba-tiba mengerem mendadak. Apa yang kau pikirkan itu? Aku menggeleng, mencoba menghilangkan racun Bryce dari tubuhku. 

Aku bernapas lega saat melihat rumah Mommy sudah terlihat. Dalam rumah juga Mommy yang dekor sendiri, dengan warna putih dan abu-abu yang mendominasi di dalam padahal kata Daddy, Mommy tergila-gila dengan warna pink, tapi kata Mommy warna pink sekarang norak. Mommy lebih suka warna kalem sekarang, mungkin seiring bertambah usia selera juga bisa berubah. 

Aku melihat ada mobil Mommy untuk menjemput anak-anak sekolah, dan mobil Daddy belum terlihat. Berarti Daddy belum pulang kerja. 

Aku memencet bel, dan ada yang mengintip. Pasti Mommy. 

"Oh Mommy nggak sempat ke toko roti hari ini. Mommy lagi mau panen tomat sama cabe." Aku melihat Mommy masih memakai sarung tangan untuk memanen. 

Aku melepaskan coat dan menggantung di tempat dan masuk ke   dalam. 

"Yaudah aku bantu Mommy panen." 

"Strawberry Mommy banyak busuk dan dimakan burung." Aku menggeleng. Terkadang Mommy harus berebut dengan para burung aneh yang datang untuk memakan buah-buahan yang ada. 

Mommy membawa keranjang putih. Aku mengikuti Mommy dari belakang. 

"Itu apel Mommy ada beberapa buah." Aku menunjuk apel berwarna hijau. Masih ingat, saat masih kecil kami semua akan berebutan saat panen seperti ini. Apalagi Asher paling heboh, semua ingin dikuasai. Mentang-mentang dia paling kecil. Tapi sekarang aku bisa melihat, Asher jadi bijak walau masih manja pada Mommy, tapi ia dewasa di saat bersamaan. 

Aku mengambil apel tiga buah. Dan melihat Mommy menunduk dan melihat strawberry kesayangan Mommy yang sudah tertutup rumput. 

"Hampir seminggu Mommy nggak lihat ini. Pas lihat, dimakan burung semua. Tapi nggak papa, ini masih banyak dan bagus juga." Aku mengangguk dan membantu Mommy mengambil semua buah yang ada di depan kami. Aku ragu untuk menjelaskan kedatanganku. 

"Uhm... Apa Mommy tahu aku hamil?" Mommy yang sedang memegang gunting menoleh padaku. Akhirnya mengangguk. Apa Mommy menganggaapku pembohong sekarang?

"Mommy tahu kamu hamil." 

"Apa itu karena naluri seorang ibu?" 

Mommy memotong tomat yang besar dan segar terlihat sangat mengemaskan. Mommy meletakan di keranjang putih yang sudah berada di tanganku. 

"Ya, Mommy selalu tahu apa yang terjadi pada kalian." Aku menggigit bibirku dan berdoa semoga Mommy tidak mencium kabar aku berpisah dengan Bryce. Aku menunduk dan melihat beberapa strawberry matang yang terlihat hampir busuk. Aku memetiknya menggosok sedikit di baju dan memakannya. Rasanya manis. Aku suka blueberry, walau terkadang ada rasa asam. 

"Apa Mommy marah karena aku berbohong semalam?" tanyaku ragu. Walau dari ekspresi Mommy dan tingkahnya tidak terlihat marah sama sekali. 

"Tidak sayang. Mommy tidak marah. Duh, cabe mommy besar dan subur lagi. Mommy rindu makan sambal. Nanti Mommy buat sambal kita makan sama nasi panas dan ayam goreng." Aku mengangguk, dan menelan ludah. Demi apa bayangan nasi panas dan sambal Mommy terdengar begitu menggiurkan. Walau aku tidak kuat makan pedas. 

Aku melihat keranjang putih Mommy yang sudah tak muat lagi. 

"Ini sepertinya sudah Mommy. Mungkin besok dipanen lagi." Mommy berbalik dan melihat hasilnya. Sekilas senyum Kelsea mirip seperti senyum Mommy. 

Kami membawa hasil panen ke dalam dan Mommy mencucinya. Aku mencuci apel dan memakannya. Apel yang dimakan langsung dari pohon dengan apel yang beli di supermarket memang beda. Walau yang dijual di supermarket adalah apel terbaik tapi kesegarannya tak bisa diadu. 

"Sudah lama loh, Mommy nggak lihat Bryce." Aku berhenti mengunyah apel dan sibuk berpikir padahal aku tak punya jawaban atas pernyataan Mommy. 

Mommy mengambil baskom kecil, dengan pisau dan membelah tomat dan memisahkan cabai dari tangkainya dan juga Mommy membersihkan bawang. 

"Bryce sibuk Mommy." Aku sedikit menengadah ke atas. Apa aku harus jujur saja, daripada aku terus dihantui rasa bersalah karena terus membohongi Mommy dengan semua ini. Tapi aku tak tega memberitahu orang tuaku jika hubunganku kandas dalam hitungan bulan. 

"Tapi Bryce tetap perhatian kandungan kamu kan?" Rasanya seperti ditikam ombak tepat di ulu hati. Apel segar tadi langsung terasa pahit dan hambar di mulutku. Ya Tuhan, apa yang salah dengan diriku? 

"Oh iya Mommy. Nanti malam, kami akan berbelanja susu ibu hamil." dustaku dengan senyum yang dipaksakan. Mungkin Mommy bisa melihat kebohongan yang tercetak jelas di jidatku. Semoga Mommy tak bertanya lebih lanjut, karena aku tak siap untuk menyatakan kebenaran apapun di hadapan orang tuaku. Padahal awalnya Daddy sedikit tidak setuju karena tahu ujungnya seperti ini, dan juga aku yang meyakinkan mereka jika hubunganku bersama Bryce baik-baik saja. Tapi Bryce memutuskan semuanya sepihak tanpa tahu isi hatiku, apalagi isi perutku. 

"Sering-sering perhatikan kandungan. Kalau ada apa-apa bilang sama Mommy. Jangan stress, usahakan selalu berpikir positif." Aku mengangguk. Saat Mommy sudah menuju dapur dan memasak cabe, tomat dan bawang tadi. 

"Kata Kelsea dia mau pulang." Aku lupa, jika Mommy yang memberitahu duluan. Aku melihat Mommy menutup kuali saat minyak sedang mendidih karena menggoreng cabe. 

"Ya, dia akan milih kewarganegaraan bentar lagi udah 21 tahun." Kelsea pernah bilang, jika usia 21 tahun dia belum memilih kewarganegaraan maka, ia akan ditendang dari Jerman dalam artian tidak bisa lagi menjadi warga negara Jerman. Mommy pernah cerita bagaimana perjuangan menjadi warga negara Jerman. Tapi Mommy bilang, Mommy berjuang demi anak-anaknya mungkin ini juga yang jadi pertimbangan Kelsea memilih kewarganegaraan karena kedua orang tuanya sudah warga negara Jerman. 

"Berarti kami udah tua dong."

"Wah nyindir Mommy ya." Aku tertawa kecil, saat Mommy bergurau. Mommy mengambil kain dan menurunkan kuali dan menuangkan cabe dalam ulekan. Di Jerman tak ada jual barang ini, tentu saja Kelsea yang membawanya walau kata Mommy, bisa dicari di toko Asia walau rasanya sulit dijumpai. Mommy lebih senang berbelanja di pasar yang langsung dari petani dan juga berbelanja di toko Asia karena bisa menemukan banyak bumbu untuk memasak jika Mommy home sick. 

"Undang Bryce nanti kita makan malam bersama. Mungkin Mommy bisa memasak, makanan khas Indonesia seperti rendang atau gulai. Siapa tahu Bryce suka." Aku hanya tersenyum kecut. Dari tadi Mommy seperti sengaja memojokkan aku. Kurasa Mommy tahu sesuatu atau bahkan Mommy tahu segalanya? 

🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯

Kuharap kalian nggak bosan karena ini lebih mejelaskan ke kehidupan mereka sehari-hari aja. Sambil mencari jawaban kenapa Bryce seperti itu. Biar sekalian muncul ide, saudara-saudara Skye mau dibuat cerita yang seperti apa. 

Makasih udah bacaπŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu hrs terus terang k mommy dn deddy mu jangan kmu ttupin kelakuan Bryce yg telah menceraikan mu jangan sampe mommy dn deddy mu tau dr orang lain ..
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Kenapa harus bohong. Menciptakan kesulitan sendiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status