Share

Sheet 5

"Masuk saja." Aku memijit kepalaku mendadak pusing, mungkin karena efek berteriak terlalu kencang pada si bajingan itu.

Walau aku merasa tak nyaman dengan bau-bau aneh sehabis bercinta atau sofa kami yang terlihat seperti orang habis membajak sawah tapi aku mempersilahkan Paula masuk dan menghitung uang pemasukan hari ini.

Aku yakin Paula bisa mencium bau tubuhku yang aneh-aneh. Semoga ia merasa aman-aman saja dan tidak sampai pingsan.

"Jadi saat pelanggan kita yang datang dengan kekasihnya memberi uang tip yang banyak." Aku mengangguk tak mengerti dengan jalan pikiran si brengsek itu. Bryce memberi uang tip €1000. Akhirnya aku membagi rata bagi Paula dan Lisie walau aku yakin si brengsek itu berikan padaku. Bryce memang jahanam, membuatku terus saja sakit kepala.

Dan sekarang, kepalaku terasa makin berdenyut-denyut dan perutku juga ikut berdenyut. Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan perutku?

Paula pamit, aku langsung berbaring karena tak tahan dengan perutku yang makin berdenyut. Sepertinya perutku merasakan kram.

Aku terus meringkuk sambil memegang perutku. Tak tahan, aku bangun minum air hangat dan sepertinya tidak terpengaruh sama sekali.

Akhirnya aku menelpon Mommy.

"Mommy."

"Kenapa suaranya begitu?"

"Aduh nggak tahu, perutnya terasa melilit. Perutku kram."

"Wait! Tunggu Mommy kita ke dokter ya." Aku mengangguk walau Mommy tak bisa melihat. Rumah Mommy dan flat-ku jaraknya jauh. Apalagi sekarang jalanan licin. Walau perutku merasa tak nyaman, tapi aku memaksa berendam air hangat. Karena tak mau Mommy mencium bau-bau aneh.

Hampir satu jam aku berendam air hangat. Saat berendam perutku mereda saat bangun kram itu lagi-lagi kurasakan.

Aku bersiap-siap dengan memakai pakaian musim dingin yang berlapis-lapis. Kasian Mommy, aku harus merepotkannya. Walau tak ada orang lain yang bisa minta tolong. Hidupku rupanya sangat menyedihkan, aku tak punya siapa-siapa untuk dimintai tolong.

Kelsea masih berlibur di sini, tapi Kelsea buta dengan informasi ibu hamil jadi satu-satunya memang Mommy. Semoga Mommy tidak terjebak dengan salju. Aku semakin merasa bersalah. Sepertinya karena habis bercinta tadi. Si bajingan Bryce hanya membawa sial dalam hidupku, setelah itu dia pergi.

Sial sekali hidupnya.

Saat aku membereskan sofa sisa percintaan. Mommy menekan bel. Aku membuka pintu dan melihat Mommy yang tenggelam dalam coat tebal berwarna pink. Mommy itu kecil dan pendek jadi pakai seperti ini ia akan tenggelam walau ia jadi Mommy yang luar biasa dan begitu lincah.

"Mau ke dokter sekarang?" Aku mengangguk. Mengambil tas dan keluar dari flat. Salju tidak turun sekarang tapi menutupi jalan bahkan di bawah flat sudah penuh salju.

Mommy membawa mobil walau harus berhati-hatilah karena jalanan begitu licin.

"Sekarang masih sakit?" Aku mengangguk, sambil menahan perutku. Rasanya tak terlalu menusuk seperti tadi tapi masih berdenyut-denyut.

"Salah makan atau gimana?" Aku hanya diam. Malu ingin menjawab karena habis bercinta rasanya begitu memalukan.

"Uhm... Habis bercinta." Darah langsung berkumpul di pipiku dan rasanya dan pasti terlihat seperti paprika matang.

"Ouh. Harusnya memang diperhatikan, soalnya kalau orgasme kan berdenyut. Mommy pernah bertanya ini, kata dokter tak masalah tapi kita pastiin aja ya."

"Maaf Mommy merepotkan."

"Jadi kamu mau merepotkan siapa lagi kalau bukan Mommy?" Aku hanya tertunduk malu. Setelah berkeluarga aku seperti malu untuk meminta tolong atau menyusahkan Mommy seperti sekarang. Mommy tak pernah merasa keberatan menolong anak-anaknya.

"Sayang Mommy. Sebentar lagi Mommy punya cucu." Usia Mommy masih begitu muda dan belum terlalu tua. Walau aku tahu, Mommy lebih tua dari Daddy.

Kami sampai di klinik. Dokter yang menjadi langganan Mommy. Kata Mommy, dokter ini menjadi dokter langganan Mommy semenjak hamil Kelsea. Bahkan, kami berempat semuanya lahir di sini. Sepertinya Daddy tidak kreatif untuk memilih tempat lain melahirkan kami di tempat yang berbeda atau di negara yang berbeda.

"Merasakan sedikit kram di perut usai orgasme merupakan hal yang normal terjadi. Kontraksi ini terjadi karena otot dari uterus yang mengencang sedikit. Karena Anda sedang hamil makanya kebanyakan calon ibu salah keprah terhadap kontraksi yang terjadi. Orgasme dapat menimbulkan kontraksi palsu, yang disebut Braxton-Hicks. 

Kontraksi yang terjadi usai orgasme bukanlah jenis kontraksi yang bisa sebabkan keguguran. Jangan samakan kontraksi ini dengan kontraksi yang Anda rasa selama masa persalinan nanti. Ciri-cirinya: Meski tidak timbulkan rasa nyeri, kontraksi ini akan sebabkan rasa kram pada perut Anda dan muncul secara tidak teratur.

Tenang! Kram di perut ini tidak akan membahayakan si kecil. Mulailah cemas jika, kontraksi ini sebabkan rasa kram yang sangat parah, terjadi secara terus-menerus, intensif, dan disertai pendarahan." 

Aku bernapas lega, aku melirik ke arah Mommy yang juga merasa lega. Akhirnya, aku sekalian memeriksa kandungan. Bayiku terlihat baik-baik saja, aku dan Mommy merasakan getaran itu, sebentar lagi kami akan menambah anggota keluarga. 

"Mommy senang." Aku langsung memeluk Mommy. Wanita paling luar biasa yang pernah kukenal selama 20 tahunku. Bagaimana beliau tak pernah mengeluh tentang anak-anaknya. 

"Terima kasih telah menjadi Mommy yang luar biasa buat kami semua." Mommy langsung mencium kepalaku. Keluargaku merupakan sumber kekuatanku, bagaimana selama ini aku tetap bertahan walau rumah tanggaku hancur, tapi aku bisa bertahan sampai sekarang keluargaku sumber kekuatanku, mereka takkan membiarkanku kesusahan. Mommy dan Daddy orang tua yang luar biasa. 

Aku dan Mommy keluar setelah mendapat vitamin untuk kandungan. Obat pereda mual. Sebenarnya aku sudah tak sabar ingin melihat jenis kelaminnya, tapi usianya belum mencukupi. 

Aku kembali merapatkan coat yang berlapis-lapis dan masuk ke dalam. 

"Mau ke rumah Mommy dulu?" Aku mengangguk. Walau aku akan lebih banyak diam, jika Mommy bertanya hubungan bersama si bajingan itu. Kenapa aku harus berakhir bersama laki-laki semacam Bryce? Tidak bahkan tak lebih baik dari—sudahlah aku malas membahas setan itu. 

Aku dan Mommy menuju rumah Mommy. Rumahku yang lama, mungkin rumah luas yang Daddy buat akan kosong karena kami meninggalkan rumah semuanya. 

๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ

Aku melihat Kelsea berbaring di sofa sambil bermain ponsel. Bahkan, musim dingin tapi Kelsea memakai celana super pendek. Aku hanya menggeleng, melihat saudariku yang satu ini. Kelsea itu keras kepala luar biasa, tapi orang yang sangat peduli, walau di luar ia terlihat seperti tak peduli dan begitu cuek. Tapi Kelsea melakukan diam-diam tanpa banyak berkoar. 

Aku langsung menyandarkan belakang di sofa samping Kelsea. Aku menurunkan kaki Kelsea, dia menendangku. Sebenarnya aku ingin membalasnya tapi baru ingat, aku hamil. 

"Aku cubit nih kakinya." 

"Heh menyusah aja!" sungut Kelsea dan sekarang dengan pose duduk. 

"Mau makan tak?" tanya Mommy. Aku menggeleng. Sebenarnya yang aku inginkan sekarang adalah tidur, dan merenungi nasib. 

Aku beranjak ke kamarku dulu. Pasti rasanya dingin, dulu saat kecil aku dan Kelsea hanya tidur di satu kamar, tapi saat sudah remaja kami punya kamar masing-masing. Daddy membuat rumah yang lebih besar lagi dengan. Dan punya rooftop yang biasa kami gunakan untuk bermain salju jika musim dingin seperti sekarang. Biasanya saat anak-anak, kami akan membuat manusia salju, atau dulu masih kecil kami sering makan salju. Salju itu lembut asal diambil bagian yang bersih.

  

Jika diingat aku rindu masa kecil bersama. Sekarang sudah besar semua, kami seperti punya hidup masing-masing. Padahal, kadang masih dalam satu rumah. Semua sibuk masing-masing. 

Kubuka kamar yang sudah lama kutinggali dan melihat kamarnya terasa dingin, aku langsung menghidupkan pemanas ruangan. Walau tak pernah ditempati, tapi Mommy rajin membersihkan kamar ini, begitu juga kamar Kelsea.  Rumah besar memang repot dibersihkan tapi Mommy selalu rajin membersihkan. Mommy adalah sumber inspirasiku. 

Aku langsung menarik selimut berwarna biru. Jika orang lain akan memilih kamar warna pastel atau netral agar terlihat estetik, aku memilih warna biru. Sejak kecil kami disuguhi warna pink oleh Mommy, tapi makin kesini aku lebih tertarik warna biru daripada warna pink. 

Pintu terbuka, Kelsea melihatku. Aku hanya memperhatikan dirinya, karena setelah ini ia akan masuk dan berbaring di sebelahku. Enaknya punya saudara yang seumuran, membuatku memiliki teman atau bisa dibilang seperti kembaran. Benar saja Kelsea langsung berbaring di sebelahku dan tak segan untuk memeluk. Setelah menikah, aku seperti merasa aneh jika Kelsea dekat seperti ini, karena aku sudah tak terbiasa. Aku malah lebih suka memeluk Bryce daripada Kelsea. 

"Aku kayaknya mau tinggal di sini aja." 

Sudah bertahun-tahun, Kelsea tidak tinggal di sini. Setelah dia memilih kewarganegaraan ia akhirnya berpikiran tinggal di sini, padahal saat aku tanya kemarin katanya tak tahu. 

"Menikah itu enak?" Aku hanya diam. Harusnya aku dan Kelsea memang membicarakan hal-hal seperti ini. Karena, dari dulu kami tak pernah ada yang menyimpan rahasia. Aib terbesar kamipun, pasti tahu. Kami begitu akrab melakukan semua hal bersama, pakai pakaian bersama, jika disuruh bekerja kami akan melakukan bersama, selalu kompak dalam segala hal. Saat Kelsea memutuskan untuk pindah ke negara Mommy, aku adalah orang yang paling bersedih. Tapi aku tetap mendukungnya. 

Kami sering pulang ke negara Mommy, tapi aku merasa tak nyaman. Karena orang di sana menatapku lain, mungkin karena fisikku terlihat berbeda dengan mereka, mereka sering menatapku seolah melihat alien. Jadi, aku memang lebih nyaman hidup di sini, terutama tinggal bersama Mommy. Mungkin aku bisa mengumpulkan uang dan membeli rumah di dekat Mommy saat melahirkan nanti. 

"Woi! Belum jawab tadi." 

Aku langsung menatap Kelsea. Apa aku perlu bilang ke Kelsea jika rumah tanggaku telah kandas? Tapi aku takut kabar ini sampai Mommy. Apalagi sampai telinga Daddy, bisa saja Daddy membawa senapan tajam dan langsung menembak kepala Bryce. 

"Enak lah. Tidur ada temannya, apa-apa bisa dilakukan berdua. Bisa masak bersama, nonton berdua, bercinta, atau melakukan hal romantis yang lain." 

"Kalian bercinta seminggu berapa kali?" Wajahku memanas. Walau kami sudah terbiasa berbagi ini, tapi Kelsea belum menikah rasanya tidak etis membagi pengalaman bagi orang yang belum memiliki pasangan. Walau sekarang, aku juga memiliki pasangan. 

"Itu rahasia dapur lah." 

"Alah! Tinggal bilang aja. Tiap hari ya?"

Aku menutup mulut Kelsea sambil menggeleng. Walau kami punya aib terbesar dan saling berbagi, tapi Kelsea belum menikah, jika ia sudah menikah aku takkan segan menceritakan semua pada Kelsea bahkan tentang rumah tanggaku yang hancur. Bukan mau meremehkan, Kelsea belum mengerti bagaimana berumah tangga, walau aku juga belum memulai dan semuanya hancur sekarang. Tapi tak menutup, aku sudah seorang Mommy yang akan mendidik anakku sendiri.

"Nikah dulu, nanti aku ceritakan."

"Alah basi!" sungut Kelsea. Aku hanya terkikik. Saat bersama Kelsea aku tidak merasa sedih, atau merasa sedih dan semuanya berkurang karena aku bisa berkeluh kesah padanya. Walau terkadang kami tak bisa mengatasi berdua dan meminta pada Mommy. Mommy adalah Mommy siaga yang selalu menyanggupi semua permintaan kami. Mommy seorang penasihat yang baik, Mommy juga sangat mengerti perasaan kami dan tidak gampang menghakimi, tidak ada hal yang membuatku bersyukurlah tumbuh dalam keluarga ini.

Kuat sekali, aku ingin menceritakan apa yang menimpaku, tapi Kelsea belum mengerti. Mommy adalah orang yang tepat untuk membicarakan semuanya, dan Bryce bersama wanita tadi di toko roti membuatku sudut hatiku berdenyut nyeri, tapi aku berusaha untuk tidak memikirkan itu, walau saat terlintas rasanya sangat menyakitkan—perih menusuk.

"Kalau merasa nyaman. Tinggal di sini, dan kerja di sini."

"Mau minta Daddy carikan kerja sekalian. Karena di sini kesehatan dijamin, semuanya dijamin. Walau ada alasan utama yang buat aku harus pulang."

"Aku tidak memaksa untuk berbicara. Tapi kalau mau berbagi aku akan dengarkan, walau aku belum tentu berikan solusi."

"Cerewet!" Aku langsung memukul lengan Kelsea. Aku dan Kelsea memang seperti ini, kadang hal serius kami bercandain membuat Mommy langsung membuka pintu dan kami langsung terdiam, setelah itu kami tertawa lagi. Enaknya punya saudara seperti ini.

Jika Verena dan Asher juga seperti itu. Mereka lebih sering berserakan di ruang tamu, saling melempar bantal. Padahal kemarin Kelsea dan Asher baru masuk pra sekolah, tapi sekarang mereka sudah mau kuliah. Aku akan punya anak, beberapa tahun ke depan ia akan sekolah juga. Roda kehidupan berputar begitu cepat.

"Mungkin masing-masing kita belum nyaman untuk menceritakan apa yang terjadi. Aku bisa lihat, kamu dan Bryce ada sesuatu." Aku menelan ludahku gugup. Mati! Habis riwayat jika Kelsea tahu yang sebenarnya.

"Tapi aku tidak akan mencampuri urusan orang. Hidupku juga sudah ribet sekali." Aku memandangi wajah saudariku. Masih belum percaya pada titik ini, pada akhirnya kami akan memiliki hidup masing-masing. Punya keluarga masing-masing, punya anak, punya rumah, dan mungkin salah satu pindah kewarganegaraan atau tinggal di negara yang berbeda. Tidak ada yang tahu pasti takdir seperti apa. Ketika takdir telah memainkan perannya, maka kita hanya berusaha menerima takdir dan terus menjalani hidup.

Kelsea juga memiliki masalah dan dia enggan menceritakannya padaku. Mungkin ada niat sepertiku, mungkin ia merasa aku bukan lagi porsi yang tepat untuk berbagi cerita. Walau aku bersedih, seperti tidak diperlukan lagi tapi Kelsea butuh waktu. Kami itu seperti kembaran yang saling mengerti perasaan lawan kami.  Karena kami tumbuh bersama dan begitu dekat.

"Lihatlah HP-nya bising betul." Aku hanya diam, karena itu pesan dari si bajingan Bryce. Karena aku sengaja membuat nada khusus untuk dirinya.

Aku membuka pesan itu dan membaca dengan hati yang hancur.

Bryce Dallas : Kau hanya wanita bodoh!

Bryce Dallas : Pernahkah kau berpikir aku menceraikanmu karena kebodohanmu. Menyedihkan sekali, mengenal wanita bodoh sepertimu.

Air mataku tak berhenti mengalir. Apa maksud di sialan ini? Kenapa dia tidak mati saja sekarang? Apa dia sengaja agar membuatku makin terpuruk? Tidak cukup puas dia membuat hidupku terpuruk seperti sekarang? Apa si sialan itu mau agar aku mati? Sialan!

Bryce Dallas : Tanyakan orang tuamu, kenapa aku harus bersikap seperti ini.

Sialan!

Masalah kami kenapa harus bawa orang tuaku? Aku benar-benar dendam pada Bryce sekarang. Semoga dia benar-benar mati terlindas truk!

๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ

Aku udah kepikiran cerita Kelsea tapi kayak nggak tahu mau kasih konflik apa๐Ÿค’๐Ÿค’๐Ÿค’๐Ÿค’๐Ÿค’.

Belum ada ide yang sreg di otak. Tapi cerita Kelsea bentar lagi turun judulnya Broken Romance.

Entar nyusul adik-adiknya. Verena dan Asher. Aku udah siapin judul, cuman belum tahu mau dieksekusi seperti apa. Ceritaku yg lain masih banyak.

Kalian bisa cek nama pena aku Rose Marberry dan temukan 11 cerita seru lainnya ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘. Dijamin ceritanya tidak pasaran ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘.

See you๐Ÿฅณ๐Ÿฅณ๐Ÿฅณ๐Ÿฅฐ๐Ÿฅฐ๐Ÿฅฐ๐Ÿ’‹๐Ÿ’‹๐Ÿ’‹

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
heran suami disumpahi. mulu, tapi di ajak ena_ena mau aja, padahal sdh ditinggalin kok ngga punya harga diri sih. ngga suka tokoh wanitanya terlalu gampangan
goodnovel comment avatar
Julia Samuel
Kira-kira apa ya masalah Bryce sama orang tua Skye,sampai Skye diperlakukan begitu ๐Ÿ˜ฅ
goodnovel comment avatar
Bunga Lily
wah Kelsea balik Jerman, padahal ku berharap ada yg kembali ke masalalu mulai cinta Gerald & Rara, gimanapun awal cinta ortu mereka di indonesia, berharap Masa itu terulang di anaknya dan Gerald Rara Juga bisa Nostalgia masalalu di Indonesia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status