Rain Sound
Hari ini maksud dari perginya Oza adalah mencari tempat PKL. namun siapa tau kalau dirinya akan menimba ilmu di tempat calon mertuanya. Tentunya itu dalam mimpi gadis itu pastinya. "Lo yakin ini tempatnya?" tanya Oza agak ragu. Karena tempat ini tak seperti kantor kecil melainkan perusahaan besar seperti kantor yang ada di perumahan elite.
"Ya yakinlah!" ujar Puri terlihat meyakini Oza. "Mau dapat tempat PKL kan? udah di sini ajh." Oza masih belum terlalu yakin dengan pilihan Puri. Tapi gadis itu sudah menghubungi dua temannya untuk ke sini.
Bahrain menunggu sampai orang yang akan dipekerjakan oleh ayahnya datang. Dalam hal ini dia tak mau banyak ada perdebatan tentang bagaimana watak sang ayah. "Nanti kalo ada cari saya, panggil di ajh di ruangan itu," tunjuk Bahrain mengarahkan tangannya pada ruangan yang tertutup.
Mirna mengangguk sambil tersenyum pada atasannya. Sejak awal dia tidak ingin meneruskan usaha orang tuanya. Karena paksaan dari sang ayah, dia terpaksa harus menguasai dunia bisnis.
"Udah lama nunggunya? Mari saya antar ke ruang pak Rain." Ajak pegawai itu dan berjalan mendahului mereka berempat.
"Siapa pak Rain?" bisik Nida yang penasaran dengan bos di sana. Vera mengedik bahu tak tau lalu Nida menoleh ke arah Puri yang langsung mendapat sambutan hangat dari tangannya. "Sakit, Pur!" keluhnya merasa kesakitan. Oza menggeleng cepat kepalanya heran.
Arasya berteriak memanggil nama sang adik yang saat ini tak berada di rumah. "Oza!!!!!!" pekiknya dan langsung disapa oleh angin kencang serta jangkrik. Krik. Krik. "Bunda! Ke mana si bontot?" teriak Arasya tak selow.
"Apa sih kamu teriak-teriak?" tegur bunda yang pusing mendengar suara teriakan Arasya. Namun gadis itu hanya tersenyu malu.
"Abis rumah sepi sih ... Emang bunda abis dari mana?" Bunda memutar bola matanya malas dan melengos masuk ke dalam rumah.
"Eh, rumah gak ada orang? Kok sepi?" ujar bunda yang ikut bingung.
Arasya menatap wajah bundanya kesal dan langsung menuju dapur. Tadi juga dia bertanya seperti itu kan? Kenapa bundanya loading sekali. "Bun aku bawa teman, dia mau ada perlu bentar di sini gak apa-apa kan?" Arasya meminta izin pada bunda.
Bunda tak begitu mendengar izin dari anak sulungnya itu. Saat dirinya ingin menjemput temannya itu, "eh mau ke mana?" tanya bunda yang baru ngeh kalau anak pertamanya itu ingin keluar lagi.
Oza masih menganga atas keterkejutannya yang belum juga sadar. "Za? Za!" gadis itu merapatkan bibirnya lalu menyunggingkan senyumnya dengan manis.
Puri yang melihat langsung mengulum bibir masam. Dia bisa menebak akan reaksi yang terjadi pada cewek disampingnya itu. Tak mungkin berhenti begitu saja kali ini, dan akan dipastikan bahwa pemuda itu langsung meloloskannya tanpa tes apapun.
"Kalian bisa PKL di sini besok, dan kalian bisa pakai panggilan normal kaya disekolah." ucap, Bahrain seraya tersenyum manis sekali.
Oza menahan jeritannya yang terlampau senang dan mencengkeram erat kaitannya pada Puri. Sedangkan Puri menahan diri agar berteriak keras di depan mata teman sebangkunya itu. Ketika Bahrain pergi meninggalkan ruangan yang masih tersisa keempat gadis itu.
Puri langsung mencekik leher Oza dengan secara spontan. "Uhuk! Uhuk!" Nida hanya menonton aksi Puri yang hampir membunuh temanya itu.
"Kenapa gak sekalian bunuh ajh?" sindir, Vera yang melangkah keluar dari ruangan tersebut.
Oza terengah-engah mengatur nafasnya yang habis tercekik sama Puri. "KALIAN JAHAT?!! GAK LAIK AKU?!" pekiknya marah dan berlalu begitu saja.
Ketiga temannya mengernyitkan keningnya dan tertawa melihat tingkah Oza yang konyol. Mereka masih tertawa lepas dan tak ingat kalau mereka masih di kantor orang.
Mereka menuju perjalanan pulang ke rumah dan mengambil keputusan untuk mampir sebentar ke cafe dekat sana. Tak biasanya gadis itu akan ingat dengan kakaknya yang sangat menyebalkan menurut gadis itu. Dan tidak biasa juga sore ini Oza memakai tranportasi online.
Saat sampai dirumahnya. Gadis itu terkejut melihat sosok yang selalu membuat dirinya kesal. "Kapan ini berkesudahan?!" geramnya kesal dan langsung melangkah ke arah kamar tidurnya. "Siapa sih itu yang di depan. So cool amat geli?!" teriak Oza.
"He dari mana lo?" tanya sang kakak yang memperhatikan kondisi adiknya agak berantakan. Oza tak menjawab dan malah memincingkan mata tajam lalu bergegas meletakkan ponselnya. "Ditanya juga!" omelnya yang mengikat langkah adiknya itu.
"Bukan urusan lo," jawab, Oza tak santai.
Arasya mengangkat bahu acuh lalu berjalan ke arah pintu.
Dikamar bunda mengeluh sama ayah tentang anak-anak yang tak pernah akur. Namun ayah hanya menjawab sekenanya saja, "nanti juga akur, Bun." jawab, ayah apa adanya.
Bunda mendengus dingin dan melenggang keluar dari kamar. Tanpa menghiraukan panggilan ayah yang akan mengajaknya jalan-jalan.
"Kalian tuh gak malu? Ada tamu juga!" tegur bunda yang bosan mendengar suara pertengkaran kedua anaknya itu. "Kalian harus yang akur, biar kalo nanti terpisah karena sudah bersuami ada yang membawa kalian kenangan bersama nantinya. Jadi kalian gak boleh sesering bertengkar lagi. Kan gak selamanya ayah bunda ada di dunia, umur gak ada yang tau kan?" ayah tersenyum manis pada sang istri lalu merengkuh tubuh bunda ke dalam dekapannya.
"Masternya cinta," sahut, ayah bangga.
Oza dan Arasya saling bertukar pandang dan meminta maaf satu sama lain. "Maaf," ujarnya, lebih dahulu.
"Maaf juga," balas, Oza yang memeluk tubuh kakaknya.
Jika saja bunda tak keluar dari tempat persembunyiannya maka bisa dipastikan kedua kakak beradik itu tak akan damai. Arasya tersenyum simpul pada bunda dan ayah lalu mengucapkan terima kasih.
"Makasih, yah, bun." Ucapnya, seraya menghapus air matanya. Oza ikut menyusul kemudian memeluk ketiganya.
"Kak, itu siapa?" tanya Oza yang menunjuk cowok yang lagi duduk memandang keluarganya.
"Ouh itu, namanya Badra." Oza mengangguk sambil melangkah ke belakang dapur. Walaupun diam-diam mengambil susu kambing untuk tamu kakaknya itu.
Arasya mengobrol dengan ayah sebentar lalu membawa nampan berisi sajian untuk tamu ke depan. Matanya melotot kaget saat melihat susunya tak ada. Arasya menggeram marah dan akan berteriak murka.
Badra sudah langsung menyela dan tak masalahkan hal itu. "gak apa-apa," tukasnya dengan tenang dan ikut terbawa pada Arasya.
"Anak itu, awas ajh!" gerutunya kesal.
Bunda tertawa bersama Oza yang lagi mengerjai sang kakak. Kadang bunda ikut jahil saat anaknya sedang menjahili saudaranya. Ketiganya beradu tos satu sama lain dan jangan lupa ayah dengan tawa recehnya, ... Arasya sepertinya benar-benar kesal karena selalu mendapat tanggapan seperti itu.
Rain SoundOza tak bisa berhenti mengukir senyuman manisnya saat tau bahwa pemuda itu bos tempatnya magang. Gadis itu berguling-guling di atas kasur sambil mengembangkan senyumnya itu yang tak berhenti terbayang.Rasanya seperti ingin berteriak dan langsung memeluk tubuh pemuda itu dengan erat. Namun apa daya dia hanya seutas makhluk mikroba.Suara pintu yang terketuk membuat kepala gadis itu menoleh dan berhenti bertingkah konyol. Oza masih menganga ketika menatap wajah orang yang selalu ingin membuatnya teriak-teriak mengamuk. "Lo ngapain di kamar gue?!" Galaknya yang menaruh kedua tangannya di samping.Badra menukik satu alisnya heran kemudian mendengus dingin. "Bilang kakak lo, gue pulang." Ucap, Badra tanpa memberikan penjelasan lebih.Oza menipiskan bibir lalu berlari ke arah jen
Rain soundSaat hening menyapa tak ada siapapun yang bisa menyadari kehadiran mereka, namun saat sang luka menyapa jelas kita bisa menyadari atas kehadirannya.Tentu ini membuat kita sadar bahwa tak selamanya indahSudah jam pelajaran kedua tapi gurunya masih belum masuk ke dalam kelas. Oza sudah mulai jengah dengan suasana kelasnya yang tak jelas. Saat lagi mainan pulpen guru kewirausahaan masuk dan membagikan sebuah lembaran laporan untuk tugas PKL nanti. "Baik, anak-anak yang sudah dapat tempat buat kerja lapangan maju ke depan ya." Seru Bu Purwa. Oza mendorong Puri untuk menjadi perwakilan kelompok mereka. Saat Puri berdiri nama gadis itu sudah disebut. "Griloza?" Oza mendengus lalu melangkah dengan malas sambil mengangkat tangan kanannya."Saya..." Ucapnya, malas.
Rain SoundSore itu. Oza berserta teman-temannya melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil disekolah. Sudah biasa dengan jadwal sekolah yang selalu pulang sore, tak membuat gadis itu banyak mengeluh. Karena itu adalah hari pertama masuk PKL dia akan memberikan hasil yang maksimal pada yang lain.Puri mengusap peluh keringat yang mengucur deras dari keningnya. Dia berjalan menyusul saat dirinya habis dihukum guru matematik. Anak perempuan itu tak terlalu suka dengan cara mengejar gurunya itu kenapa. Puri selalu tidur di kelas pada jam pelajaran tersebut. "Capeknya tuh kan main," ujar Puri yang agak terengah.Oza menggeleng cepat kepalanya. Lalu membuka pintu mobil Nida yang tak terkunci. "Emang lo ngapain?" Tanya Vera yang memberikan handuk kering. Puri menerima uluran itu dan langsung rebahan di jok belakang mobil. 
Rain soundTepat jam dua belas malam nanti Oza berulang tahun yang ke delapan belas tahun. Bunda, ayah dan Arasya sudah menyiapkan kejutan untuk adiknya tercinta. Malam itu ketiganya tak bisa tidur karena akan membuatkan surprise yang gak akan pernah bisa dilupain sama anak itu."Hari ini--- maksud bunda nanti malam jam dua belas ntar. Oza ulang tahun, kalian siapkan?" Keduanya mengangguk mantap. Dan mengeluarkan conveti yang buat nanti kejutan."Undang teman-temannya, Bun. Biar tambah rame," usul ayah yang disetujui sama Arasya. Bunda memutar bola matanya malas.Bunda melangkah tanpa peduli dengan kicauan dua orang yang ada dibelakangnya itu. Ayah masih me
Rain SoundMalam itu semua teman-temannya datang. Keluarganya tak mengadakan acara ulang tahun yang mewah. Namun pestanya terlihat sederhana tapi glamor, semua barang kelihatan branded padahal harga mana ada yang tau. "Bunda, ini kan palsu." Tegur, ayah yang menatap bunda lagi menata ruang tamu.Bunda menyuruh ayah diam dan mengecilkan suaranya agar tidak kedengaran sama teman-teman dari anaknya. Bunda menggebuk punggung ayah karena membahas tentang ini di depan umum. Saat ramai, Arasya memandang wajah kedua orang tuanya dengan pandangan menyelidik. "Ayah! Jangan kenceng-kenceng! Kalo kedengaran gimana?! Nanti adek malu!" Omel, bunda dan ayah hanya tercengir tanpa dosa.Oza mesem-mesem gak jelas saat melihat Bahrain datang. Senyumnya sirna ketika dibelakangnya ada sosok lainnya. Gadis itu menggerutu kesal. Dia tau siap
Rain SoundJam yang Menunjukkan sudah waktunya tidur tak bisa membuat gadis itu terlelap pasalnya, ia terus kepikiran sama pernyataan— lebih tepatnya pengungkapan rasa tertarik Badra terhadap dirinya. Oza mengusak rambut kasar, karena jujur ajh dia belum mau move on dari first love nya.Impresionnya terlalu jelek saat bertemu dengan cowok Lubis itu, namun ia juga tak bisa mengatakan kalau kesan pertamanya terhadap Bahrain dibilang bagus juga. Akan tetapi dia harus tidur cepat dan tak boleh kesiangan jika mau bertemu dengan Bahrain.Bahrain itu terlalu rajin walaupun hanya sekedar datang dan pulang lagi. Tentu itu akan menambahkan nilai plus dimata gadis itu, ponselnya berbunyi dan itu membuat Oza melirik kesal. Saat
Rain soundOza melongo saat di depannya ada perempuan lagi meluk-meluk Bahrain dengan manjanya, dan pemuda itu tanpa tau malu membalasnya tak berpikir ada dirinya dibelakangnya. Seketika ia menyesal telah mengikuti apa mau Bahrain, kenapa tadi gak dia tolak ajh ya? Sekarang dia harus apa? Gak mungkin juga dirinya pulang tanpa menemui orang yang mengajaknya kemari kan?Oza mendengar perempuan itu berbicara sambil merengek kecil, itu kontan membuat Bahrain menoleh dan menatap gadis yang lagi berdiri tak jauh darinya penuh pengharapan. Tunggu. Pengharapan jenis apa yang diinginkan cowok itu?"Kak Bahrain gak mungkin tega ninggalin gue di sini," gumam Oza pelan dan kembali berpikir kemungkinan terburuknya hal itu terjadi. "Mungkin ajh, kalo ada nenek lampir itu?"Bahrain menghampirinya tiba-tiba pemuda tak enak mengatakan hal yang menolak kein
Rain SoundArasya jelas hapal dengan kebiasaan sang adik yang suka tidur sampai habis isya, perempuan itu menelaah setiap sudut ruangan adiknya hingga tak menemukan tanda kehidupan dikamar adiknya itu. Perempuan dua puluh tahun itu menghela panjang lalu membenarkan susunan buku pelajaran milik Oza, adiknya itu benar-benar tak peduli dengan lingkungan sama sekali. Hey! Jika Arasya bisa memilih, tak mau memiliki adik yang pemalas kaya gadis itu, sangatlah berbanding terbalik dengannya yang amat sangat rajin. Apalagi kalau sudah waktunya kuliah dan mengerjakan deadline kampusnya itu sangat membuatnya rajin dan bersemangat. "He! Lu gak ada niatan buat bangun?!" Ujarnya memekik ditelinga perempuan tersebut namun Oza seperti orang mati yang tak dapat merasakan apapun. "BUNDAAA!!!! OJA GAK MAU BANGUN!!!" Teriaknya mengadu lalu beberapa menit kemudian pandangannya menajam