Rain Sound
Oza tak bisa berhenti mengukir senyuman manisnya saat tau bahwa pemuda itu bos tempatnya magang. Gadis itu berguling-guling di atas kasur sambil mengembangkan senyumnya itu yang tak berhenti terbayang.
Rasanya seperti ingin berteriak dan langsung memeluk tubuh pemuda itu dengan erat. Namun apa daya dia hanya seutas makhluk mikroba.
Suara pintu yang terketuk membuat kepala gadis itu menoleh dan berhenti bertingkah konyol. Oza masih menganga ketika menatap wajah orang yang selalu ingin membuatnya teriak-teriak mengamuk. "Lo ngapain di kamar gue?!" Galaknya yang menaruh kedua tangannya di samping.
Badra menukik satu alisnya heran kemudian mendengus dingin. "Bilang kakak lo, gue pulang." Ucap, Badra tanpa memberikan penjelasan lebih.
Oza menipiskan bibir lalu berlari ke arah jendela kamar. Gadis itu menatap wajah Badra yang sedang mengeluarkan motornya dari pekarangan rumah. Oza hampir tersedak ludah saat cowok itu membalas pandangan matanya. Dengan gugup dia mengalihkan pandangannya ke jendela rumah depan.
Arasya menarik satu kursi meja makan saat berada di ruang makan. Cewek tomboy itu tau jika temannya sudah pulang dan menemui adiknya untuk berpamitan. Namun yang dia tau Badra tak pernah mau repot-repot mencari orang jika ingin pergi meninggalkan tempat itu. "Bun, biasanya tuh kalo cowok mau repot-repot cari orang buat pamitan kenapa ya?" Tanya Arasya yang lagi menyantap makanannya.
"Biasanya, ada something si kak, kenapa?" Arasya mengalihkan perhatiannya ke arah kamar adiknya. Lalu manggut-manggut paham, rasanya tidak pas jika dia bahas tentang apa yang belum tahu kebenarannya.
"Hng ... Nggak si, Bun. Tanya ajh, kaya aneh ajh liat teman kakak kaya gitu. Bukan dia banget," bunda mengangguk lalu berdiri dan melangkahkan kakinya menuju tempat cucian piring.
"Kalo udah selesai makan, cuci piring." Tukas bunda yang mematikan keran air.
Arasya menghela nafasnya panjang dan menyahut apa adanya. "Hm," gadis itu langsung membereskan sisa makanan yang ada di meja.
Oza turun dari kasur lalu menggoyangkan tangannya riang. Dia menyeringai lebar melihat kakaknya yang sedang melakukan pekerjaan rumah tangga. "Sekalian pel juga, terus itu jangan lupa kamar mandi kosrek sampai bersih." Katanya memberi perintah. Putri sulung dari dua bersaudara itu mengabaikan celetukan adiknya.
"Gak ada niat bantu gitu?" Balas, Arasya menawarkan bantuan pada gadis itu. Oza terlihat berpikir tentang hal itu. Namun bukannya menerima, gadis itu malah berkata pongah dan melenggang pergi meninggalkan kakaknya yang tak bisa mengejarnya.
"Gak ah, nanti tangan cecan kasar. Bwahaha," tawa Oza pecah melihat penderitaan sang kakak yang tak bisa berkutik sama sekali.
Arasya mendengus sebal lalu melanjutkan aktivitasnya yang sedang mencuci piring. "Apanya yang lucu sampai gitu banget ketawanya," keluh, Arasya yang hampir menyelesaikan tugas dari bunda.
Anak itu berlari sambil membawa alat makan stainless steel yang biasa bunda pakai buat kue. Saat anak itu terpeleset di dekat pintu depan, karena ingin membeli jajanan pasar. Bunda yang mendengar suara ribut-ribut langsung saja keluar. Tapi bunda tak mengkhawatirkan keadaan putrinya malahan keadaan alat makannya yang lumayan mahal. "Aduh, ini gak apa-apakan?" Oza menggeleng pelan sambil melemas. Bunda merebut alat makan itu dan membawanya kebelakang sehingga Arasya yang melihat tak bisa menahan rasa untuk tak tertawa.
"Bwahaha, ... Aduh, perut gue ... Hahahaha. Ya Allah, kasian banget lu neng." Arasya menghapus air matanya yang mengalir karena tak bisa menahan rasa gelinya.
Oza ingin menangis saja mempunyai keluarga yang seperti ini. Dengan terpincang-pincang gadis itu masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya marah. Brakk.
Arasya terperanjat dan langsung diam melihat adiknya yang marah. Cewek cantik itu mengulum bibirnya basah dan melangkah menuju ke arah kamar anak itu. Sang kakak mencoba mengetuk pintunya agar mau dibukakan oleh Oza. Namun tak ada sahutan dari dalam.
Oza menangis tersedu memegang bagian tubuhnya yang sakit. Dia mengobatinya dengan pelan tapi tetap saja sakitnya masih terasa. Gadis itu mengambil jaket dan memesan taksi online untuk pergi ke rumah Vera. Sepertinya ia ingin menginap gratis malam ini di rumah Vera.
Arasya masih mengetuk pintunya. Namun saat pintunya sudah dibuka cewek itu diam saja dan tak bertanya apapun pada anak itu. Oza melangkah begitu saja tanpa mau mendengarkan sang kakak dulu. "Za," teguran itu tak digubris oleh Oza yang masih marah.
Sang kakak menghembuskan nafasnya berat dan langsung melangkah menjauh.
Oza diam saja sesampai di rumah Vera. Dia juga tak memberi tau maksud dari kedatangannya. "Per, gue nginap ya, semalam doang." Vera terkejut, belum membalas ucapannya Oza sudah melanjutkan kata-katanya. "Kalo lo gak mau juga gak apa-apa." Lanjutnya yang berdiri.
"Ih, bukan gak boleh. Ya bolehlah, justru gue gak ada temennya!" Omelnya dan Oza mengulas senyum tipis.
Vera dan Oza menghabiskan waktunya berdua di kamar. Orang tua Vera juga mengizinkan gadis itu menginap semalam. Terlalu banyak obrolan yang tak dimengerti oleh orang tua temannya itu. Akhirnya mereka berdua disuruh masuk ke dalam kamar.
Pagi ini. Bahrain cukup terkesima dengan sikap baru ayahnya yang tak pernah membuat sarapan dan mengajaknya makan bersama secara langsung ke kamarnya.
Namun itu tak bertahan lama. Saat istri baru ayahnya keluar dan menggendong bayi yang baru beberapa bulan. Bahrain memutuskan untuk pergi ke sekolah lebih cepat. Sampai sang ayah berteriak, tak dia dengar.
Vera yang awalnya melakukan siasat untuk menelpon Arasya, kakak dari Oza. Itu dia urungkan karena gadis itu lebih dulu masuk ke dalam mobil bersama papahnya. Papah Vera sangat senang kalau anaknya mendapatkan teman yang bisa menginap setiap hari dirumah. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah orang tua Oza.
Saat berada di dalam perjalanan menuju sekolah sebuah mobil memberhentikan mereka. Bunda keluar dan memeluk Oza yang juga keluar dari mobil. Bunda menangis lalu meminta maaf atas sikapnya itu.
Oza mengangguk dan tersenyum. Gadis itu menggerakkan tangannya mengusap air mata ibunya itu. "Bunda minta maaf," lirih bunda.
"Gak apa-apa, Bun."
Vera dan Oza masuk ke dalam mobil lagi dan berangkat bersama menggunakan mobil gadis itu. Ketika sampai, Nida berteriak memanggil nama kedua-duanya. Puri mengernyitkan dahi saat melihat kedua temannya berangkat bersama secara berbarengan. "Lho, kalian berangkat bareng gak ngajak?" Tanya Puri yang ngedumel sendiri.
Vera dan Oza tertawa terbahak-bahak mendengar ocehan tak penting dari teman mereka. "Gue tuh nginep di rumah, Pera." Jelas Oza yang melengos ke arah kelas.
Vera mengangguk sambil tersenyum jahil. "Kalian iri ya..." Ledek Vera pada Puri. Nida memutar bola matanya malas lalu merangkul tubuh Vera dengan santai.
Rain soundSaat hening menyapa tak ada siapapun yang bisa menyadari kehadiran mereka, namun saat sang luka menyapa jelas kita bisa menyadari atas kehadirannya.Tentu ini membuat kita sadar bahwa tak selamanya indahSudah jam pelajaran kedua tapi gurunya masih belum masuk ke dalam kelas. Oza sudah mulai jengah dengan suasana kelasnya yang tak jelas. Saat lagi mainan pulpen guru kewirausahaan masuk dan membagikan sebuah lembaran laporan untuk tugas PKL nanti. "Baik, anak-anak yang sudah dapat tempat buat kerja lapangan maju ke depan ya." Seru Bu Purwa. Oza mendorong Puri untuk menjadi perwakilan kelompok mereka. Saat Puri berdiri nama gadis itu sudah disebut. "Griloza?" Oza mendengus lalu melangkah dengan malas sambil mengangkat tangan kanannya."Saya..." Ucapnya, malas.
Rain SoundSore itu. Oza berserta teman-temannya melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil disekolah. Sudah biasa dengan jadwal sekolah yang selalu pulang sore, tak membuat gadis itu banyak mengeluh. Karena itu adalah hari pertama masuk PKL dia akan memberikan hasil yang maksimal pada yang lain.Puri mengusap peluh keringat yang mengucur deras dari keningnya. Dia berjalan menyusul saat dirinya habis dihukum guru matematik. Anak perempuan itu tak terlalu suka dengan cara mengejar gurunya itu kenapa. Puri selalu tidur di kelas pada jam pelajaran tersebut. "Capeknya tuh kan main," ujar Puri yang agak terengah.Oza menggeleng cepat kepalanya. Lalu membuka pintu mobil Nida yang tak terkunci. "Emang lo ngapain?" Tanya Vera yang memberikan handuk kering. Puri menerima uluran itu dan langsung rebahan di jok belakang mobil. 
Rain soundTepat jam dua belas malam nanti Oza berulang tahun yang ke delapan belas tahun. Bunda, ayah dan Arasya sudah menyiapkan kejutan untuk adiknya tercinta. Malam itu ketiganya tak bisa tidur karena akan membuatkan surprise yang gak akan pernah bisa dilupain sama anak itu."Hari ini--- maksud bunda nanti malam jam dua belas ntar. Oza ulang tahun, kalian siapkan?" Keduanya mengangguk mantap. Dan mengeluarkan conveti yang buat nanti kejutan."Undang teman-temannya, Bun. Biar tambah rame," usul ayah yang disetujui sama Arasya. Bunda memutar bola matanya malas.Bunda melangkah tanpa peduli dengan kicauan dua orang yang ada dibelakangnya itu. Ayah masih me
Rain SoundMalam itu semua teman-temannya datang. Keluarganya tak mengadakan acara ulang tahun yang mewah. Namun pestanya terlihat sederhana tapi glamor, semua barang kelihatan branded padahal harga mana ada yang tau. "Bunda, ini kan palsu." Tegur, ayah yang menatap bunda lagi menata ruang tamu.Bunda menyuruh ayah diam dan mengecilkan suaranya agar tidak kedengaran sama teman-teman dari anaknya. Bunda menggebuk punggung ayah karena membahas tentang ini di depan umum. Saat ramai, Arasya memandang wajah kedua orang tuanya dengan pandangan menyelidik. "Ayah! Jangan kenceng-kenceng! Kalo kedengaran gimana?! Nanti adek malu!" Omel, bunda dan ayah hanya tercengir tanpa dosa.Oza mesem-mesem gak jelas saat melihat Bahrain datang. Senyumnya sirna ketika dibelakangnya ada sosok lainnya. Gadis itu menggerutu kesal. Dia tau siap
Rain SoundJam yang Menunjukkan sudah waktunya tidur tak bisa membuat gadis itu terlelap pasalnya, ia terus kepikiran sama pernyataan— lebih tepatnya pengungkapan rasa tertarik Badra terhadap dirinya. Oza mengusak rambut kasar, karena jujur ajh dia belum mau move on dari first love nya.Impresionnya terlalu jelek saat bertemu dengan cowok Lubis itu, namun ia juga tak bisa mengatakan kalau kesan pertamanya terhadap Bahrain dibilang bagus juga. Akan tetapi dia harus tidur cepat dan tak boleh kesiangan jika mau bertemu dengan Bahrain.Bahrain itu terlalu rajin walaupun hanya sekedar datang dan pulang lagi. Tentu itu akan menambahkan nilai plus dimata gadis itu, ponselnya berbunyi dan itu membuat Oza melirik kesal. Saat
Rain soundOza melongo saat di depannya ada perempuan lagi meluk-meluk Bahrain dengan manjanya, dan pemuda itu tanpa tau malu membalasnya tak berpikir ada dirinya dibelakangnya. Seketika ia menyesal telah mengikuti apa mau Bahrain, kenapa tadi gak dia tolak ajh ya? Sekarang dia harus apa? Gak mungkin juga dirinya pulang tanpa menemui orang yang mengajaknya kemari kan?Oza mendengar perempuan itu berbicara sambil merengek kecil, itu kontan membuat Bahrain menoleh dan menatap gadis yang lagi berdiri tak jauh darinya penuh pengharapan. Tunggu. Pengharapan jenis apa yang diinginkan cowok itu?"Kak Bahrain gak mungkin tega ninggalin gue di sini," gumam Oza pelan dan kembali berpikir kemungkinan terburuknya hal itu terjadi. "Mungkin ajh, kalo ada nenek lampir itu?"Bahrain menghampirinya tiba-tiba pemuda tak enak mengatakan hal yang menolak kein
Rain SoundArasya jelas hapal dengan kebiasaan sang adik yang suka tidur sampai habis isya, perempuan itu menelaah setiap sudut ruangan adiknya hingga tak menemukan tanda kehidupan dikamar adiknya itu. Perempuan dua puluh tahun itu menghela panjang lalu membenarkan susunan buku pelajaran milik Oza, adiknya itu benar-benar tak peduli dengan lingkungan sama sekali. Hey! Jika Arasya bisa memilih, tak mau memiliki adik yang pemalas kaya gadis itu, sangatlah berbanding terbalik dengannya yang amat sangat rajin. Apalagi kalau sudah waktunya kuliah dan mengerjakan deadline kampusnya itu sangat membuatnya rajin dan bersemangat. "He! Lu gak ada niatan buat bangun?!" Ujarnya memekik ditelinga perempuan tersebut namun Oza seperti orang mati yang tak dapat merasakan apapun. "BUNDAAA!!!! OJA GAK MAU BANGUN!!!" Teriaknya mengadu lalu beberapa menit kemudian pandangannya menajam
Rain SoundHari semakin menjunjukan teriknya, harus udah beberapa jam lalu Oza keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaian. Arasya yang merasa heran mencoba mengetuk pintunya dan tak ada sahutan dari dalam lantas pikiran negatif muncul dalam benaknya, ... jadi saat makan siang selesai Oza masih tak mau keluar juga dari kamar mandi. Karena takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan terpaksa perempuan itu membukanya dengan paksa, Arasya melongo bahkan gadis itu mengatupkan bibirnya lebar. "ASTAGA! JA, LOE MATI YA?!! KOK GAK GERAK!!" bunda dan ayah melebarkan matanya kaget, namun tak mungkin pria dewasa itu ikut menghampiri juga jadi dengan langkah tergesa bunda menghampiri kedua anaknya.Bunda melotot lebar karena anak bungsu sama sekali tak seperti orang mati, siapa yang tak kage