Share

Hari pertama masuk pkl

Rain Sound

Sore itu. Oza berserta teman-temannya melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil disekolah. Sudah biasa dengan jadwal sekolah yang selalu pulang sore, tak membuat gadis itu banyak mengeluh. Karena itu adalah hari pertama masuk PKL dia akan memberikan hasil yang maksimal pada yang lain. 

Puri mengusap peluh keringat yang mengucur deras dari keningnya. Dia berjalan menyusul saat dirinya habis dihukum guru matematik. Anak perempuan itu tak terlalu suka dengan cara mengejar gurunya itu kenapa. Puri selalu tidur di kelas pada jam pelajaran tersebut. "Capeknya tuh kan main," ujar Puri yang agak terengah. 

Oza menggeleng cepat kepalanya. Lalu membuka pintu mobil Nida yang tak terkunci. "Emang lo ngapain?" Tanya Vera yang memberikan handuk kering. Puri menerima uluran itu dan langsung rebahan di jok belakang mobil. 

"Lo gak tau sih, gue disuruh bersih-bersih kamar mandi atas bawah. Gila kan?" Seru Puri.

"Parah banget itu mah!" Sahut Oza ikut naik darah.

Nida yang mulai melajukan mobilnya hanya mendengar obrolan teman-temannya dan fokus pada jalanan. "Gak aus ngomong mulu?" Sindir Nida yang melirik spion mobil. Vera melemparkan botol minum yang tadi dibelinya pada kedua temannya di kursi belakang.

Saat menerima itu Oza menatap sebentar botol tersebut lalu mengoper ke belakang lagi. Walaupun demikian agak lama berada ditangannya botol tersebut.

Biasanya mereka selalu memecahkan keheningan dengan bertengkar tentang hal tak jelas. Namun ini sangat berbeda, Oza larut dengan lamunannya dan yang lain larut dalam pikirannya sendiri. Vera yang gak suka sama suasananya seketika memecah keheningan itu dengan bernyanyi. 

Oza melemparkan kulit kacang pada gadis itu agar diam. Namun bukannya semakin diam Vera semakin bernyanyi tambah keras. Puri menginggau tak jelas dan juga mengomel ketika sedang tidur. 

Bahrain menendang kaki Betran yang sembrono naik di atas meja makan minimalis miliknya yang cantik. "Kaki lo ah!" Tegur Bahrain yang mendengkus kesal. Betran menyelonong begitu saja tanpa mau mendengarkan ocehan Bahrain dengan susah payah.

Betran melihat wajah pemuda yang lagi duduk sembari memainkan game dengan menyalang. "Kenapa ya? Semua cewek itu sukanya sama lo? Kenapa gak ada yang naksir gue gitu!" Ketus cowok itu yang mengambil bakwan.

Bahrain tertawa terbahak-bahak mendengar keluhan temannya yang satu itu lalu mengembuskan napasnya panjang dan berkata demikian, "kalo gue jadi lo, gue gak mau iri sama orang lain, Bet." Pemuda itu memandang langit biru diluar jendela. Cowok itu tersenyum maklum saja melihat tingkah laku teman oroknya itu.

Ya walaupun begitu. Bahrain juga harus bersyukur karena masih bisa merasakan kasih sayang dari ayahnya walau tak pernah merasakan secara langsung. Betran menatapnya menyesal telah mengungkit luka lamanya, namun itu tak membuat hubungan keduanya semakin rumit. 

Oza menggebu-gebu disaat menuju perjalanan ke tempat magang. Namun hatinya kecewa saat tau orang yang dia harapkan tak datang di hari pertamanya masuk. Tatapan kecewa jelas terpancar dari sudut matanya. Gadis itu tak berselera melakukan apapun bahkan menaruh perhatian pada benda-benda yang ada di depannya. 

"Jangan bengong gitu," celetuk Vera mengingatkan dia. Oza menghembuskan nafasnya kasar lalu kembali fokus pada satu laporannya.

"Jangan buang na---" gadis itu lebih dulu menyela dan meniru gaya bicara Vera yang kembali mengingatkannya.

"Jangan buang nafas kaya gitu, syukuri ajh. Gitu kan?" Nida terkekeh geli mendengar sindiran itu. Lantas Vera merenggut kesal.

Puri masih di dalam mobil dan mendengkur saat ini. Karena anak perempuan itu masih berada di dalam mimpinya.  "Hoooaaammm," Puri mengucek matanya yang belum terlalu sadar dan menoleh ke kanan dan kiri tak ada siapapun. 

Nida merapatkan pintunya yang agak sedikit terbuka dan menutupnya secara perlahan. "Puri udah bangun?" Tanya Nida, Oza mengernyitkan keningnya lalu berpikir sejenak dan terperanjat ketika ingat Puri masih tertidur.

"Ouh iya tah, Puri!" Seru Oza.

Vera menepuk jidatnya heran. Kemudian keluar untuk memanggil anak itu, agar tak mendapat nilai kosong. "Hari ini kalian pulang agak malam, karena kalian datang siang ke sininya. Besok berangkat agak pagian biar pulangnya sore. Saya pulang dulu," jelas pak Rafi. Keduanya mengangguk paham lalu melanjutkan aktivitasnya lagi. 

Bunda khawatir akan keadaan Putri bungsunya. Karena sudah seharian anak itu belum pulang juga, selepas jam pulang sekolah tadi siang. Ini sudah jam 17.30pm akan tetapi anaknya belum juga pulang. "Adikmu ke mana sih?" Arasya menoleh lalu mengangkat bahunya acuh.

"Ayah ade ke mana ya," keluh bunda khawatir. Ayah tersenyum tenang lalu mengelus rambut bunda dengan damai. 

"Udah mulai PKL kali, Bun. Jangan khawatir gitu ah." Ucap, ayah yang meringis liat tingkah bunda. 

"Tapi kok langsung gitu, kenapa gak ngomong gitu lho." 

Ayah menggeleng pelan kepalanya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua masuk ke dalam kamar. Bunda langsung ikut beranjak dari sana dan menggenggam tangan ayah dengan mesranya. Arasya mendelik saat liat kedua orang tuanya sebucin itu. "IH AYAH, BUNDA! ANAK KALIAN TUH JOMBS?!" teriak Arasya yang melihat aksi itu.

Ayah dan bundanya tertawa kecil melihat ekspresi wajah anak pertama mereka. "Makanya cari pacar!" Pekik keduanya sama-sama. Arasya mengumpat dalam hati karena kedekatan kedua orang tuanya itu.

Kenapa rasanya dia iri dengan orang tuanya sendiri ya? Apa karena dia tidak memiliki pasangan. "Enakan jadi jomblo, gak bisa sakit hati." Cetusnya demikian lalu melangkah ke depan rumah.

Nida pulang lebih dulu karena ada urusan penting dengan keluarganya. Sedang Vera dijemput sama ibunya, juga Puri yang masih berada di dalam mobil Nida tadi. Oza tak tahu harus naik apa pulang ke rumahnya. Saat menelpon ke nomor kakaknya, malah tidak aktif. 

Disaat lagi kaya begini gak ada yang bisa dilakukan olehnya. "Ah ilah pada gak setia kawan banget sih!" Suara motor menginterupsi dirinya. Oza menoleh kemudian mengerutkan keningnya bingung.

"Kok belum pulang?" Tanya orang itu. Oza tergugu saat tau yang menanyakan hal itu adalah Bahrain. 

"Ha? Anu ... Itu ... Mau pulang si ... Tapi---" Bahrain terkekeh kecil lalu memberikan tumpangan pada anak itu dengan santai.

Bahrain tak memikirkan perasaan pacar pada saat menawarkan tumpangan pada Oza. Pemuda itu melajukan motornya di atas kecepatan tinggi. "Rumahnya di mana?" Tanya Bahrain mengeraskan suara.

"Hm? Ha?" Ucap, Oza tak dengar.

"Di mana rumahnya..." Ulang Bahrain lalu meliriknya sekilas melalui spion.

Oza memberikan arahan kepada pemuda itu. Saat sampai di rumahnya, keduanya sama-sama canggung dan langsung berpamitan satu sama lain. Bahrain tersenyum menenangkan, itu mampu membuat hati Oza berdebar kencang. Meski begitu dia tetap menyukainya, tak menutup kemungkinan buat perempuan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status