Rain Sound
Malam itu semua teman-temannya datang. Keluarganya tak mengadakan acara ulang tahun yang mewah. Namun pestanya terlihat sederhana tapi glamor, semua barang kelihatan branded padahal harga mana ada yang tau. "Bunda, ini kan palsu." Tegur, ayah yang menatap bunda lagi menata ruang tamu.
Bunda menyuruh ayah diam dan mengecilkan suaranya agar tidak kedengaran sama teman-teman dari anaknya. Bunda menggebuk punggung ayah karena membahas tentang ini di depan umum. Saat ramai, Arasya memandang wajah kedua orang tuanya dengan pandangan menyelidik. "Ayah! Jangan kenceng-kenceng! Kalo kedengaran gimana?! Nanti adek malu!" Omel, bunda dan ayah hanya tercengir tanpa dosa.
Oza mesem-mesem gak jelas saat melihat Bahrain datang. Senyumnya sirna ketika dibelakangnya ada sosok lainnya. Gadis itu menggerutu kesal. Dia tau siapa yang sudah mengundangnya ke sini. "Bentar," katanya yang berjalan ke arah kakaknya yang lagi ngobrol-ngobrol santai sama teman kuliahnya. Pletak.
Arasya mengaduh kesakitan dan menjitak balas terhadap orang itu. "Oza!" Maki, Arasya yang meletakkan tangannya di pinggang.
"Apa?! Lo ya yang ngundang tu anak?" Arasya tersenyum licik. Lalu tak menjawab pertanyaan sang adik. Gadis itu saling bersitatap satu sama lain.
Arasya melengos pergi meninggalkan mereka semua dan berjalan santai sambil mengambil snak yang tersedia. Gadis itu menghentikan lagi langkah kakaknya agar menjawab pertanyaan itu. "Kak ih, lo yang ngundangkan? Ngaku!" Desak, Oza yang masih berusaha buat kakaknya menjawab.
"Hhhh," sang kakak menghela nafasnya kasar. "Kalo iya kenapa?" Sewot sang kakak. Oza menggebuk punggung Arasya berkali-kali hingga jadi tontonan yang lain.
Oza tergugu ketika Bahrain melihat tingkahnya. Tiba-tiba saja jadi jaga image. Dan itu berhasil membuat tanda tanya pada sikap adiknya itu. Namun sayangnya Bahrain datang bersama sang kekasih. Mendadak tawa Arasya pecah saat liat ekspresi wajah gadis itu terlihat menyedihkan. "Berisik!" Pekiknya lalu menghentakkan kakinya kesal.
Cewek itu masih terpingkal melihat kekesalan adiknya itu. Kemudian dia memanggil nama Badra dan menyuruhnya mengikuti ke mana adiknya pergi. Dengan sisa tawanya dia kembali melanjutkan perjalanannya menuju ayah dan bunda.
Badra yang mengikutinya dari belakang hanya diam dan tenang. Oza berhenti di depan pintu gerbang rumahnya. Berjongkok sambil memeluk lututnya sendu. Pemuda itu menyandarkan punggungnya pada besi beton warna hitam. Tak ada suara, Badra memainkan game di ponselnya. Sudah beberapa menit berlalu namun cewek ini tak ada suaranya. Pemuda itu langsung menoleh ke arah luar, dan ternyata Oza sedang bermain dengan kelinci. "Lo buat gue khawatir," kata Badra dengan tenang dan gadis itu mengadahkan kepalanya ke atas.
"Gue buat lo khawatir?" Cowok itu membasahi bibirnya yang kering. Dia mengalihkan perhatiannya pada makhluk di depannya.
"Ngapain?" Tanya Badra.
"Hm? Ouh, lagi main sama kelinci ini." Sahut, Oza yang masih bermain dengan hewan tersebut.
Bahrain melihat kedekatan mereka jadi merasa ada yang mengganjal. Pemuda itu masuk begitu saja tanpa mau menemui mereka dulu. Badra rasanya seperti di awasi tapi tidak ada orang hanya ada dia dan gadis ini. "Masuk, dingin." Tarik pemuda itu.
Oza diam dan menatap wajah pemuda itu dengan lamanya. Gadis itu berdiri lalu membersihkan pakaiannya. "Makasih," Badra mengangguk sambil mengulurkan tangannya mengajak.
Keduanya sama-sama diam, ini kali pertama mereka berdua akur dan tidak bertengkar seperti biasanya. Pandangan mereka saling bertemu ketika sama-sama menoleh. Rasanya canggung sekali, "ladies first," Badra agak memundurkan tubuhnya kebelakang.
Sang kakak yang melihat itu tak bisa untuk tak menahan senyum. Ada beberapa orang yang memandangi wajah mereka berdua. "Lo ... Gak perlu sampai segininya." Pemuda itu melirik sedikit lalu mengangguk tak mau menoleh.
"Kalian cocok," puji, Nida. Saat dia sampai di depan teman-temannya itu. "Bukannya dia anak depan?" Lanjut cewek itu yang menatap wajah Badra.
Gadis itu terperangah mendengar guyonan temannya itu. Namun itu faktanya, walau dia menganggap itu guyonan. Tapi itu bukan guyonan. "Besok rapat penegak disiplin. Tapi kita PKL gimana dah," Puri menyenggol lengan Vera yang menyerocos sendiri.
Puri tau pandangan Oza terus terarah pada Bahrain yang tertawa bahagia. Jelas anak itu sedih, bagaimana tidak? Maksudnya mengundang kakak kelasnya adalah untuk pendekatan bukan patah hati. Kaya sekarang ini. "Lo kecewa banget ya, kak Rain datang sama mak lampir." Oza menoleh sekilas kemudian mengangguk perlahan.
"Gak juga," dusta Oza.
Pestanya berjalan lancar hingga pagi menjelang rumah masih sangat berantakan karena acaranya meriah banget. Bunda jelas bangga karena semua barang tak terlihat kawenya. Bahkan sampai pagi itu, Oza yang baru tau kalau semua barang dekorasinya itu adalah kawe tenganga. Saat itu juga Oza langsung mengecek keaslian produk yang bunda beli.
Oza hari tidak masuk sekolah ataupun tempat PKL. Dia pingin tidur sampai siang, kala itu Puri dan ketiga temannya masih berada di sana. Karena acara semalam membuat mereka harus menginap dirumahnya Oza. "Yee, ini anak masih tidur!" Pekik Arasya yang bertolak pinggang melihat kelakuan adiknya. "WOYYYYYYYY!!!! Manusya bangun, heh! Bangun, molor mulu. Eh, eh, ada nasi goreng spesial dimeja makan." Bisik Arasya yang mengiming-imingi ketiga gadis itu dengan makanan.
Ketiganya langsung melesat dari tempat tidur dan melangkah keluar kamar. Puri yang linglung meraba bantal dan meraba lehernya yang merasa kehilangan sesuatu. Arasya menatap gadis itu yang masih gak beranjak dari tempat tidur. "Kak, liat choker gue gak?" Tanya Puri pada perempuan itu.
"Taro di mana tadi? Kata bunda tadi ada benda yang ke sapu sama bunda. Mungkin ini," Arasya mengeluarkan benda yang dia maksud tadi.
Puri berbinar dan langsung mengambil lalu dia kenanya. "Thanks kak," perempuan itu mengangguk lalu pergi bersama keluar dari kamar Oza.
Diluar Nida sedang rebutan telor dan Oza tiduran di atas sofa panjang sembari memainkan ponselnya yang berdering. "Chattan sama siapa si lo?" Tanya Puri yang menyusulinya dan duduk dilantai. Laknatnya itu Arasya menyebut nama si pemuda.
"Paling si Badra." Sahutnya, yang ikut duduk di bawah. Oza mendelik kecil saat nama itu disebut oleh kakaknya.
"Siapa tu Badra? Lo ada gebetan lain?" Sambar Vera yang melepas telornya dan langsung dimakan seluruhnya sama Nida. Vera melotot ketika melihat itu.
"Badra? Teman gue," jawab, Arasya enteng dan langsung berdiri begitu saja tanpa mengasih kesempatan Oza menjelaskan pada teman-temannya.
"Ganteng gak?"
"Otak lo isinya cogan mulu," sewot, Oza yang menggeplak kepala Puri. Gadis itu mengaduh kesakitan dan mengelus rambutnya pelan.
"Sakit, ..." Rengekan itu membuat semua gadis yang ada di sana geli termaksud Arasya. Puri mengerucutkan bibirnya sebal.
Vera yang gemas melihat tingkah Puri melemparinya dengan sendok makan. Nida tertawa bahagia namun tiba-tiba dia tersedak makanan yang dimakannya sendiri.
Rain SoundJam yang Menunjukkan sudah waktunya tidur tak bisa membuat gadis itu terlelap pasalnya, ia terus kepikiran sama pernyataan— lebih tepatnya pengungkapan rasa tertarik Badra terhadap dirinya. Oza mengusak rambut kasar, karena jujur ajh dia belum mau move on dari first love nya.Impresionnya terlalu jelek saat bertemu dengan cowok Lubis itu, namun ia juga tak bisa mengatakan kalau kesan pertamanya terhadap Bahrain dibilang bagus juga. Akan tetapi dia harus tidur cepat dan tak boleh kesiangan jika mau bertemu dengan Bahrain.Bahrain itu terlalu rajin walaupun hanya sekedar datang dan pulang lagi. Tentu itu akan menambahkan nilai plus dimata gadis itu, ponselnya berbunyi dan itu membuat Oza melirik kesal. Saat
Rain soundOza melongo saat di depannya ada perempuan lagi meluk-meluk Bahrain dengan manjanya, dan pemuda itu tanpa tau malu membalasnya tak berpikir ada dirinya dibelakangnya. Seketika ia menyesal telah mengikuti apa mau Bahrain, kenapa tadi gak dia tolak ajh ya? Sekarang dia harus apa? Gak mungkin juga dirinya pulang tanpa menemui orang yang mengajaknya kemari kan?Oza mendengar perempuan itu berbicara sambil merengek kecil, itu kontan membuat Bahrain menoleh dan menatap gadis yang lagi berdiri tak jauh darinya penuh pengharapan. Tunggu. Pengharapan jenis apa yang diinginkan cowok itu?"Kak Bahrain gak mungkin tega ninggalin gue di sini," gumam Oza pelan dan kembali berpikir kemungkinan terburuknya hal itu terjadi. "Mungkin ajh, kalo ada nenek lampir itu?"Bahrain menghampirinya tiba-tiba pemuda tak enak mengatakan hal yang menolak kein
Rain SoundArasya jelas hapal dengan kebiasaan sang adik yang suka tidur sampai habis isya, perempuan itu menelaah setiap sudut ruangan adiknya hingga tak menemukan tanda kehidupan dikamar adiknya itu. Perempuan dua puluh tahun itu menghela panjang lalu membenarkan susunan buku pelajaran milik Oza, adiknya itu benar-benar tak peduli dengan lingkungan sama sekali. Hey! Jika Arasya bisa memilih, tak mau memiliki adik yang pemalas kaya gadis itu, sangatlah berbanding terbalik dengannya yang amat sangat rajin. Apalagi kalau sudah waktunya kuliah dan mengerjakan deadline kampusnya itu sangat membuatnya rajin dan bersemangat. "He! Lu gak ada niatan buat bangun?!" Ujarnya memekik ditelinga perempuan tersebut namun Oza seperti orang mati yang tak dapat merasakan apapun. "BUNDAAA!!!! OJA GAK MAU BANGUN!!!" Teriaknya mengadu lalu beberapa menit kemudian pandangannya menajam
Rain SoundHari semakin menjunjukan teriknya, harus udah beberapa jam lalu Oza keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaian. Arasya yang merasa heran mencoba mengetuk pintunya dan tak ada sahutan dari dalam lantas pikiran negatif muncul dalam benaknya, ... jadi saat makan siang selesai Oza masih tak mau keluar juga dari kamar mandi. Karena takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan terpaksa perempuan itu membukanya dengan paksa, Arasya melongo bahkan gadis itu mengatupkan bibirnya lebar. "ASTAGA! JA, LOE MATI YA?!! KOK GAK GERAK!!" bunda dan ayah melebarkan matanya kaget, namun tak mungkin pria dewasa itu ikut menghampiri juga jadi dengan langkah tergesa bunda menghampiri kedua anaknya.Bunda melotot lebar karena anak bungsu sama sekali tak seperti orang mati, siapa yang tak kage
Rain SoundBahrain memandang gadis yang tengah duduk dikursi pojok kantin sekolah, ia sendiri karena teman-temannya terlalu sibuk ngebucin sehingga dirinya ditinggal sendirian. Ya walaupun ia memiliki kekasih akan tetapi harinya terlalu sibuk dengan urusan sekolah, pemuda itu beranjak pergi saat gadis yang ia perhatikan menoleh lalu menatapnya dengan alis yang berkeru
Rain SoundOza pikir ia akan dijemput oleh Bahrain nyatanya tidak, lelaki itu telah lebih dulu pergi dan mengabarinya saat diperjalanan. Gadis itu berjalan seraya tersenyum bahagia membayangkan ia akan menjadi pelabuhan terakhir dari Bahrain dan tak akan mau menolak hal itu jika terjadi, ... Oza memasuki taksi yang sedang berhenti dipinggir jalan. Saat lagi mau membuka pintu tiba-tiba seseorang mengelakson dirinya, gadis itu termenung saat melihat siapa yang ada diatas motor seraya membuka helmnya. "Ngapain loe?""Astaga!" Sentaknya yang menyentuh bagian jantungnya lalu dengan cepat gadis itu menoyor kepala Badra yang telah mengejutkannya, ... lagipula ada a
Oza menatap ke arah depan jendela kelas lalu mendengkus kecil seraya menyenggol lengan Puri yang tengah fokus pak Aslar, gadis yang duduk disampingnya itu hanya menyahut sekenanya saja. Gadis itu bahkan tak mendengarkan jelas ketika Oza mengatakan Badra menjadikannya pacar, Puri yang berhenti pada kegiatannya tiba-tiba membuat seluruh kelas menegur termaksud pak Aslar yang sedang menerangkan. Puri nyatanya tak bisa menanggapi dengan benar apa yang dikatakan oleh gadis itu sampai-sampai ia menggebrak meja dan berseru kencang. Oza menepuk jidatnya malu lalu menghela panjang dan memandang takut ke arah pak Aslar, Oza seketika menyesal karena telah memberitahu gadis bar-bar itu dan membuatnya berakhir diluar kelas. "Itu yang dibelakang kalo cuma mau main-main lebih baik keluar dari kelas saya!" Tegur pak Aslar yang menunjukkan ke arah luar dan membuat keduanya diam, dua gadis itu langsung saling melempar tatap satu sama lain.Oza menghela kesal lalu me
Malam-malam seperti seharusnya yang gadis itu lakukan adalah makan dan menonton film selama di kamar, namun itu akan terjadi setelah pemuda yang bernama Badra tak mengganggunya dengan mengirimkan tanda titik dan tak ada teks lain. Gadis itu mendengkus kesal lalu menelponnya dan tak lama diputuskan begitu tersambung, Oza menghela panjang lalu turun ke bawah dan betapa terkejutnya gadis tersebut saat melihat sosok yang baru saja ia pikirkan. Arasya mengernyit heran saat keduanya saling berpandangan, yang satu penuh arti dan satu lagi pandangan terkejut, ...Badra tersenyum cerah melihat gadisnya lalu berdiri, ia hampir memekik kesakitan saat telinganya mendapatkan jiwiran dari gadis yang ada di depannya itu, "ngapain loe malam-malam ke sini?!" Omel gadis itu kesal, Badra meliriknya sekilas seraya memegangi telinganya yang merah. Wajahnya hampir berkaca-kaca namun itu tak lama setelah bunda memanggil mereka semua untuk makan, "gak usah ya loe ikutan!"