Share

Her Lips
Her Lips
Penulis: Wii

Bab 1

“Ayah, dimana ibu?”

Pagi ini, Max Exsten harus menghadapi pertanyaan seperti itu. Dia sendiri bingung, bagaimana harus mengatakan kondisi ibu dari anak-anaknya saat ini. Jika dia mengatakan yang sejujurnya, maka anak-anaknya pasti menangis dan menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjaga ibu mereka dengan baik.

“Ayah, cepat katakan dimana ibu?!” tanya Jessie lagi. Kali ini nada bicaranya sedikit meninggi karena tak pernah mendapatkan jawaban setiap kali ia bertanya tentang hal itu. “Ayah, katakan!”

“Diam!” bentak Max yang langsung membuat Jessie menangis.

Tangisan Jessie semakin membuat Max kebingungan dan jadi pusing sendiri. Apalagi ini masih pagi dan dia harus terburu-buru ke kantor untuk menyelesaikan tugasnya. Max tak mampu menjelaskan pada Jessie tentang kronologi kejadian yang telah merenggut nyawa ibunya 4 tahun lalu.

Kejadian itu benar-benar memilukan bagi Max. Istrinya meninggal karena sebuah kecelakaan namun mayatnya hingga detik ini pun tak pernah ditemukan. Bahkan polisi seakan sengaja menghentikan pencarian dan menutup kasus ini sehingga membuat Max semakin frustrasi kala itu.

Disaat kejadian mengenaskan itu terjadi, Jessie dan Jasper masih berusia 1 tahun dan Max sengaja tidak memberitahukan hal besar ini kepada mereka. Jadilah sekarang Jessie terus mempertanyakan keberadaan ibunya dan membuat Max kelimpungan.

Max kembali menatap Jessie yang masih menangis. Ia menghela napas berat lalu berdiri untuk menghampiri putrinya yang berada di meja makan. Max memeluknya dengan erat sambil membelai rambut pirang Jessie yang sedikit bergelombang. 

“Maafkan Ayah ya. Ayah sudah membentakmu tadi,” ucap Max dengan nada penyesalannya. “Untuk saat ini, Ayah belum bisa mengatakan dimana ibu kalian. Jadi Ayah mohon, jangan bertanya tentang hal itu lagi ya.”

Tangis Jessie pun terhenti setelah mendengar penjelasan dari Max. Dia mendongak ke atas agar bisa menatap mata Max yang sudah berkaca-kaca. “Aku juga minta maaf, Ayah. Aku janji tidak akan bertanya hal itu lagi padamu,” ucapnya tulus.

Max pun tersenyum. “Sebagai gantinya, Ayah ajak kalian jalan-jalan hari ini. Mau?”

“Mauuu!” teriak Jasper yang baru saja keluar dari persembunyiannya.

“Baiklah. Ayo kita pergi!”

Max menggendong kedua anaknya untuk masuk kedalam mobil, lalu mereka pun pergi. Max sengaja mengesampingkan pekerjaannya karena membahagiakan kedua anaknya jauh lebih penting dari pekerjaannya. Dia berharap setelah kejadian ini, Jessie tak lagi mendesaknya untuk mengatakan dimana ibunya saat ini. 

***

Setibanya di taman, Jessie dan Jasper lebih dulu meminta ayahnya untuk membelikan es krim yang kebetulan stannya dekat dengan mereka. Max pun menuruti kemauan anak-anaknya dan membelikan es krim.

Duda berusia 36 tahun itupun menggandeng kedua tangan anak-anaknya, sementara kedua anaknya sibuk memegangi es krim di tangan masing-masing. Max tersenyum melihat kelucuan mereka saat memakan es krimnya, terutama Jasper yang mulutnya sudah penuh dengan krim cokelat.

“Kalian senang?” tanya Max.

“Sangat sangat senang, Ayah,” jawab Jessie.

“Hmm... apalagi kalau ada ibu di sini, pasti lebih seru,” sahut Jasper yang berhasil membuat Max kembali terdiam.

Sementara Jessie menepuk pundak Jasper, seakan mengingat apa yang dikatakan ayahnya tadi sebelum pergi ke taman. Namun seketika Jessie terkejut saat melihat sosok wanita yang ia kenali sebagai ibunya berada di taman juga, bahkan sedang tersenyum kepadanya.

“Ibu!” teriak Jessie yang berhasil mengejutkan Max. Jessie menunjuk seseorang yang tengah berdiri di atas jembatan dekat taman. “Ayah, itu Ibu!”

Max hanya diam sambil mengikuti arah jari telunjuk Jessie. Kedua mata indahnya pun berusaha memperhatikan dengan baik karena usianya yang tak lagi muda. Penglihatannya pun tidak setajam dulu saat ini. Setelah beberapa saat terdiam sambil memperhatikan, barulah Max tersadar dan terkejut. 

“Tiffany?” gumam Max pelan, seakan ragu dengan apa yang dilihatnya. “Bagaimana bisa?”

“Ayah, ayo kita ajak Ibu pulang!” ajak Jasper sambil mengguncang tangan sang ayah.

“Ayo, Ayah!” Jessie pun tidak mau kalah semangat dengan adiknya.

Max pun merasa jengah dan menuruti kemauan anaknya. Dia berjalan menemani Jessie dan Jasper yang tengah berlari menghampiri wanita itu. Max sendiri masih belum yakin jika wanita itu adalah mendiang istrinya, Tiffany Austin. 

Wanita yang tak diketahui asal usulnya itupun berlutut agar Jessie dan Jasper dapat memeluknya. Ia membelai lembut rambut dari kedua anak kembar itu sambil tersenyum pada Max yang berdiri di depannya. 

“Ibu, kami rindu,” ucap Jessie lirih.

“Iya, Bu. Ayo kita pulang!” sambung Jasper.

Wanita berparas cantik itu tersenyum lalu mengeratkan pelukannya pada Jessie dan Jasper. “Iya, Ibu juga rindu pada kalian. Itu sebabnya Ibu kembali.”

Max hanya diam saja memperhatikan adegan di depannya. Dia masih menatap lekat wanita itu. Hatinya merasa tak yakin bahwa wanita di depannya itu adalah mendiang istrinya. Mustahil saja jika Tiffany kembali dalam keadaan yang baik-baik saja setelah mengalami kecelakaan. Setahu Max, taksi yang dinaiki oleh Tiffany 4 tahun lalu meledak dan jika pun istrinya masih hidup, pasti akan ada bekas luka bakar dibagian wajah atau tubuhnya.

Wanita itu berdiri lalu menghampiri Max yang masih saja memikirkan kejadian aneh ini. “Aku kembali padamu, Sayang. Kembali untukmu dan anak-anak kita,” ucapnya sambil memeluk tubuh kekar Max.

Max sendiri enggan membalas pelukan itu. Bahkan Max tanpa ragu menjauhkan tubuh mungil wanita itu dari tubuhnya, kemudian menatapnya dengan tatapan datar.

“Siapa kau?” tanya Max.

“Max, aku istrimu, Tiffany. Apa kau sudah melupakanku selama empat tahun ini?”

“Tidak,” jawab Max singkat.

“Lalu, kenapa kau bertanya seperti itu?” tanya Tiffany.

“Karena aku tidak mempercayaimu. Kau bukan Tiffany. Tidak mungkin seseorang yang sudah mengalami kecelakaan besar dan menghilang, lalu tiba-tiba kembali dalam keadaan sehat seperti ini. Kau jangan bercanda denganku,” ujar Max datar.

Wanita itu terdiam. Wajahnya menampakkan sebuah kebingungan dan itu berhasil ditangkap oleh Max. Duda tampan itu tersenyum miring sambil mendecih. 

“Kau mungkin bisa membodohi anak-anakku. Tapi kau tidak bisa membodohiku,” ucap Max lalu melenggang pergi begitu saja.

Jessie dan Jasper pun mengikuti ayahnya sambil mengajak wanita tak dikenal itu untuk ikut bersama mereka. Max sendiri hanya membiarkannya selagi itu bisa membuat anak-anaknya bahagia. Walaupun dirinya harus tetap mengawasi wanita itu dan menyelidikinya.

Max sendiri masih mengingat jelas bagaimana kronologi kejadian 4 tahun silam. Kecelakaan besar itu sudah merenggut nyawa istrinya dan polisi menghentikan pencarian. Bahkan Max menyalahkan dirinya sendiri kala itu karena menolak untuk mengantarkan Tiffany ke rumah orang tuanya. Hingga Tiffany memutuskan untuk pergi sendiri dan berakhir dengan cara yang tragis.

“Tiffany,” gumam Max pelan sambil terus fokus pada jalanan.

“Ya?” sahut wanita yang duduk di sebelahnya.

Max mendecih. “Aku memanggil istriku, bukan kau.”

“Max, aku istrimu.”

Max hanya memberikan tatapan tajam, seolah menginterupsi wanita itu untuk tidak berbicara lagi padanya. 

~TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status