Terdengar kericuhan di lapangan yang berada di depan kampus. Terlihat gerombolan mahasiswa membawa spanduk, dan beberapa diantaranya mengunakan pengikat kepala bertulisan 'Kami Butuh Keadilan'. Arlan yang barus saja membuka pintu mobilnya, bingung sejenak. Melihat begitu banyak Mahasiswa berlarian di depannya.
"Ada apa?" tanya Arlan menghentikan seorang pemuda berbaju biru yang berlarian kecil di depannya."Kami lagi demo, Pak!" jawab pemuda itu singkat, berlalu pergi."Demo!" pikir Arlan sejenak, memegang dagunya."Tumben!"Sudah lama tidak terdengar, para mahasiswa mengeluarkan taringnya. Sekarang tidak ada hujan, tiba-tiba demo. Bukan hal yang ganjil, mahasiswa melakukan demo atas sebuah kebijakan, tetapi semua terasa aneh. Ketika di zaman yang mulai individualisme, dan apatis ini. Ada beberapa yang berani meneriakan suara. Bukankah itu luar biasa, disaat mahasiswa lainya fokus dengan nilai, dan mengejar toga.Sepiring nasi dengan lauk ikan gurame goreng telah, Arlan hidang untuk Zara di meja makan. Nanar mata Zara menatap jijik melihat ikan goreng gurame yang ada di atas piringnya. Ia mengakat Ikan gurame itu dengan dua jemarinya dan mulutnya sedikit miring. Arlan yang sadar dengan raut wajah istrinya pun bertanya, "Kenapa? Ikannya tidak enak?""Enak!" Zara tersenyum dengan kening berkerut."Kalau enak kenapa tidak dimakan tanya Arlan?" mengambil sendok di tangan Zara dan menyuapinya."Buka mulut!" perintah Arlan yang dipatuhi Zara.Zara mulai mengunyah makanan yang baru saja disuapi Arlan, ia menelan makanan itu dengan setengah hati, karena bau ikan memasuki seluruh rongga hidungnya. Zara pun langsung berlari ke toilet untuk memuntahkan semua bau busuk itu dari lambungnya."Apa kamu baik-baik saja sayang! Bagaiman kalau kita ke rumah sakit aja!" saran Arlan menepuk-nepuk punggung istrinya yang terus muntah di closet.
Bab 23 calon Ibu❤Pengharapan cinta ini terlalu besar dan tanpa kusadari aku telah menyakitimu❤Arlan termenung di meja kerjanya, karena sedari pagi telinganya telah panas oleh sebuah gosip yang membakar telinganya. Setiap mata mulai memandang dan berbisik, ia hanya bisa diam tanpa pejelasan. Meskipun dijelaskan pun tidak akan ada gunanya. Hanya akan membuang tenaga dan menguras hati, karena seringkali yang didengar seolah-olah adalah kebenaran adanya. Kini Arlan menatap kosong pada pena yang digenggamnya, sembari tangan kanan memegangi pelipisnya, menggambarkan air muka sedikit frustasi."Are you ok, Arlan?" tanya Leo yang merupakan rekan kerja Arlan. Ia merupakan dosen Teknik pertambangan juga, dan meja kerjanya bersebelahan dengan Arlan di ruang dosen."Tidak terlalu baik!" jawab Arlan lesu. Ia tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang begitu gelisah."Apa kabar angin itu benar?" selidik Leo.Mendorong
❤Ketika sudut dunian pun tidak ada untuku, kau datang meraih tanganku dengan sebuah ketulusan yang tidak dapat aku pahami❤Arlan Turun dengan senyum merengkah sempurna, Ia tampak gagah dengan penampilan casual. Tangannya sibuk menyeret koper dan kakinya yang panjang melangkah dengan santai, setelah menuruni pesawat yang telah melintasi benua Eropa. Setiap mata indah akan melirik ke arahnya, kulit yang dulu sawo matang. Kini terlihat begitu putih, dan kemerahan, setelah sekian lama tinggal di Norwegia untuk menepuh pendidikan tinggi.Sekilas dengan penampilan yang begitu menawan tak akan ada yang menduga bahwasanya Arlan dulu hanyalah seorang bocah pemimpi yang tinggal di sebuah desa pelosok di pulau jawa. Dengan pendidikan, dan beasiswa, ia mengubah garis tangan hidupnya. Tak ada lagi bocah ingusan yang mencari keong di sawah, ataupun pemuda lusuh yang harus jadi kuli bangunan untuk membiayai uang sekolah. Semua telah berubah baik, penampilan,
🌹Kau adalah orang yang paling beruntung, meskipun berpalung malang🌹Pak Sholeh memapah tubuh tinggi 180 itu, melewati pematang sawah, di mana di tengah-tengahnya terdapat sebuah Gubuk tua yang sangat memprihatinkan, terlihat seperti kandang hewan ternak. Meskipun tergopoh-gopoh, Arlan dibantu Pak Sholeh mampu sampai di gubuk tua itu. Dengan tatapan mata kosong yang tak bisa diartikan, Arlan melihat gembok yang mengunci gubuk itu.Lalu, ia memegang gembok sejari matanya tak lekat dari gembok itu, "Apa Zara berada di dalam, Pak?" tanya Arlan dengan kerisauan hati.Pak Sholeh hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Arlan pun tersenyum getir, dan berkata, "Lalu kenapa dikunci?"Pak Sholeh masih terdiam, tidak menanggapi pertanyaan Arlan."Bapak punya kuncinya?" tanya Arlan dengan suara lembut bergetar."Kuncinya ada pada Tuan Radit. Pamannya Nona Zara," jawab singkat Pak Sholeh
Arlan menemukan rumah Radit yang berada di tengah desa, iya langsung mengetuk pintu.TokTokTok"Assalammualaikum!" Arlan dengan tangan terus mengetuk pintu."Walaikumsalam!" Tante Sofia bergegas memubuka pintu.Sofia, wanita separuh baya itu, merupakan istri Radit Paman Zara. Ia langsung keluar mendengar ucapan salam Arlan dengan tangan dipenuhi busa Sabun, terlihat seperti selesai mencuci piring atau baju."Siapa, ya?" Tante Sofia asing dengan wajah Arlan."Saya Arlan, temannya Zara. Saya ingin bertemu dengan Paman Radit," jawab Arlan."Radit sedang keluar, tetapi sebentar lagi dia pulang untuk makan siang bersama Anaknya." Tante Sofia mengibaskan rambut yang menutup matanya dengan punggung tangan."Anak yang dimaksud! Pasti Anaknya Zara," pikir Arlan."Silahkan masuk!""Tunggu di dalam saja." Tante S
🌹Apapun kisah dibaliknya, hubungan antara Ibu dan Anak akan selalu begitu. Menyimpan kasih sayang satu sama lain🌹Zayn setelah mencuci muka berjalan ke ruang tengah di mana Sofia dan Arlan sedang berbincang-bincang."Tidak masuk akal, kamu ingin menikahi Zara dengan kondisi Zara saat ini," ucap Tante Sofia, mendengar tujuan Arlan menemui Pamannya Zara, Radit."Lebih tak masuk akal membiarkan Zara terpasung seperti itu." Arlan merapatkan giginya menahan emosi."Kami tidak punya pilihan lain," sesal Tante Sofia dengan keadaan Zara.Dilihat dari kondisi ekonomi keluarga Pamannya Zara, bisa dikatakan mereka keluarga berada, malahan lebih. Radit memiliki usaha sendiri dan Pabrik tahu di desanya. Ia juga termasuk orang terpandang di desa, dan tak mungkin mereka kurang uang atau kesulitan hanya untuk melakukan pengobatan pada Zara."Tidak punya pilihan!" seru Arlan dengan nada suara kesa
Tante Sofia sedang menyiapkan makan siang di meja makan, sedangkan Paman Radit menemui Arlan yang sedari tadi telah menunggunya."Perkenalkan paman, saya Arlan sujibto teman masa kecil Zara." Arlan mengulurkan tangan, memperkenalkan dirinya pada Paman Radit yang memang untuk pertama kalinya ia jumpai."Sujibto?" Paman Radit tidak asing dengan nama belakang Arlan."Iya, saya anaknya Burhan sujibto dari kampung hilir.""Ah, iya yang punya toko klontong yang cukup besar dikampung hilir itu, ya!" Paman Radit menyadari ia mengenal Bapaknya Arlan."Iya, Paman!""Kamu Anak Burhan yang kuliah di luar negeri itu, ya. Kapan sampainya di Indonesia?""Iya Paman! Saya sampai baru tadi subuh dan langsung ke desa ini."Setelah bersalaman, Radit mempesihlakan kembali Arlan duduk."Silahkan duduk!"Mereka pun duduk bersamaan. Sekila
Setelah sekian lama terkungkung kejamnya dunia Zara Adhira bisa merasakan hembusan angin di kulit lusuhnya. Setelah Arlan medapatkan kunci pasungan dari Paman Radit, ia Iangsung menemui Zara."Nak Arlan, berhasil mendapatkan kuncinya?" tanya Pak Sholeh yang sedang mendaping Zara."Alhamdulilah pak, meskipun harus bersetegang sedikit dengan Orang itu," jawab Arlan kesal mengingat Paman Radit."Radit bukanlah orang biasa, Nak!" gumam Pak Sholeh mengingat bagaimana Radit dulu mengacam keluarga Pak Soleh ketika ia mencoba melindungi Zara, ditambah lagi Pak Sholeh mengetahui tentang kebenaran Zayn. Hidup keluarga Pak Sholeh selalu dihantui oleh lelaki picik itu."Saya bisa merasakan itu, Pak!" jawab Arlan."Berhati-hatilah dengannya!" tambah Pak Sholeh Lagi."Iya, Pak. Saya akan menjauhkan Zara dari srigala berbulu domba itu." Arlan Geram mengingat nama Paman Radit.