Share

7. Maaf!

"Apa ada tontonan yang sangat bagus di sini!" Senyum sinis Arlan melihat warga masih berkerumun di halaman Rumah Pak Sholeh.

"Iya, ini tontonan yang sangat bagus.  Kisah cinta wanita gila yang malang," cemooh dari wanita separuh baya.

"Bisanya anda sebagai sesama wanita menghina Zara seperti itu," ucap Arlan.

"Itu bukan sebuah hinaan, tetapi pujian. Dia sungguh luar biasa membuatmu seperti ini Anak muda!" gumam wanita separuh baya, membuat Arlan geram.

"Hal yang terjadi pada Zara bisa terjadi pada siapa pun, jadi jangan menjadikanya sebagai objek kalian. Anda sendiri perempuan dan apa anda tidak memiliki anak perempuan di rumah. Apakah anda akan selalu bisa mengawasi Anak perempuan anda. Janganlah tertawa di atas duka Zara, belum tentu duka akan selalu untuk Zara. Dia juga berhak bahagia," jawab Arlan panjang lebar.

"Apa maksudmu, kurang ajar!" sungut wanita separuh baya meninggalkan Arlan.

"Kalau tidak ada keperluan lagi, bisakah kerumunan masa ini bubar!" pinta Arlan dengan senyuman sinis.

"Dasar pria sableng! Ayo kita pergi dari sini!" ucap salah satu warga membuat kerumunan masa perlahan pergi.

Zara dibersihkan Arlan dengan baju yang masih melekat ditubuhnya, membuat tubuh Zara menggigil kedinginan. Menyadari hal itu Arlan langsung menggendong Zara masuk ke dalam rumah. Air baju Zara terus menetes ketika Zara duduk meringkuk di lantai kedinginan. Arlan termenung sejenak, ia bingung siapa yang bisa membantunya mengganti baju Zara.

"Nak Arlan, ini ada baju istri Bapak yang bisa dipakai Nona Zara," ucap Pak Sholeh mehentikan lamunan Arlan.

"Iya, Pak. Terimakasih banyak!"

"Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal pikiran Nak Arlan?" selidik Pak Sholeh.

"Saya merasa tidak enak harus mengganti baju Zara,  karena kami belum sah sebagai suami istri, tetapi di sini tidak ada seorang pun wanita yang bisa dimintai tolong," jawab Arlan dengan wajah tertegun.

"Pemuda yang baik!" Pak Sholeh memukul bahu Arlan.

"Ini bukan keinginanmu, tapi keadaan...!"

"Lihatlah, Zara!" perintah Pak Sholeh.

Arlan melihat Zara telah pucat kedinginan dan jemarinya mulai keriput karena lama kena air. Ia pun langsung menggendong Zara ke kamar dan mengambil baju Alm Istri Pak Sholeh yang telah disiapkan di atas meja ruang tengah.

Arlan mencoba berusaha  melepaskan perlahan baju basah yang dikenakan Zara, ia merona-meronta seakan Arlan melakukan hal yang buruk padanya.

"Jangan!"

"Lepaskan aku!" teriak Zara.

"Jangan sentuh aku!" Rintih pilu Zara dengan air mata berlinang.

"Aku mohon jangan sentuh aku!" pinta Zara dengan tenaganya tidak bisa menahan Arlan melepaskan bajunya.

"Maaf!" suara Arlan samar-samar di dalam keheningan.

Zara mulai menyakiti dirinya ketika ia sadar baju yang ia kenakan dilepaskan Arlan.

"Aku lebih baik mati!" Zara memukul-mukul dirinya sendiri.

"Bunuh saja aku!" teriak Zara menatap Arlan penuh kebencian.

Arlan tidak bisa membela dirinya. Di dalam hati ia sangat merasa bersalah telah melihat tubuh Zara sebelum mereka menikah.

"Maaf!" ucap Arlan lagi menundukan kepalanya, agar tidak melihat tubuh Zara.

"Aku mohon ampuni aku, jangan sakiti aku!" raung Zara penuh isak tangis.

Arlan mencoba menenangkan Zara, tetapi ia semakin histeris.

"Bunuh aku!" rintih Zara lagi, mengambil tangan Arlan dan memukulkan ke dadanya.

bulir-bulir kristal bening turun di sudut mata Arlan, ia mulai frustasi sendiri.

"Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu tenang, Zara." Arlan mengeyitkan dahi dengan sangat frustasi melihat Zara hiteris.

Dengan susah payah Arlan bisa mengganti pakaian Zara. Tidak seperti lelaki lainya yang fokus pada bentuk tubuh wanita, tetapi Arlan melihat begitu banyak bekas luka di tubuh Zara. Entah bekas sayatan ataupun lebam karena benda tumpul.

"Sebenarnya apa yang kamu alami Zara!" gumam Arlan.

Setelah pakain Istri Pak Sholeh bermodel tahun enam puluhan itu menempel di tubuh Zara, ia bukannya menjadi tenang tapi makin histeris. Zara berteriak-teriak semakin keras hingga Pak Sholeh yang berada di ruang tengah mendengar teriakannya menjadi khawatir.

tok

tok

tok

Pak Sholeh yang khawatir mengetuk pintu kamar.

"Nak Arlan, kalian baik- baik saja di dalam?" selidik Pak Sholeh.

"Iya, Pak. Saya sedang mencoba menenagkan, Zara!" seru Arlan.

"Baiklah, kalau ada apa-apa panggil saja Bapak," ucap Pak Sholeh beranjak pergi dari depan kamar.

"Zara aku mohon tenanglah!" ucap Arlan memegang kedua bahu Zara.

"Jangan sentuh aku!"  Zara masih terisak-isak.

"Aku tidak akan melakukan hal seperti itu, padamu!"  Arlan memegang wajah Zara dan menatapnya.

"Aku menyayangimu!"

"Aku tidak akan menyakitimu!" Arlan mengakat wajah Zara yang tertunduk lemas.

"Aku akan melindungimu," tambah Arlan.

"Aku mohon jangan sakiti aku!" teriak Zara dengan tenaga yang tersisa.

"Aku tidak akan pernah menyakitimu. Aku akan selalu melindungimu!" Arlan memeluk Zara.

Suara histeris Zara pun hilang di dalam keheningan setelah Arlan memeluknya.

"Aku berjanji akan menjadi suami yang selalu melindungimu setelah kita menikah," gumam Arlan yang masih memeluk Zara.

Zara tertidur dengan mata bengkak di pelukan Arlan. Arlan menggendong dan membaringkannya di kasur.

"Aku sungguh minta maaf, Zara!" Arlan mengelus mata sembab Zara.

"Kini aku bagian dari mereka yang membuat mata ini mengeluarkan air mata," tambah Arlan menatap Zara yang terlelap.

Arlan dan Zara menginap semalam di rumah Pak sholeh, karena terlalu sore untuk berangkat ke Yogyakarta. Besok pagi sebelum tinggal bersama, Arlan berniat menikahi Zara di KUA terdekat. Arlan pun berniat membawa Pak Sholeh sebagai wali Zara.

"Maaf Pak, saya dan zara merepotkan bapak saja," ucap Arlan merasa segan terhadap Pak Sholeh.

"Bapak sama sekali tidak repot, malahan Bapak sangat senang dengan adanya Nak Arlan dan Zara. Rumah ini terasa hidup kembali setelah sekian lama sunyi karena kepergian Anak dan Istri Bapak," jawab Pak Sholeh dengan mata berkaca-kaca.

"Bagaimana kalau bapak tinggal dengan saya dan Zara di Yogyakarta setelah kami menikah," tawar Arlan tidak tega melihat Pak Sholeh sebatang kara.

"Terima kasih tawaran Nak Arlan, tetapi Bapak ingin tetap di sini. Bapak ingin menghabiskan usia yang tersisa di rumah ini. Begitu banyak kenangan di sini yang tidak bisa Bapak tinggalkan," terang Pak Sholeh menolak tawaran Arlan.

"Kalau begitu saya dan Zara akan sering-sering main ke sini. Bolehkan, Pak?"  Arlan dengan senyum melingkar di pipi.

"Tentu boleh, Nak Arlan dan Nona Zara sudah Bapak anggap sebagai Anak sendiri," jawab Pak Arlan membalas senyuman Arlan.

Pak Sholeh menyiapkan makan malam seadanya di meja makan. Ada ubi Rebus, sayur, nasi, dan telur dadar.

"Nak Arlan ayo makan malam dulu!"  ajak Pak sholeh

" Iya, pak!" Arlan menghampiri pak Sholeh di meja makan sederhana yang telah tua di makan usia.

"Maaf Nak Arlan seadanya!"

"Ini lebih dari cukup, Pak!" Arlan dengan segala kerendahan hatinya.

"Ini untuk Zara!" Pak sholeh tidak lupa menyiapkan piring untuk Zara.

"Saya tidak tega membangunkan Zara setelah keributan tadi!" keluh Arlan.

"Sebaiknya Nak Arlan makan dulu, nanti kalau Nona Zara telah bangun baru suapi dia," saran Pak Sholeh.

"Baiklah, Pak!" Arlan duduk di meja makan dan menikmati makanan yang telah dihidangkan Pak sholeh.

Setelah Zara bangun Arlan pun langsung membawa makanan ke kamar dan menyuapi Zara. Zara terus menolak makanan yang diberikan Arlan sembari matanya menatap kosong ke arah lantai.

"Zara aku mohon, makanlah!" Pinta Arlan melihat Zara tidak mau membuka mulutnya.

"Sedikit saja!" pinta Arlan lagi yang diabaikan Zara.

Pak sholeh yang melihat Zara dan Arlan di pintu kamar pun masuk menghampiri Zara.

"Nona Zara makanlah! Pak Adhi pasti sedih melihat Nona seperti ini!" ucap Pak Sholeh duduk di sebelah Arlan.

"Papa!" ucap Zara dengan bulir air mata membasahi pipinya.

"Iya Papa, Nona Zara akan senang melihat Nona makan, hidup sehat, dan bahagia," bujuk Pak Sholeh.

"Papa Zara sayang, Papa!" Zara langsung mengambil sepiring nasi di tangan Arlan dan langsung memakanya hingga habis.

"Terima kasih, Pak!" ucap Arlan melihat Zara mengahbiskan makananya setelah mendengar Pak Sholeh.

"Iya!" Pak sholeh menepuk bahu Arlan.

"Sebaiknya Nak Arlan istirahat," saran Pak sholeh melihat wajah lelah Arlan.

***

terimakasih sudah mampir vote, like and follow wib.

follow@writer_in _box

@gadis_ pecinta_mendung

youtube musikalisasi puisi Writer in box

love you see ya...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status