Share

5. Negosiasi

Aura gelap terlihat menyelubungi Darka yang kin tengah memimpin rapat dewan direksi. Meskipun Darka masih tergolong muda sebagai seorang pemimpin sebuah perusahaan sebesar persuhaan AR ini, tetapi kemampuan Darka tidak bisa dianggap remeh. Darka mewarisi kecerdasan kedua orangtuanya. Jika mengenyampingkan sifatnya yang senang berfoya-foya dan bermain wanita, Darka bisa dinobatkan sebagai seorang calon menantu yang akan sangat diminati oleh para ibu seantero negeri ini. Meskipun Darka dicap sebagai berengsek atau bajingan, Darka tetap saja digandrungi oleh para wanita dari berbagai kalangan. Selain tampan, dan kaya raya, kabarnya Darka juga sangat memuaskan saat berada di atas ranjang. Karena itulah, para wanita yang sudah mengetahui jika Darka senang bermain wanita, merasa tertantang untuk menaklukan Darka. Sayangnya hingga saat ini tidak ada satu pun wanita yang bisa menaklukkan Darka. Ingat, Darka adalah seorang pria yang layaknya seekor burung yang senang dengan kebebasan.

Kembali ke situasi rapat yang terasa lebih menegangkan tersebut. Kini Darka mengernyitkan keningnya dalam-dalam dan menatap tajam pada seseorang yang tengah mempresentasikan perencanaan mengenai proyek baru. Melihat ekspresi Darka tersebut, semua bisa menyimpulkan jika Darka tidak puas dengan perencanaan tersebut. “Apa hanya ini yang bisa kalian persiapkan?” tanya Darka tajam.

Siapa pun yang mendengar pertanyaan tersebut menahan napas. Tentu saja, siapa pun tahu jika saat ini Darka tengah marah. Namun, apa daya. Menyusun program baru untuk perusahaan yang akan meluncurkan produk terbaru memang bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika atasan yang akan mengevaluasi hasil kerja mereka adalah Darka yang terkenal mewarisi sikap perfesionis Puti. Ayolah, siapa yang tidak akan tertekan saat harus bekerja dengan Darka? Karena inilah, banyak yang merasa begitu takjub dengan ketahanan Bayu yang bisa melayani Darka dengan setia selama bertahun-tahun.

Jika para dewan direksi mulai mengkerut karena menghadapi kemarahan Darka, maka Darka sendiri  mengedarkan pandangannya pada semua anggota direksi yang mulai berkeringat dingin dan memucat. “Apa kalian hanya ingin makan gaji buta? Apa kalian ingin merasakan dipecat secara tidak terhomat olehku?” tanya Darka lagi dengan nada yang semakin tajam saja.

Darka tidak habis pikir dengan cara kerja para bawahannya. Padahal, Darka tahu jika mereka sudah puluhan tahun mengabdi di perusahaan ini, bahkan sebelum Darka memimpin. Sudah ada begitu banyak pengalaman kerja yang mereka miliki, tetapi kenapa mereka masih bekerja seperti ini? Sungguh mengecewakan. Sementara itu, semua orang yang mendengar pertanyaan sontak saja menggeleng dan mengatakan jika mereka tidak ingin dipecat oleh Darka. Ayolah, bekerja di perusahaan AR adalah pencapaian terbaik bagi karir mereka. Karena itulah, mereka enggan untuk berhenti atau bahkan dipecat dari perusahaan besar ini.

Melihat itu, Darka tak menahan diri dan memukul meja rapat panjang dengan sekuat tenagan hingga terdengar suara retak di sana. Semua orang semakin pucat saja. Tenang saja, suara retak tersebut bukan berasal dari tulang Darka yang retak, melainkan meja yang sebelumnya sudah Darka pukul tersebut. Bayu yang berdiri di belakang kursi yang diduduki Darka mengernyitkan keningnya dan mulai menghitung kerugian yang sudah dilakukan oleh Darka. Tentu saja Bayu harus mengganti meja rapat dengan meja baru karena ulah Darka yang sudah membuat meja tersebut rusak. Saat ini, Bayu mulai mendaftar satu per satu tagihan yang nanti akan ia minta pada Darka.

Bayu baru saja tahu jika beberapa hari ini Darka harus tinggal bersama kedua orang tuanya di kediaman Risaldi karena semua apartemennya juga sudah berada dalam pengawasan Puti serta Nazhan. Bayu hanya bisa menatap Darka. Pantas saja beberapa hari ini, suasana hatinya buruk dan membuat banyak ulah. Namun, Bayu sendiri merasa prihatin dengan apa yang menimpa Darka. Pasti dirinya sangat stress karena tidak bisa menikmati dunia yang selama ini selalu ia tempati. Di sisi lain, Bayu merasa jika apa yang dilakukan oleh Puti dan Nazhan adalah hal yang tepat. Setidaknya, sekarang Darka tidak akan mengganggu waktu istirahat Bayu hanya karena meminta untuk dibelikan alat kontrasepsi. Darka kini bangkit merapikan setelan jas yang ia kenakan dan berkata, “Urus semuanya. Besok, kita lakukan rapat ulang. Jika kalian tidak bisa membuat perencanaan yang memuaskan diriku, aku sama sekali tidak akan berpikir dua kali untuk membuat kalian menerima gaji terakhir sebagai pekerja di perusahaanku ini.”

Darka melangkah meninggalkan ruang rapat tersebut. Tentu saja, Darka harus kembali ke ruangan kerjanya. Bayu menyiapkan lift dan Darka pun bersandar di sudut ruang besi tersebut. Kening Darka kembali mengernyit dalam saat mengingat pembicaraan antara dirinya dan Tiara kemarin sore. Pembicaraan yang terasa menjengkelkan dan membuat suasa hati Darka memburuk hingga saat ini.

“Batalkan perjodohan kita!” seru Darka tanpa basa-basi pada Tiara.

Darka menatap Tiara yang tidak terlihat terkejut. Seakan-akan, Tiara memang sudah memperkirakan hal inilah yang akan dibicarakan oleh Darka padanya. Jelas, Darka sangat tidak senang dengan reaksi Tiara. Kenapa Tiara tidak menangis karena harus membatalkan perjodohan dengan pria semenawan dirinya? Namun, Darka segera berpikir rasional. Darka tidak mau dibuat repot dengan harus menghibur perempuan karena masalah itu. Tiara sendiri malah memasang sebuah senyum manis yang membuat sesuatu yang aneh menggeliat dalam hatinya. Darka tidak mengenali sensasi perasaan tersebut, tetapi Darka tidak berpikir dua kali untuk menekannya agar tidak semakin membesar. Tentu saja, Darka tidak mau teralihkan saat dalam pembicaran serius seperti ini dengan Tiara.

“Maaf, aku tidak bisa melakukan hal itu,” ucap Tiara dengan suara lembut dan ketenangan yang mengejutkan Darka.

 “Berapa uang yang kamu butuhkan untuk membatalkan perjodohan ini? Aku akan memberikan berapa pun itu, asalkan kamu mengatakan pada Mama dan Papa untuk membatalkan perjodohan yang mereka rencanakan,” ucap Darka.

“Bukannya saya tidak membutuhkan uang hingga menolak tawaranmu, tetapi saya menerima rencana perjodohan ini memang bukan karena alasan uang. Saya melakukan ini sebagai tanda balas budi atas semua kebaikan yang sudah saya terima dari Tuan dan Nyonya. Jadi, saya meminta maaf karena saya harus menolaknya. Jika Tuan masih ingin membatalkan perjodohan ini, saya tidak keberatan. Tapi, Tuan sendiri yang harus membatalkannya,” ucap Tiara dengan senyum manis yang masih tak surut dari wajahnya yang cantik.

“Jangan mengatakan omong kosong! Kamu menerima perjodohan ini pasti karena silau harta, kan? Secara, jika kamu memang menjadi istriku, kau akan resmi menjadi seorang istri dari pengusaha muda yang kaya raya. Kau tidak perlu memikirkan mengenai uang, karena semua yang kamu butuhkan akan tersedia. Jangan berpikir jika aku tidak akan mengetahui pemikiran busukmu!” seru Darka pedas.

Namun, Tiara tidak terlihat tersudut. Rasanya, ingin sekali Darka membuat Tiara tidak tersenyum seperti itu, tetapi mengerang di bawah tindihannya dan ia hujam dalam-dalam dengan sentakkan ke—tunggu, sebenarnya apa yang Darka pikirkan? Apa saat ini dirinya tengah bergairah pada Tiara?! Hah, benar-benar konyol! Mana mungkin dirinya merasa bergairah terhadap wanita seperti Tiara. Wanita ini bukan levelnya, hingga ia tidak mungkin merasa bergairah sedikit pun terhadap dirinya. Meskipun kini pikiran Darka mulai melantur dan tatapannya pada Tiara berubah menjadi tatapan penuh gairah, Tiara tidak menyadari hal itu. Gadis satu itu masih saja memasang ekspresi manis dan malah berkata, “Terserah Tuan Darka mau berpikir seperti apa. Tapi, keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan menghalangi jika Tuan memang menginginkan perjodohan ini dibatalkan. Tapi, saya tidak akan ikut campur dalam pembatalan perjodohan ini. Tuan harus berusaha sendiri.”

Darka mendengkus dan ke luar dari lift, begitu pintu terbuka. Rasanya, sangat tidak mungkin jika Darka yang berusaha untuk membatalkan perjodohan antara dirinya dan Tiara. Darka yakin, kedua orang tuanya itu tidak akan berbaik hati jika Darka masih saja menolak perjodohan ini. Jika sampai akhir Darka masih menolak bahkan membatalkan perjodohan ini secara sepihak, sudah dipastikan jika semua fasilitasnya akan dibekukan secara permanen. Saat itu pula Darka resmi menjadi orang miskin baru. Diikuti Bayu, Darka masuk ke dalam ruang kerjanya. Darka pun duduk di sofa sembari memutar otaknya. Darka memang bukan anak manja yang hanya bisa mengharapkan fasilitas dan bantuan dari orang tuanya. Namun, situasi saat ini sangat berbeda.

Bayu menyajikan secangkir kopi untuk Darka. Saat itulah, Darka pun bertanya, “Apa sore nanti aku memiliki jadwal temu dengan para klien?”

Bayu mengingat jadwal Darka hari ini, lalu menggeleng. “Tidak, Tuan. Anda bebas,” jawab Bayu.

Darka mengangguk dan meraih cangkir kopi sebelum menyesapnya nikmat. Bayu memperhatikan Darka, karena dirinya yakin Darka akan mengatakan sesuatu padanya. “Kalau begitu, nanti aku akan pulang lebih awal,” ucap Darka sembari meletakkan cangkir kopinya kembali ke atas meja.

Saat melihat Bayu yang mengangguk, Darka pun menambahkan, “Tapi rahasiakan ini dari Papa dan Mama. Jika mereka tau, aku akan memotong gajimu selama enam bulan.”

“Saya jelas akan berhati-hati,” ucap Bayu cepat. Tentu saja Bayu tidak ingin sampai kehilangan gajinya yang berharga.

***

Di sudut kafe, Tiara tampak duduk tenang menunggu kedatangan Darka. Entah dari mana Darka tahu nomor ponselnya, tetapi Tiara tidak memikirkan hal itu lebih jauh dan memilih untuk datang ke kafe setelah meminta izin pada Sekar. Tentu saja, Tiara tidak meminta izin untuk bertemu dengan Darka. Karena Darka mengatakan jika pertemuan mereka kali ini harus dirahasiakan. Tak lama Tiara melihat Darka yang memasuki kafe masih dengan setelan jas kerja. Darka langsung melihatnya dan segera melangkah mendekat serta duduk di seberang Tiara. Darka menatap Tiara yang tampak manis dengan gaun berpotongan kuno. Menurut Darka, pakaian seperti itu sudah tidak zaman, apalagi jika dikenakan oleh perempuan muda seperti Tiara. Apakah Tiara tidak merasa malu mengenakan gaun seperti itu dan ke luar dari panti?

Namun, Darka tidak berniat untuk mengomentari gaya berpakaian Tiara tersebut. Ia harus segera pulang, sebelum waktu makan malam tiba. Jika sampai dirinya terlambat, papa dan mamanya pasti akan merasa curiga dan dengan mudah membaca apa yang sudah ia rencanakan secara diam-diam. Darka memesan kopi sebelum menatap Tiara dan berkata, “Seperti yang kau ketahui, aku mengajakmu bertemu di sini bukan tanpa alasan. Aku ingin bernegosiasi denganmu.”

Tiara hanya mengangguk agar Darka melanjutkan perkataannya. “Negosiasi seperti apa yang Tuan bicarakan?” tanya Tiara ingin mendengar kelanjutan dari apa yang sudah dikatakan oleh Darka sebelumnya.

“Sebelum itu, lebih baik kau berbicara lebih santai denganku. Tidak perlu memanggilku dengan panggilan Tuan. Kau bukan bawahanku,” ucap Darka.

Jawaban yang diberikan oleh Darka tersebut membuat Tiara tidak bisa menahan diri untuk tersenyum. Ia berpikir harus memanggil Darka dengan panggilan apa. Rasanya, menggunakan panggilan bapak, Tiara merasa panggilan itu terasa terlalu tidak cocok. Jika Tiara menggunakan panggilan kakak, Darka terlalu dewasa untuk mendapatkan panggilan tersebut. Tiara pun terjebak dengan pikirannya sendiri, dan tidak menyadari jika Darka kini tengah menatapnya dengan jengah. Apa yang dipikirkan oleh Tiara rasanya sudah tercetak dengan jelas pada wajah manisnya itu. Darka kesal karena Tiara terlalu polos seperti itu.

Ketika pelayan selesai menyajikan kopi yang dipesan oleh Darka, saat itulah Darka mengetuk meja dan menyadarkan Tiara dari dunianya sendiri. “Letakkan dulu apa pun yang saat ini tengah kamu pikirkan. Karena apa yang akan aku katakan jelas lebih penting daripada itu,” ucap Darka.

Tiara yang mendengarnya tentu saja menurut dan kini menatap Darka dengan fokus. Sayangnya, wajah serius Tiara yang menatapnya dengan fokus, malah membuat Darka hampir kehilangan fokus. Darka sama sekali tidak mengerti. Kenapa dirinya bisa seperti ini saat berhadapan dengan Tiara? Rasanya, sangat konyol. Kenapa dirinya bisa hampir kehilangan fokus saat menghadapi Tiara, sementara selama ini Darka tidak pernah kehilangan fokus saat berhadapan dengan siapa pun. Apalagi saat berhadapan dengan wanita. Bukan Darka yang akan dipermainkan tetapi wanita. Hal itulah yang selalu membuat Darka berhasil membawa begitu banyak wanita untuk menghangatkan ranjangnya dan bersenang-senang selama satu malam dengan mereka, sebelum membuang mereka begitu saja.

“Negosiasi yang aku bicarakan adalah, aku akan bersedia untuk menikahi dirimu, dengan beberapa persyaratan yang perlu kamu penuhi dalam pernikahan ini,” ucap Darka.

“Kenapa aku harus memenuhi persyaratan itu? Dan memangnya, apa saja persyaratan yang perlu aku penuhi?” tanya Tahani seolah-olah tidak merasa tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Darka. Tentu saja hal itu membuat Darka separuh merasa kesal, dan separuh merasa agak tenang karena sepertinya negosiasi ini akan berjalan lancar.

“Karena kau mengatakan jika kau ingin berbalas budi pada kedua orang tuaku, bukan? Itu artinya, pernikahan ini memang harus berlangsung. Aku juga butuh status pernikahan ini, jadi rasanya tidak masalah jika kita sama-sama mendapatkan keuntungan dalam pernikahan kita. Aku rasa kau tidak akan keberatan dengan persyaratan yang akan aku sebutkan. Pertama, aku tidak ingin kamu mencampuri urusan pribadiku. Terutama perihal hubunganku dengan wanita, sebab meskipun kau sudah menjadi istriku, kau tidak akan mendapatkan tubuh bahkan hatiku. Kedua, kau tidak bisa menuntut hak apa pun. Ketiga, kau tetap berkewajiban melaksanakan setiap tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang istri, tanpa terkecuali. Termasuk, harus mematuhi setiap yang aku katakan.”

Setelah mengatakan hal itu, Darkan pun mengamati reaksi yang ditunjukkan oleh perempuan itu. Tiara terlihat begitu serius, tanda jika dirinya memang mempertimbangkannya dengan baik-baik. Setelah dipikirkan secara saksama, Tiara pun mengangguk tanpa ragu. Tiara memang tidak mengharapkan apa pun dari pernikahan ini, selain dirinya yang bisa membalas budi pada Nazhan dan Puti dengan membuat keinginan mereka terwujud, maka rasanya tidak ada salahnya Tiara menyetujui apa yang diinginkan oleh Darka. Namun, reaksi cepat yang diberikan oleh Tiara sedikit banyak membuat hati kecil Darka merasa tercubit. Ayolah, apakah Tiara tidak merasa jika Darka adalah sosok pria yang sangat memesona.

Apakah, Tiara yakin selama pernikahan mereka nanti, dirinya tidak akan tergoda dan pada akhirnya jatuh hati padanya? Jika sudah jatuh hati, Darka yakin jika Tiara akan melupakan kesepakatan yang sudah dibuat bersama ini. Darka juga lebih dari yakin, jika nantinya Tiara malah menuntut banyak hal sebagai seorang istri yang memang sudah jatuh hati pada suaminya. Itu jelas akan menjengkelkan bagi Darka, dan memperumit situasi. Darka tidak ingin terikat secara mental dengan Tiara. Cukup hanya status mereka saja yang disebut sebagai suami istri, Darka tidak ingin lebih dari itu. Namun, untuk saat ini Darka lagi-lagi harus menekan apa yang ia rasakan. Karena Darka memang harus memprioritaskan apa yang lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu.

“Aku setuju dengan semua syarat yang kamu ajukan,” ucap Tiara memperjelas apa yang ia putuskan.

Darka mengangguk. “Kalau begitu, kita bisa melanjutkan rencana pernikahan ini. Tapi, ingat satu hal. Tapi camkan satu hal. Aku menikahimu bukan karena aku ingin, tetapi karena terdesak Aku menerima pernikahan ini tak lain, karena aku ingin bebas. Ya, aku akan mendapatkan sebuah kekebasan mutlak, dengan berkedok pernikahan. Pernikahan ini akan menjadi tameng bagiku. Dan tentu saja, kau akan menjadi salah satu orang—ah, maksudku alat yang akan aku manfaatkan. Jadi, jangan bermimpi jika kehidupan pernikahan kita akan terasa normal seperti pernikahan pada umumnya.”

Chapter 2 Pertunangan

“Kamu benar-benar mau menerima perjodohan ini?” tanya Puti dengan antusias. Puti dan Nazhan pun seketika mendapatkan harapan. Meskipun keduanya tahu jika Darka menerima pernikahan ini hanya untuk mendapatkan kembali semua fasilitasnya, tetapi keduanya tahu jika ini adalah awal yang baik. Setidaknya, jika Darka sudah menikah nanti, Darka pasti akan sedikit demi sedikit berubah. Ikatan suci pernikahan pasti bisa membuat Darka lebih baik dan mengerti jika apa yang sudah ia lakukan selama ini adalah kesalahan dan harus segera tinggalkan.

Darka menghela napas dan mau tidak mau mengangguk menjawab pertanyaan Puti. Ya, Darka memang sudah mengatakan pada kedua orang tuanya jika dirinya mau menikahi Tiara. Darka bahkan meminta untuk pernikahan segera dilangsungkan. Hei, jangan berpikir jika Darka memang sangat ingin menikahi Tiara. Apa yang dilakuka oleh Darka didasarkan oleh keinginannya untuk segera mendapatkan kebebasan yang ia dambakan, serta semua fasilitan keuangan yang sebelumnya sudah diblokir oleh kedua orang tuanya ini. Tentu saja dengan bonus kebebasan yang sangat didambakan oleh Darka. Menikahi Tiara, sama dengan kebebasan.

Darka menyebut pernikahan dengan Tiara sebagai sebuah kebebasan, karena setelah menikah dengan Tiara nanti, Puti dan Nazhan tidak akan lagi mengawasinya seperti anak kecil lagi sesuai dengan perjanjian mereka. Ia ingin hidup bebas, menikmati waktu mudanya dengan menghamburkan uang dan menikmati waktunya dengan wanita-wanita yang berbeda setiap saat. Karena Darka sudah membuat kesepakatan dengan kedua orang tuanya, maka Darka yakin jika kehidupannya setelah menikahi Tiara akan terasa lebih bebas daripada saat dirinya masih membujang. “Kalau begitu, Mama akan segera menyiapkan pertunanganmu dengan Tiara,” ucap Puti lalu mengeluarkan ponselnya.

Puti memang sudah menyiapkan segalanya. Ia ingin membuat kenangan indah terutama untuk Tiara yang nantinya akan menjadi menantu kesayangannya. Puti yang melibatkan Tiara dalam masalah keluarganya, dan itu artinya Puti juga harus bertanggung jawab atas segara hal mengenai Tiara, termasuk masalah kebahagiaannya. Sebagai seorang perempuan, Puti mengerti betul perasaan Tiara, karena itulah ia akan berusaha sebaik mungkin. Namun, Darka berkata, “Tidak perlu bertunangan, langsung saja menikah. Jangan membuat banyak acara yang merepotkan, Ma.”

 “Pertunangan adalah salah satu hal penting. Karena itulah, pertunangan tidak bisa dilewatkan. Asal kamu tau, kami sendiri sudah merencanakan jika pernikahanmu ini akan dilangsungkan menggunakan adat tradisional yang tentu saja akan memakan banyak waktu karena banyak bagian dalam rangkaian acara pernikahan ini,” ucap Puti lalu menatap ponselnya untuk menghubungi seseorang yang akan membantu menyiapkan acara pertunangan. Puti terlihat begitu semangat saat membayangkan menantunya yang pastinya akan tampil sangat cantik dengan gaun dan kebaya yang akan ia siapkan nantinya. Nazhan yang melihat hal itu tidak bisa menahan diri untuk tersenyum. Sepertinya, Puti sangat menyukai Tiara dan tidak akan melepaskannya begitu saja. Dengan cara apa pun, Puti pasti akan menjadikan Tiara sebagai menantunya.

Darka menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya pada sofa ruang keluarga. Nazhan tentu saja bisa melihat raut bosan dan tidak peduli yang ditampilan oleh Darka. Saat itulah, Nazhan pun berkata, “Papa dan Mama memang sudah berjanji tidak akan mengawasimu setelah kau menikah dengan Tiara. Tapi, kamu tentu saja harus mengingat jika tanggung jawab sebagai seorang suami tidaklah mudah.”

Darka yang mendengar ucapan tersebut, kini mengarahkan pandangannya pada Nazhan. “Iya, aku tau. Papa tidak perlu mengingatkannya berulang kali,” ucap Darka.

Puti pun mengangkat pandangannya dari ponselnya dan menatap tajam Darka. “Dan tanggung jawab itu, bukan hanya untuk diketahui saja. Kamu harus memenuhi tanggung jawab tersebut dengan baik. Jika sampai kamu bermain-main, saat itu pula Mama dan Papa tidak akan ragu untuk mencoret namamu dalam daftar ahli waris,” ancam Puti kejam.

“Belum apa-apa saja, kini aku sudah merasa tersisihkan. Memangnya, sehebat apa wanita yatim piatu itu? Kenapa Mama dan Papa sampai seperti ini?” tanya Darka masih tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya tersebut.

Darka menahan diri untuk tidak mendengkus. Jika sudah seperti ini, apa lagi yang bisa dilakukan oleh Darka? Kedua orang tuanya sudah memilihkan Tiara sebagai calon istrinya, maka Darka akan menurut. Namun, Darka memiliki sebuah keputusan tersembunyi dari sikap menurutnya ini. Tiara memang tidak memiliki kelebihan, tetapi ia memang bisa dimanfaatkan dengan cara yang terpat. Setelah berpikir, Darka mendapatan ide untuk menjadikan Tiara sebagai tameng dan memanfaatkannya tentu saja adalah keputusan terbaik yang bisa dilakukan olehnya sebagai seseorang yang memang mementingkan kepentingan dirinya sendiri.

“Nantinya, setelah kamu menikah kamu harus meninggalkan kehidupan bujangmu saat ini. Ingat, kami tidak ingin kamu menjadi pecundang dengan mempermainkan hati perempuan mana pun. Apalagi dirimu menyakiti hati istrimu. Kamu harus bisa menjaga perasaannya sebagai seorang suami. Apa kamu mengerti?” tanya Nazhan serius.

Keduanya yakin, jika pernikahan Darka dengan Tiara akan membuat Darka berubah ke arah yang lebih baik. Tentu saja, keduanya berharap jika Darka akan meninggalkan kesenangannya yang selalu bermain wanita. Nazhan sendiri merasa jika selama ini dirinya sudah terlalu membebaskan Darka. Meskipun Darka adalah seorang lelaki, rasanya masih tak pantas saja jika Darka hidup terlalu bebas tanpa memperhatikan norma yang berlaku. Lebih dari itu, Nazhan sendiri merasa malu jika putranya itu berubah menjadi kumbang yang selalu ke sana ke mari mencari bunga yang segar. Darka hanya mendengkus dan mengangguk malas. Puti pun menatap putranya dan berkata, “Hubungi Tiara dan Sekar, katakan pada mereka jika perjodohan ini akan terus berlanjut. Lalu, jemput keduanya nanti sore. Kita bicarakan acara pertunangan yang akan segera kita langsungkan.”

“Kenapa harus mengajak mereka untuk mendiskusikan pertunangan? Sudahlah, Ma. Buatkan acara kecil-kecilan. Jangan mengundang siapa pun,” ucap Darka seakan-akan sangat malas untuk bertemu dengan Tiara lagi. Lagi pula, jika sampai acara ini dibuat secara besar, Darka malas harus memperkenalkan Tiara sebagai calon istrinya. Tiara tidak memiliki kualifikasi untuk menjadi istrinya dan tidak cantik. Tiara hanya akan membuatnya malu.

Puti menatap tajam putranya. Darka yang mendapatkan tatapan tersebut tentu saja mau tidak mau merinding karenanya.  “Apa kamu tidak ingin fasilitas yang kami blokir kembali? Jika iya, tetaplah seperti itu sampai akhir,” ucap Puti membuat Darka segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Tiara.

Sementara itu, Nazhan pun menahan senyum dan memeluk pinggang istrinya dengan lembut. Puti yang melihat apa yang dilakukan oleh Darka tentu saja merasa puas dan memilih untuk segera menghubungi orang yang akan membantunya. “Ah, iya. Aku juga ingin meminta bantuanmu untuk semua urusan acara dari pertunangan, hingga resepsi pernikahan putraku nantinya. Tentu saja, aku ingin menggunakan konsep tradisional yang sudah kita bicarakan sebelumnya. Tidak perlu mengkhawatirkan mengenai biaya atau bahan yang sulit dicari. Aku dan suamiku akan menyediakan dana yang tentu saja akan mencukupi semua itu. Jika perlu, kami akan memberikan sebuah kartu unlimited yang bisa kamu pergunakan dalam pengurusan semua kebutuhan pernikahan putra kami sampai selesai,” ucap Puti yang jelas membuat Darka yang mendengarnya terkejut. Ayolah, sebenarnya apa yang membuat Puti dan Nazhan melakukan semuanya hingga seperti ini? Itu jelas sangat berlebihan!

***

 Aula luas panti asuhan yang semula digunakan untuk tempat makan anak-anak panti sudah disulap dengan indahnya. Kain-kain putih dan merah muda menghiasi sudut-sudut ruangan tersebut. Bunga segar berbagai warna dan jenis juga ditempatkan untuk menjadi penghias dan pengharum ruangan tersebut. Meja-meja makan panjang yang biasanya digunakan untuk tempat makan anak-anak panti, sudah diganti dengan meja bundar yang dibalut kain putih. Para pelayan hilir mudik untuk menyiapkan santapan yang disediakan pada meja prasmanan. Tak lama, Sekar muncul dengan kebaya yang membalut tubuhnya. Ia dan beberapa pengurus panti—yang mengenakan kebaya yang senada dengannya—segera berdiri di depan pintu ruang aula tersebut. Semuanya, bersiap untuk menyambut tamu.

Darka dan kedua orang tuanya memang datang dengan membawa barang-barang yang memang akan menjadi hadiah yang diberikan pada pihak calon mempelai pengantin perempuan. Tanpa banyak basa-basi, rombongan Darka pun masuk ke dalam aula yang memang sudah disulap menjadi aula pesta yang terlihat elegan dan berkelas. Tentu saja, penataan aula tersebut tidak terlepas dari sentuhan Puti. Perempuan satu itu memang ingin pesta pertunangan putranya tetap berkesan, meskipun pesta tersebut memang diadakan secara terbatas, hanya untuk keluarga dan keluarga besar panti asuhan di mana Tiara tumbuh besar.

“Selamat sore semuanya! Selamat datang dalam acara pertunangan antara Darka Prama Al Kharafi dengan Tiara Alvia yang akan segera dilangsungkan. Sebelum acara ini dimulai, alangkah baiknya jika kita mengundang sang calon mempelai wanita untuk hadir ke tengah-tengah kita,” ucap MC. Sekar yang mendengarnya tentu saja memberikan kode pada dua pengurus panti untuk masuk dan membantu Tiara ke luar dari ruangan di mana dirinya berada saat ini.

Tak lama, Tiara muncul dan membuat tamu undangan terpukau. Tiara memang sangat jarang berdandan, bahkan bisa terbilang tidak pernah berdandan sekali pun. Karena itulah, ketika dirinya dirias seperti ini, Tiara terlihat begitu berbeda dengan kecantikan yang terasa lebih menguar dengan jelas dari dirinya. Padahal, Tiara tidak dirias secara full. Puti memang sengaja memberikan instruksi pada perias untuk hanya memberikan riasan dasar. Hal itu dilakukan Puti, karena ia ingin Tiara tampil sempurna dan lebih memukau saat pernikahannya nanti. Bayu dan Sulis yang duduk di belakang Darka, tidak bisa menahan diri untuk ikut terpukau.

Sebelumnya, keduanya memang sudah mendengar perihal diri Tiara dari Darka. Namun yang mereka dengar adalah, Tiara adalah perempuan biasa saja. Jadi, jelas saja keduanya terkejut saat melihat Tiara yang lebih dari kata biasa. Tiara tampak sangat cantik dengan setelah kebaya yang menonjolkan lekuk tubuhnya yang tidak berlebihan. Rambutnya yang hitam legam dan tebal disanggul dengan sedemikian rupa hingga memperlihatkan sedikit bahu dan lehernya yang putih mulus. Bayu pun mencondongkan tubuhnya dan berbisik pada Darka, “Wah, kamu memenangkan jackpot! Calon istrimu sangat cantik. Kamu beruntung mendapatkan calon istri sepertinya.”

Di luar jam kerja, Bayu memang tidak menggunakan bahasa formal saat berbicara dengan Darka. Toh, keduanya memang sudah lama berteman, jadi formalitas hanya digunakan saat dalam pekerjaan saja. Di luar itu, Bayu tidak pernah memasang sikap formal. Darka sendiri tidak keberatan dalam hal tersebut, karena di wkatu kerja Bayu selalu profesional. Karena itulah, selama ini Darka tidak memiliki masalah berarti saat bekerja sama dengan Bayu sebagai seorang atasan. Namun, pujian yang diucapkan oleh Bayu barusan, jujur saja terasa menganggu bagi Darka. Menurut Darka, Tiara tidak cantik. Darka memberikan tatapan tajam pada Tiara yang duduk berseberangan dengannya. Puti dan pihak WO memang mebuat penataan tempat duduk yang dibuat menjadi dua kubu. Tentu saja, setiap keluarga dipisahkan agar acara bisa dilaksanakan dengan nyaman.

Menyadari jika tatapan tajam Darka tidak berada di tempatnya, saat itulah Puti tidak menahan diri untuk mencubit sisi pinggang liat Darka yang memang penuh dengan otot kuat yang sulit untuk dicubit. Namun, cubitan pedas yang diberikan oleh Puti tersebut rupanya sudah cukup dirasakan oleh Darka. Tentu saja, Darka mengerti dengan apa yang diinginkan oleh ibunya itu. Darka pun melembutkan tatapannya, tetapi sama sekali tidak memasang senyum yang diinginkan oleh Puti. Melihat hal itu, Puti menahan diri untuk tidak memukul punggung putranya itu. Setidaknya, ia tidak menatap Tiara seperti musuh.

Maka, acara pertunangan pun dilangsungkan. Setelah bertukar cincin, dan melangsungkan doa bersama. Acara pertunangan itu pun berlangsung dengan lancar. Darka sudah berniat untuk melarikan diri, sebelum Puti menangkap putranya itu dengan mudah dan menyeretnya untuk melakukan foto bersama. Sementara, Sekar dan pembawa acara dengan ramah mengarahkan para tamu yang tidak terlalu banyak tersebut untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan. Tentu saja, para pelayan segera bertugas dengan baik.

Darka kini berhadapan dengan Tiara yang tampak tidak menunjukkan jika dirinya gugup karena pertunangan mereka. Namun, Darka terpaku saat menyadari jika Tiara tampak lebih cantik saat dipandang dari dekat. Untuk beberapa detik, Darka kehilangan fokus  dan membuat Puti harus menepuk bahunya, agar putranya itu bisa tersadar. Setelah diarahkan beberapa kali oleh puti dan sang fotografer, maka foto pertunagan Darka Parama Al Kharafi dan Tiara Alvia pun sukses diambil oleh sang fotografer. Puti dan Nazhan, tidak berniat untuk menyimpan kabar bahagia ini untuk mereka saja. Keduanya dengan kompak memposting kabar bahagia tersebut pada akun instagram resmi mereka, lalu memaksa Darka untuk memosting hal yang sama pada akun instagramnya. Karena ketiganya adalah orang-orang terkenal, maka kabar mengenai pertunangan Darka dan Tiara dengan mudah tersebar dalam waktu yang tidak lama.

Tentu saja, kabar itu juga diketahui oleh para wanita yang beberapa hari yang lalu masih berhubungan dengan Darka, bahkan menghabiskan malam yang panas dengannya. Termasuk didengar oleh Vanesa. Wanita yang berprofesi sebagai model tersebut tampak melotot penuh kemarahan pada layar ponsel yang menunjukkan foto di mana Darka dan seorang perempuan yang tak lain adalah Tiara, tengah menunjukkan cincin pertunangan mereka. Lalu, sedetik kemudian Vanesa melemparkan ponselnya itu ke dinding apartemennya hingga ponsel mewah tersebut hancur berkeping-keping.

Vanesa menatap ranjang yang menjadi saksi jika dirinya sudah lebih dari sering menyerahkan tubuhnya pada Darka. Saksi bagaimana mereka menggila saat meraih kepuasan demi kepuasan serta surga dunia mereka. Vanesa menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisnya agar tidak pecah saat itu juga. Ia beranjak untuk duduk di tepi ranjang dan mengeluaran ponsel khusus yang ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Darka. Vanesa berusaha untuk menghubungi Darka. Tentu saja, Vanesa ingin mendengar konfirmasi secara langsung dari Darka, dan mengapa Darka sama sekali tidak mengatakan hal ini padanya.

Sayangnya, telepon Vanesa tersebut tidak diangkat oleh Darka. Vanesa tidak menyerah begitu saja, dan kembali mencoba untuk menghbungi Darka. Namun, hal itu terus terulang. Darka mengabaikan teleponnya, bahkan saat Vanesa mencoba terakhir kalinya, Darka dengan kejamnya mematikan ponselnya. Vanesa menjerit dan kembali membanting ponselnya. “Sialan! Jalang itu tidak pantas untuk mendapatkanmu, Darka! Aku, hanya aku yang pantas memilikimu!” jerit Vanesa.

Vanesa terengah-engah setelah menjeritkan isi hatinya. Vania menyisir rambut kemerahannya serta menatap pantulan dirinya pada cermin. “Aku, akan menunjukkan, jika wanita simpanan sepertiku, lebih berkuasa daripada dirinya yang jelas akan menjadi istri sahmu, Darka.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status