Share

12. Tamu

Tepat di hari kelima, Darka memerintahkah para pelayan untuk kembali ke kediaman utama di mana Puti dan Nazhan tinggal. Tentu saja, Puti dan Nazhan segera menghubungi Tiara menanyakan mengapa dirinya mengembalikan para pelayan yang sudah diperintahkan oleh mereka untuk membantu tugas Tiara mengurus rumah. Karena sebelumnya Tiara sudah berjanji pada Darka, Tiara pun menjawab jika dirinya bisa mengurus rumah dengan kemampuannya sendiri. Atas jawaban yang sudah diberikan oleh Tiara, Puti dan Nazhan sama sekali tidak bisa mengatakan apa pun lagi. “Bagus,” puji Darka saat Tiara selesai menelepon dengan kedua orang tuanya.

Karena Darka memang mendapatkan cuti selama dua minggu dari pekerjaannya, jadi Darka bisa bersantai di rumahnya. Walaupun, Darka sendiri merasa sangat gatal dan ingin segera ke luar dari rumah untuk bersenang-senang merayakan kebebasannya. Ia tidak bisa ke luar dari kompleks perumahan ini, karena Darka yakin ada orang yang ditugaskan untuk mengawasi apa Darka ke luar dari perumahan untuk bersenang-senang dengan para wanita. Darka memilih kembali kamarnya. Ia mengabaikan suara Tiara yang berkata jika dirinya akan menyiapkan makan siang untuk Darka. Namun, Darka tidak mengatakan apa pun dan hanya melangkah pergi ke kamar utama yang memang ia tinggali bersama Tiara. Karena ada para pelayan, Darka tidak bisa tidur terpisah dengan Tiara, dan mengizinkan perempuan itu untuk tidur di ranjang sama dengannya. Setelah ini, Darka bisa melakukan apa pun dengan bebas.

Ketika Darka bersantai di kamar Tiara masuk dapur untuk menyiapkan makan siang. Tiara sudah berpengalaman menyiapkan keperluan banyak orang termasuk masalah makanan seperti ini. Jadi, Tiara tidak kesulitan harus menyiapkan beberapa menu makan siang untuk sang suami. Tidak membutuhkan waktu lama aroma lezat menyebar di dalam rumah minimalis tersebut. Aroma yang berhasil membuat Darka yang semula tidak merasa lapar, tiba-tiba merasakan perutnya berbunyi dengan keras.

“Ck. Mana mungkin aku tergoda dengan masakan kampungannya,” ucap Darka lalu bangkit dari duduknya untuk memeriksa apa saja yang sudah dimasak oleh Tiara. Jujur saja, siapa yang tidak penasaran setelah mencium aroma selezat ini? Begitu masuk ke dalam ruang makan yang terhubung dengan dapur, Darka melihat Tiara yang tengah merapikan piring-piring berisi makanan yang telah ia buat di atas meja makan. Darka merasa agak terkejut. Tanpa bantuan siapa pun, ia bisa memasak beberapa menu makan siang dengan waktu yang singkat dan aroma masakannya pun selezat ini. Tanpa sadar, Darka pun melangkah mendekat menuju meja makan. Perutnya pun semakin berbunyi keras.

Tiara yang melihat Darka sudah duduk di kursinya, segera menyiapkan alat makan untuk suaminya itu. Namun, Darka yang melihat hal itu segera berkomentar, “Memangnya kau pikir aku mau memakan masakan kampungan buatanmu ini?”

Selama lima hari ini, Darka memang hanya mau makan makanan yang dibuat oleh para pelayan. Itu pun, makanan yang belum pernah Tiara buat. Tiara cukup asing dengan resep dan bahannya, hingga dirinya tidak bisa membuat makanan itu sendiri. Jadi, karena kali ini tidak ada para pelayan yang membantunya, Tiara hanya bisa membuat menu makanan sederhana untuk Darka dengan resep yang ia ketahui. Tiara berniat untuk mengatakan sesuatu pada Darka, tetapi suara bel menginterupsi niatan Tiara. Darka pun menatap istrinya dan berkata, “Buka pintunya!”

Tiara tentu saja tidak membantah dan segera beranjak menuju pintu utama dan membukanya sembari bertanya, “Iya, ingin bertemu siapa ya?”

Tiara memang tidak mengenal sosok yang berada di depan ambang pintu. Sosok itu adalah Jarvis yang memasang senyum lebar dan membuat sosoknya semakin terlihat tampan saja. Tiara yang tidak mengenal Jarvis segera memasang sikap siaga. Sikap yang membuat Jarvis hampir tertawa geli. Sekali pun tidak saling mengenal, biasanya wanita hanya berekspresi malu-malu atau menggoda di hadapan Jarvis. Jadi, tentu saja saja Jarvis merasa jika Tiara ini sangat menggemaskan. Jarvis berdeham dan berkata, “Halo. Aku Jarvis. Aku sahabat Darka. Apa Darka ada di rumah?”

Mendengar apa yang dikatakan oleh Jarvis, barulah Tiara tersenyum tipis dan mengangguk. “Iya, ada. Silakan masuk,” ucap Tiara dengan sopan membuka pintu lebih lebar untuk Jarvis.

Tiara pun membawa Jarvis menuju ruang makan di mana Darka masih berada di sana, sibuk dengan ponselnya. Jarvis yang melihat meja yang penuh dengan menu makanan, segera bersiul dan berkata, “Keputusan yang tepat aku datang ke mari. Aku bisa makan siang di sini.”

Darka yang mendengar suara Jarvis seketika mengangkat pandangannya dan menatap jengah pada Jarvis yang sudah duduk di kursi makan. Jarvis tersenyum lebar. “Halo,” ucap Jarvis.

“Kenapa kau bisa tau rumah baruku dan kenapa kau datang ke mari?” tanya Darka.

“Aku tau dari Bayu. Dan aku datang untuk makan siang bersama dengan pasangan pengatin di hadapanku ini,” jawab Jarvis percaya diri.

Tiara pun menyiapkan gelas dan piring untuk Jarvis. Darka memang tidak berkomentar, tetapi ia menatap Tiara dengan tajam. Seolah-olah dirinya tidak suka Tiara melayani pria lain seperti itu. Meskipun terlihat kesal, Darka tidak berkomentar. Ia hanya bersandar pada sandaran kursi dan mengamati apa yang dilakukan oleh Jarvis dan Tiara. Saat menyadari jika sang tuan rumah belum memulai makan, Jarvis pun bertanya, “Apa kau tidak makan?”

Darka menjawab, “Pesananku belum datang.”

“Pesanan? Kau memesan makanan?” tanya Jarvis tidak percaya.

“Iya. Aku tidak mungkin makan makanan kampungan seperti ini,” ucap Darka frontal di hadapan Tiara yang tidak terlihat tersinggung sama sekali.

“Kalau begitu, silakan dimakan. Aku tinggal dulu sebentar,” ucap Tiara bangkit dari kursi yang ia duduki.

“Mau ke mana?” tanya Jarvis.

“Mau dzuhur dulu,” jawab Tiara pelan lalu beranjak pergi.

Jarvis terdiam. Ini memang sudah memasuki waktu dzuhur. Waktunya beribadah bagi umat muslim. Jarvis menatap kepergian Tiara dalam diam. Lalu ia memilih untuk menatap makanan yang berada di hadapannya dan memulai acara makan siangnya dengan semangat. Meskipun menurut Darka masakan Tiara ini kampungan, tetapi menurut Jarvis berbeda. Ia sudah lama tidak makan masakan rumahan, dan ia cukup merasa penasaran dengan rasa dari masakan Tiara. Apakah rasanya akan selezat aromanya. Begitu mengunyahnya pertama kali, Jarvis terlihat terkejut dan menatap Darka dengan ekspresi terkejut. Darka menahan tawa saat mengartikan ekspresi tersebut dengan ekspresi mual karena rasa makanan yang tidak sesuai dengan seleranya. “Apa kubilang? Masakannya itu kampungan. Dan pastinya tidak sesuai dengan lidah kita,” ucap Darka dengan nada tajam.

Jarvis menggeleng cepat dan menelan makanannya sebelum berkata, “Kau gila?! Masakan istrimu benar-benar enak! Wah, kau sangat beruntung mendapatkan istri sepertinya! Selain cantik, dia juga pandai memasak dan mengurus rumah. Ini namanya jackpot!”

“Jangan membual! Mana mungkin masakannya selezat itu? Dan aku sama sekali tidak setuju dengan perkataanmu yang menyebutnya cantik. Tubuhnya juga rata. Depan belakang sama ratanya,” cela Darka tidak berperasaan.

Jarvis menghela napas pelan. “Jangan mengatakan hal itu di depan istrimu. Dia pasti akan sangat terluka.”

Darka menelengkan sedikit kepalanya dan bertanya, “Benarkah?”

“Tentu saja. Istri mana yang tidak akan sakit hati disebut seperti itu oleh suaminya sendiri,” jawab Jarvis membenarkan.

“Kalau begitu, aku akan mengatakan hal itu tepat di hadapannya,” ucap Darka.

“Kau gila?” tanya Jarvis tidak mengerti dengan cara berpikir Darka.

“Tidak. Aku hanya ingin membuat dirinya sakit hati. Karena itu sangat menyenangkan bagiku,” ucap Darka dengan seringai yang mengerikan.

Tak berapa lama, Tiara kembali ke meja makan. Ia tersenyum pada Jarvis dan bertanya, “Apa makanannya sesuai dengan seleramu?”

Jarvis yang mendapatkan pertanyaan seperti itu segera mengangguk. “Ini sangat lezat. Betapa beruntungnya Darka memilikimu sebagai seorang istri,” puji Jarvis dengan sopan. Meskipun dirinya seorang bajingan, Jarvis memiliki batasan yang ia tetapkan dalam sikapnya. Jarvis boleh bisa memangsa para wanita yang ia goda atau menggodanya. Namun, Jarvis tidak akan memangsa gadis alim, apalagi jika gadis itu adalah istri dari sahabatnya sendiri. Tahu jika Tiara adalah orang yang religius, Jarvis sendiri memberikan perhormatan lebih pada sosok istri sahabatnya itu. Menurut Jarvis, kedua orang tua Darka benar-benar sangat terampil memilihkan jodoh untuk putra mereka ini.

Darka mendengkus kasar dan berkata, “Dari mananya aku terlihat beruntung memiliki dia sebagai istriku? Aku malah sangat sial karena harus menikahi gadis yatim piatu yang tidak jelas asal usulnya seperti dia.”

Setelah mengatakan hal itu, Darka bangkit menuju pintu utama karena makanan yang ia pesan sudah datang. Jarvis yang ditinggal di ruang makan dengan Tiara setelah perkataan tajam yang dilemparkan oleh Darka, tentu saja merasa canggung. Tiara yang menyadari hal itu tersenyum. Ia tidak mungkin membuat tamu pertamanya merasa tidak nyaman saat bertamu di rumahnya. “Silakan dilanjutkan makannya. Darka memang sering berkata seperti itu, tetapi ia tidak pernah serius. Jangan terlalu dipikirkan,” ucap Tiara. Darka kurang nyaman jika dipanggil dengan embel-embel lainnya, begitu pun dengan Tiara. Jadi, keduanya mengambil keputusan untuk saling memanggil nama saja daripada harus menyebut panggilan sayang yang jelas sangat memuakkan menurut Darka.

Jarvis yang mendengar ucapan Tiara rasanya ingin menyemburkan tawa. Apa saat ini Tiara tengah menenangkan dirinya? Seharusnya, Jarvis yang menghibur Tiara karena telah mendapatkan perlakuan yang terasa sangat menyakitkan seperti itu dari suaminya. Sungguh, Tiara memiliki pesona di balik semua tindakannya. Jarvis pun tersenyum tipis dan tanpa sadar berkata, “Kau perempuan yang unik.”

Tiara pun tampak terkejut. Namun, pembicaraan keduanya terinterupsi karena Darka kembali ke meja makan dengan kantung di tangannya. Tiara pun mengambil alih kantung tersebut dan membantu Darka menyiapkan makan siang yang ia pesan. Meskipun Darka tidak mau memakan makanan yang sudah Tiara siapkan, tetapi Tiara tetap memiliki kewajiban untuk melayani suaminya itu. Darka sendiri tidak menolak perlakuan Tiara tersebut. Karena Darka sendiri enggan harus menyiapkan makanannya sendiri. Alhasil, ia harus memanfaatkan Tiara yang memang menawarkan bantuan dengan senang hati. Jarvis mengamati interaksi keduanya. Meskipun Darka terlihat begitu menolak kehadiran Tiara. Namun, Darka jelas membutuhkan kehadiran Tiara. Sayangnya, Darka terus saja menyangkal jika ia memiliki istri yang cantik dan terampil dalam mengurus rumah tangga. Jarvis pun berkata, “Ah, betapa kau beruntung memiliki Tiara sebagai istrimu.”

Darka yang baru saja akan memulai makan siangnya menatap Jarvis dengan kesal. “Jika kau hanya ingin mengatakan omong kosong, ke luar dari rumahku!” seru Darka dengan nada tinggi.

“Ei, bagaimana bisa aku pergi sebelum menghabiskan semua makanan lezat ini. Aku tidak akan berbagi denganmu,” ucap Jarvis lalu melanjutkan acara makannya.

Tiara sendiri ikut makan. Tiara terus saja mendapatkan pujian dari Jarvis mengenai kelezatan masakannnya. Tiara berterima kasih atas pujian Jarvis dan menikmati makan siangnya dengan tenang. Saat Tiara dan Jarvis makan dengan lahap dengan menu makan siang buatan Tiara sendiri, maka Darka menikmati menu makan siang yang ia pesan dari sebuah restoran yang terkenal dan sudah menjadi langganannya. Namun, diam-diam Darka merasa penasaran dengan rasa dari masakan buatan Tiara. Jarvis memang terkenal sangat pilih-pilih dalam masalah itu. Bisa dibilang, jika lidah Jarvis benar-benar tajam dan bisa diandalkan dalam menilai sebuah makanan. Jika sampai Jarvis memuji Tiara berulang kali seperti tadi, bukankah itu berarti masakan Tiara memang lezat? Namun, Darka tidak mungkin serta merta mencoba makanan yang dibuat oleh Tiara. Akan ditaruh di mana wajah Darka jika melakukannya?

Jarvis yang terbilang sudah sangat mengenal Darka dengan baik, bisa membaca apa yang tengah dipikirkan oleh Darka saat ini. Jarvis menahan diri untuk tidak tersenyum. Jarvis berdeham dan berkata, “Wah, ini sangat lezat. Saking lezatnya, aku sama sekali tidak ingin membagi makanan ini denganmu, Darka.”

Darka yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya dalam-dalam. “Memangnya, siapa yang ingin makan makanan itu?” tanya Darka sengit.

“Ah, jadi sampai kapan pun, kau tidak ingin mencicipi masakan Tiara ini?” tanya balik Jarvis.

“Tentu saja. Aku tidak mungkin memakan makanan kampungan seperti itu,” cela Darka dengan tajam membuat Tiara hampir menghela napas lelah. Rasanya, perdebatan Jarvis dan Darka tidak ada habisnya, dan itu sungguh membuat Tiara yang mendengarnya merasa lelah.

“Kalau begitu, bagaimana jika aku datang tiap hari ke rumahmu dan ikut makan bersama kalian. Tentu saja, aku harus membantumu untuk menghabiskan makasakan buatan Tiara, sementara kau sendiri hanya ingin makan masakan restoran.”

Mendengar usulan yang tidak masuk akal itu, Darka pun mengernyitkan keningnya. “Apa kau ini gelandangan? Kenapa selalu datang ke rumah orang lain untuk menumpang makan? Apa kau tidak memiliki malu?” tanya Darka tajam menyerang Jarvis yang memang sudah terbiasa mendapatkan perkataan tajam dari sahabatnya itu. Jarvis malah tertawa setelah mendapatkan pertanyaan tajam yang bertubi-tubi dari Darka. Menurut Tiara, hubungan Darka dan Jarvis ini sudah sangat dekat, hingga keduanya tidak terlihat canggung saat saling menggoda atau pun menghina.

“Hei, jika tidak ada yang memakan masakan Tiara, itu akan mubazir. Jadi, aku harus hadir sebagai orang baik yang akan membantu untuk menghabiskan semua masakan lezat itu agar tidak terbuang. Bukankah itu ide yang sanga brilian?” tanya Jarvis dengan ekspresi yang membuat Darka memejamkan matanya berusaha meredam emosi.

Darka pun berkata pada Tiara, “Jika orang sinting ini datang kembali, jangan pernah bukakan pintu. Jika dia masih terus datang, panggil keamanan dan katakan jika ada gelandangan sinting yang memaksa untuk meminta makanan padamu.” Mendengar perkataan Darka, Jarvis pun tertawa keras. Senang karena sudah benar-benar membuat Darka kesal.

.

.

.

Yok, jangan lupa tinggalin jejak ya. 

Jangan lupa kasih bintang lima nyaaaa

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status