Share

13. Godaan

Darka berusaha mengabaikan Tiara yang sejak tadi sibuk merapikan pakaian yang sudah ia setrika dan lipat dengan begitu rapi. Begitu Tiara ke luar dari kamar, saat itulah Darka menutup majalah dewasa yang ia baca. Bagaimana mungkin dirinya tidak kesal dengan tingkah Tiara yang memperlakukannya sebagai seorang pria tanpa gairah. Darka memang sudah mengatakan berulang kali jika dirinya tidak mungkin tergoda oleh Tiara yang menurutnya tidak menggairahkan. Meskipun berusaha untuk menganggapnya tidak menggairahkan, naluri Darka sebagai pria tidak bisa diajak bekerjasama. Terkadang, saat tidur Darka bersentuhan dengan Tiara, yang memang terlelap dan biasanya melewati batas yang sudah ditetapkan oleh Darka di atas ranjang. Kulit lembut itu membuat bulu kuduk Darka meremang. Mungkin, itu dikarenakan Darka yang sudah berhari-hari tidak bisa melepaskan gairahnya yang memang terhitung lebih tinggi daripada pria lain.

Jadi, melihat Tiara yang berlalu lalang membuat Darka benar-benar frustasi. Meskipun Tiara hanya menggunakan daster lusuh yang tidak menunjukkan lekuk tubuhnya, tetapi Darka tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pantat sang istri yang melenggak lenggok dengan indahnya. Meskipun Tiara memiliki dada atau bokong seseksi wanita simpanannya selama ini, tetapi semua itu tampak begitu pas bagi Tiara yang mungil. Hingga saat ini, Darka memang belum pernah mencumbu atau memeluk Tiara, tetapi Darka seakan-akan bisa menebak jika Tiara akan terasa sangat pas saat ia peluk dan tindih saat mereka menggila dalam kendali gairah.

“Sialan!” maki Darka saat dirinya tanpa sadar membayangkan saat-saat di mana dirinya menggauli Tiara.

“Aku tidak boleh seperti ini hanya karena wanita kampungan seperti itu!” seru Darka menyadarkan dirinya sendiri.

Darka harus ingat apa yang sudah ia rencanakan sejauh ini. Darka memijat pelipisnya dan berusaha meredakan gairahnya yang hampir memuncak. Di tengah usahanya itu, Darka pun mendapatkan telepon dari seseorang yang seharusnya ia hindari karena ia masih dalam pengawasan kedua orang tuanya. Darka pun memilih menerima telepon tersebut, “Ya, ada apa Vanesa?”

“Apa kau tidak merindukanku?” tanya Vanesa dengan manja.

“Kau sendiri tau, aku baru saja menikah.” Darka agak kesal karena Vanesa dengan percaya diri menanyakan hal itu padanya. Sepertinya, Darka terlalu baik pada Vanesa hingga wanita itu besar kepala dan berpikir jika Darka sangat membutuhkannya.

Darka bisa membuang Vanesa kapan saja. Namun, saat ini Darka tidak bisa melakukannya. Untuk saat ini Darka tidak memiliki waktu untuk memilih wanita yang sesuai dengan kualifikasi yang ia inginkan. Selain jago memuaskannya di atas ranjang, wanita yang akan mejadi simpanan Darka jelas harus bisa mengendalikan hatinya. Darka tidak mau sampai repot mengurus seorang wanita yang menggila karena cinta. Selain itu, wanita yang akan melayani Darka tanpa batasan waktu itu, harus bersedia menggunakan alat kontrasepsi. Jika sampai nantinya ada kecelakaan, sudah dipastikan jika Darka benar-benar berada dalam masalah. Bukan hal yang mustahil bagi Puti dan Nazhan untuk mengetahui hal tersebut. Jika hal itu terjadi, maka kiamat bagi Darka.

“Aku bahkan lebih dari yakin jika kalian belum melewati malam pertama. Ah, aku bisa menebak jika saat ini kau sangat bergairah dan membutuhkan pelepasan,” ucap Vanesa terkikik geli.

“Apa kau tengah mengolok-olok diriku?” tanya Darka tajam.

Vanesa tentu saja tahu jika Darka tidak menyentuh Tiara, karena Vanesa tahu apa yang sudah disepakati oleh Darka dan Tiara. Vanesa juga tahu seberapa Darka tidak menyukai Tiara. Karena itulah, Vanesa yakin jika Darka yang memiliki gairah tinggi ini pasti kesulitan disebabkan oleh gairahnya yang menumpuk. Ini jelas kesempatan baik bagi Vanesa untuk menarik Darka kembali ke sisinya. Ia akan menunjukkan pada Tiara, jika statusnya sebagai istri Darka tidak akan ada gunanya, jika suaminya masih saja mencari kenikmatan dari wanita lain di luar rumahnya.

“Bagaimana aku mengolok-olokmu. Kuharap kau tidak marah padaku. Aku menghubungimu untuk mengajakmu bertemu. Kau pasti membutuhkan pelepasan bukan? Aku akan memberikan service dengan senang hati, karena aku pun tengah sangat bergairah. Ayo kita lakukan beberapa ronde malam ini,” ajak Vanesa sungguh-sungguh.

Vanesa tidak berbohong. Membayangkan jika dirinya mencuri pria beristri tepat di satu minggu pernikahan mereka, membuat Vanesa merasa begitu bergairah. Ditambah dengan fakta jika Darka belum menyentuh istri sahnya sama sekali. Itu jelas memberikan tanda jika Vanesa memang lebih menggoda. Vanesa suka rasa senang karena kemenangannya mengalahkan seorang istri sah. Membayangkan dirinya bergumul berjam-jam dengan Darka di atas ranjang, sementara Tiara menunggu kepulangan Darka ke rumah, membuat darah Vanesa berdesir. Sepertinya, nanti Vanesa akan mencari cara untuk menunjukkan pada Tiara secara langsung jika Vanesa adalah perempuan satu-satunya yang bisa memuaskan Darka mengenai masalah ranjang.

Darka memilih mengintip di jendela kamar. Biasanya, akan ada sebuah mobil yang terparkir di ujung jalan. Itu mobil dari salah satu orang yang ditugaskan oleh kedua orang tuanya untuk mengawasi apa Darka ke luar rumah atau tidak. Namun, Darka tidak bisa melihat mobil itu. Darka menyeringai. Sepertinya, setelah satu minggu tidak melihat pergerakan Darka, Puti dan Nazhan menarik bawahan mereka yang bertugas untuk mengawasi Darka. Ini artinya, hingga nanti cutinya habis, Darka memiliki waktu bebas untuk melakukan apa pun yang ia inginkan asal dirinya berhati-hati. “Tunggu di apartemenmu, aku akan ke sana,” putus Darka pada akhirnya. Ia sudah mengambil keputusan untuk bersenang-senang. Ia harus melepaskan gairah ini sekarang juga, atau Darka akan gila dengan menyerang Tiara yang benar-benar tidak ingin Darka sentuh.

“Kalau begitu aku akan menyambutmu dengan memakai setelan biki baru yang aku miliki. Aku yakin kau akan menyukainya,” ucap Vanesa antusias.

“Aku lebih suka saat kau tidak mengenakan apa pun,” ucap Darka lalu memutuskan sambungan sebelum mendengar jawaban apa pun dari Vanesa.

Darka bersiul senang dan memasuki ruang ganti. Ia harus berganti pakaian dan terkejut melihat semua pakaiannya sudah tertata dengan sangat rapi, sesuai dengan warna dan kegunaannya. “Agak mengesalkan bagiku karena ia benar-benar terampil mengerjakan tugasnya hingga tidak memberikan celah bagiku untuk mencela.”

Tidak membutuhkan waktu terlalu lama bagi Darka berganti pakaian. Setelah mengambil ponsel, dompet dan kunci mobil, Darka pun turun. Saat akan mencapai pintu utama, Darka berpapasan dengan Tiara yang baru saja ke luar dari beranda di samping. Masih dengan wajah polos tanpa make up, dan daster lusuh, Tiara menatap Darka dengan tatapan penuh tanda tanya. “Darka akan pergi ke mana?” tanya Tiara sembari meletakkan alat penyiram tanaman di tempatnya.

Darka yang mendengar pertanyaan Tiara mengernyitkan keningnya. “Apa aku perlu melaporkan ke mana aku pergi dan dengan siapa aku akan pergi?”

“Bukan seperti itu. A—”

“Aku akan pergi bersenang-senang dengan wanita yang bisa memuaskanku. Apa kau puas dengan jawaban yang aku berikan? Jika iya, maka tutup mulutmu. Jangan berusaha untuk menghubungiku, karena aku akan bersenang-senang dan pulang esok hari,” ucap Darka tanpa perasaan dan beranjak pergi.

Tiara menatap kepergian Darka dengan sendu. Bohong rasanya jika Tiara mengatakan jika dirinya tidak terluka dengan kepergian Darka untuk menemui wanita lain. Memang benar, Tiara mengambil keputusan untuk menikahi Darka sebagai bentuk balas budinya pada Puti dan Nazhan. Tiara bahkan membuat kesepakatan dengan Darka mengenai pernikahan ini. Namun, Tiara tidak bisa menyangkal jika dirinya juga bisa merasakan sakit yang sama dengan perasaan yang dirasakan oleh para istri lain, ketika suaminya pergi dan menemui perempuan lain di luar sana. Itu terlalu menyakitkan untuk Tiara, yang bahkan belum mengecap manisnya sebuah pernikahan.

“Aku harus ingat dengan kesepakatan yang sudah dibuat bersama Darka,” ucap Tiara sembari menyentuh dadanya yang terasa tersengat sesuatu.

Setelah mengatakan hal tersebut, Tiara pun beranjak untuk mengerjakan apa yang perlu ia kerjakan. Ya meskipun Tiara tentu saja tidak bisa berbohong dengan mengatakan jika dirinya baik-baik saja dan tidak merasa lelah dengan semua yang ia kerjakan itu. Mengingat panti, Tiara pun teringat dengna ibu asuh dan para adiknya di sana. Sudah tepat satu minggu dirinya menikah dan itu artinya sudah satu minggu ia tidak bertemu dengan mereka. Karena Tiara tidak memiliki ponsel, ia tidak bisa menghubungi mereka. Ada telepon rumah pun, Tiara merasa jika dirinya tidak bisa menggunakannya untuk menghubungi panti. Tiara takut jika dirinya akan lemah dan menangis mengeluhkan keputusan yang sudah ia ambil sebelumnya. “Kamu harus kuat. Ini keputusan yang sudah kamu ambil. Meskipun terasa berat dan melelahkan, jika dihadapi dengan berani pasti bisa berjalan dengan baik,” ucap Tiara menguatkan dirinya sendiri.

Malam hari pun tiba, dan Tiara sudah mengenakan gaun tidur yang dibelikan oleh mertuanya. Ini gaun tidur yang terasa nyaman dan tidak tipis. Karena itulah, Tiara bisa mengenakannya dengan nyaman dan tidak perlu merasa canggung karena mengenakan gaun yang terlalu tipis hingga tampak pakaian dalam yang ia kenakan seperti saat di hotel. Tiara menutup semua masakan yang sudah ia masak untuk makan malam dengan tudung saji. Sebelumnya, karena merasa sangat lapar, Tiara makan sedikit. Hal itu sengaja Tiara lakukan agar nanti dirinya bisa makan bersama dengan Darka, meskipun Darka sampai saat ini masih belum mau memakan masakan buatan Tiara.

Tiara menatap jam dinding, sudah malam dan Darka belum pulang. Darka memang mengatakan jika dirinya akan pulang esok pagi. Namun, Tiara rasa tidak ada salahnya jika dirinya berharap dan berdoa agar Darka bisa pulang secepat mungkin sebelum tengah malam tiba. Tiara berharap, setidaknya Darka bisa menghabiskan waktu makan malam bersama dengannya. Tiara jelas merasa kesepian ditinggal sendirian di rumah yang menurutnya besar ini. Di panti, Tiara terbiasa dikelilingi oleh anak-anak yang selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi. Lalu kini Tiara harus tinggal di rumah besar seorang diri, tentu saja Tiara merasa perbedaan yang sangat jauh.

Saat Tiara memutuskan untuk menunggu kepulangan Darka di kamar, Tiara mendengar seseorang mengetuk pintu. Sejenak, Tiara ragu untuk membukakan pintu. Karena orang yang datang mengetuk pintu, sudah dipastikan jika ini bukan Darka melainkan seseorang yang memang datang untuk bertamu. Namun, siapa yang datang bertamu di jam ini? Bukankan sudah cukup larut untuk datang ke rumah orang lain? Di tengah kegelisahan Tiara itu, Tiara mendengar suara yang ia kenali. “Tiara, buka pintunya. Ini Papa dan Mama.”

Sadar jika yang datang adalah mertuanya, Tiara pun segera beranjak untuk membuka kunci pintu dan membukanya. “Mama, Papa?”

Setelah mencium tangan keduanya, Tiara mempersilakan mertuanya untuk masuk ke dalam rumahnya yang tertata rapi dan bersih. Puti dan Nazhan tahu jika Tiara bekerja keras untuk memastikan jika rumah tetap bersih dan rapi. Tiara sendiri segera beranjak membuat minuman untuk mertuanya dengan cekatan dan kembali dengan sebuah nampan. Tiara bertindak dengan sangat lues, seolah-olah dirinya memang sudah sangat terbiasa melakukan pelayanan semacam itu. Setelah menyajikan minuman, Tiara pun duduk di seberang keduanya.

“Kedatangan kami pasti mengganggu waktu istirahatmu, ya?” tanya Puti lembut.

“Tidak. Mama dan Papa tidak boleh berpikir seperti itu. Kedatangan kalian pasti akan Tiara dan Darka sambut dengan baik kapan pun,” jawab Tiara tulus.

Seakan-akan baru sadar, Puti pun mengernyitkan keningnya. “Ah, iya. Di mana Darka?” tanya Puti.

Tiara terkejut dan bingung harus menjawab seperti apa. Tentu saja sangat tidak mungkin bagi Puti untuk menjawab jika saat ini Darka tengah menghabiskan waktunya bersama wanita simpanannya. Nahzan yang bisa melihat keraguan tersebut segera ikut dalam permbicaraan tersebut. “Apa Darka pergi ke luar rumah? Tidak perlu takut. Jawablah dengan jujur,” ucap Nazhan.

Tiara kesulitan mengatakan kebohongan. Tiara menggigit bibirnya, dan hal itu membuat Puti serta Nazhan yakin jika sang putra memang tengah tidak berada di rumah. Puti seketika merasa sangat marah. Rasanya, keputusannya untuk menarik bawahan yang ia tugaskan untuk mengawasi Darka itu salah. Jika tadi pagi Puti tidak menarik perintahnya, pasti Puti bisa menangkap basah putranya yang ke luar rumah dan keluyuran hingga malam seperti ini. Dengan mudah, Puti bisa membaca apa yang saat ini tengah dilakukan oleh Darka dan semakin kesal saja. “Dasar anak itu!” seru Puti lalu mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Darka.

Nazhan sendiri menghela napas dan mengurut pelipisnya. Nazhan menatap menantunya dan bertanya, “Darka ke luar rumah sejak kapan? Tidak apa-apa, jawablah dengan jujur. Apakah sudah lama?”

Tiara lagi-lagi menggigit bibirnya. Tentu saja ia tidak bisa mengabaikan kembali pertanyaan yang sudah diajukan oleh mertuanya ini. Tiara pun memutuskan untuk menjawab jujur. Dengan pelan, Tiara menjawab, “Darka ke luar sejak pagi.”

Mendengar jawaban Tiara, Puti yang masih berusaha untuk menghubungi putranya, melotot penuh kemarahan. Telepon Puti di angkat tepat sedetik kemudian. Puti pun bertanya, “Di mana?”

“Di mana lagi, kalau bukan di rumah, Ma,” jawab Darka santai.

“Oh, ya? Padahal sekarang Mama sedang di rumahmu, tapi Mama tidak melihatmu di mana pun.”

Ucapan Puti tersebut sanggup membuat Darka bungkam saat itu juga. Puti menggeretakkan giginya merasa sangat marah pada putranya. “Pulang sekarang juga, atau Mama coret namamu sebagai pemegang hak waris!”

.

.

.

Nah nah, Darka kurang ajar banget yak

Menurut kalian, suami kayak Darka harus digimanain nih?

Tulis komentar kalian yaw, jangan lupa kasih bintang limanyaaa

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status