Share

14. Perkataan Tajam

Darka tampak menggebu berharap untuk segera mendapatkan pelepasannya dengan bantuan Vanesa yang mengerang di bawah tindihannya. Namun, pikiran Darka terasa tidak nyawan. Rasanya, ada sesuatu yang salah di sini. Darka baru saja akan mendapatkan pelepasannya, saat dirinya melirik pada ponselnya yang tergeletak di atas nakas dan melihat nama sang ibu di sana. Seketika, gairah Darka padam. Darka melepaskan diri dari Vanesa begitu saja membuat Vanesa mengeluh kesal. Namun, saat melihat raut wajah Darka yang serius, Vanesa membungkam bibirnya rapat-rapat, sadar jika ada hal serius yang tengah terjadi.

Vanesa tentu saja harus menyadari batasan dan memahami situasi serta kondisi yang tengah berlangsung. Itu juga adalah nilai tambah bagi Vanesa sehingga dirinya bisa bertahan begitu lama di sisi Darka, dan berakhir menjadi wanita yang paling dipercaya oleh Darka sebagai seorang wanita yang bisa memuaskannya di atas ranjang. Darka mengenakan celananya sebelum mengangkat telepon dari sang ibu. Tentu saja, Darka berusaha untuk mengatur napasnya yang semula memburu untuk stabil agar tidak membuat ibunya curiga. “Di mana?” tanya Puti dengan suara dingin yang membuat Darka menelan ludahnya dengan kelu.

Suara dingin itu terasa menembus dan hampir membuat sekujur tubuh Darka menggigil karena merasakan sebuah ancaman mengerikzn. Sepertinya, inilah yang membuat Darka sejak tadi tidak bisa berkonsentrasi. Padahal, biasanya Darka tidak akan peduli dengan dunia saat tenggelam dalam gairah. Dan inilah yang terjadi. Sang ibu menghubunginya tepat saat dirinya tengah menggauli wanita lain selain istrinya, yang itu artinya ia sudah mengingkari perjanjian yang sudah ia sepakati dengan kedua orang tuanya. Jika Darka yang ketahuan mengingkari perjanjian, sudah dipastikan jika semua pengorbanan Darka  untuk menikahi Tiara hanya akan menjadi hal yang sia-sia.

Darka berdeham. Ia tidak boleh membuat sang ibu membaca gelagat aneh dan pada akhirnya curiga padanya. Jika sampai itu terjadi. Maka Darka benar-benar akan tamat riwayatnya. “Di mana lagi, kalau bukan di rumah, Ma,” jawab Darka santai. Lebih tepatnya berusaha untuk terdengar santai seolah-olah apa yang ia katakan memang hal yang sebenarnya.

Sikap santai Darka juga sangat berbeda dengan debaran jantungnya yang menggila. Tentu saja Darka agak cemas karena dirinya saat ini jelas tengah berbohong pada ibunya. Vanesa yang menyadari jika telepon yang diterima oleh Darka adalah telepon dari sang nyonya Puti yang terkenal dengan ketegasannya, segera menutup mulutnya rapat-rapat. Tentu saja ia tidak boleh mengatakan apa pun yang bisa membuat sang nyonya menyadari kehadarannya di sana. Meskipun Vanesa bisa melakukan hal gila untuk mendapatkan Darka, tetapi ia tidak segila untuk berhadapan dengan Puti yang terkenal bisa bertindak kejam pada orang yang membuatnya terganggu.

Jantung Darka berdebar kencang. Jelas Darka berharap jika sang mama percaya dengan apa yang sudah ia katakan. Jika iya, setelah menutup telepon ini, Darka akan segera pulang. Ia menimbang jika tindakannya untuk bersenang-senang terlalu cepat. Ini bisa membuat dirinya berada dalam bahaya. Sepertinya, pilihan yang paling tepat untuk saat ini adalah tetap menghabiskan waktunya di rumah sembari mempermainkan Tiara, hingga masa cutinya benar-benar habis. Setelah dirinya kembali bekerja nanti, pasti akan ada banyak waktu baginya untuk mendapatkan waktu untuk bersenang-senang dengan para wanita yang akan menghangatkan ranjangnya.

“Oh, ya? Padahal sekarang Mama sedang di rumahmu, tapi Mama tidak melihatmu di mana pun.”

Bagai petir di siang bolong. Jantung Darka terasa berhenti berdetak. Ini benar-benar gila. Kenapa ibunya bisa mengunjungi rumah tanpa memberikan kabar sebelumnya? Atau mungkin, Tiara mengabari keduanya dan membuat kedua orang tuanya itu datang ke rumah? Darka takut, dan marah saat ini. Ia takut menghadapi kemarahan sang mama, dan merasa marah pada Tiara yang ia anggap sudah berhasil mempermainkannya. “Pulang sekarang juga, atau Mama coret namamu sebagai pemegang hak waris!”

Begitu sambungan telepon terputus, Darka menghela segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan jejak-jejak percintaannya dengan Vanesa. Meskipun sudah ketahuan basah ke luar dari rumah, tetapi Darka setidaknya harus menunjukkan jika dirinya tidak menyentuh wanita mana pun di luar rumah. Beberapa saat kemudian Darka ke luar dari kamar mandi dengan kondisi yang lebih rapi. Vanesa mendekat dan berniat untuk memeberikan ciuman perpisahan, tetapi Darka menatap tajam pada Vanesa. “Aku sudah susah payah menghilangkan semua jejak wanita di tubuhku, apa kau ingin menghancurkan usahaku?” tanya tajam Darka.

Vanesa tidak boleh merasa tersinggung atau pun kesal karena pertanyaan tajam yang dilntarkan oleh Darka. Vanesa memasang senyum manis dan berkata, “Maafkan aku. Sekarang pergilah. Kapan pun kau bisa menghubungiku.”

Darka tidak mengatakan apa pun dan pergi begitu saja meninggalkan Vanesa yang segera mengurai senyum manisnya. Vanesa melangkah menuju dapur dan mengeluarkan vodka dari lemari penyimpanan alkoholnya.

“Jika semua jalan sudah tertutup, aku tidak akan menyerah. Aku hanya tinggal membuat jalan yang baru,” ucap Vanesa sembari menyeringai dan meminum alkoholnya dengan suasana hati yang mulai membaik.

Vanesa jelas lebih berpengalaman dari Tiara. Jauh lebih berpengalaman dari Tiara yang bahkan belum pernah disentuh oleh lelaki. Vanesa akan membuat Tiara bertemu dengan kehancurannya dan tidak lagi bisa bertahan di sisi Darka. “Aku akan memastikan, jika setiap waktu yang kau habiskan sebagai istri Darka, hanya terasa seperti neraka. Ya, aku akan memastikan itu, kau hanya tinggal menunggu waktunya,” ucap Vanesa sembari terkekeh menyeramkan.

**

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Darka untuk tiba di kediamannya yang baru, di mana dirinya tinggal bersama Tiara. Di depan gerbang, ia bisa melihat mobil pribadi sang ayah, yang tandanya kedua orang tuanya masih berada di rumahnya. Darka memarkirkan mobilnya di garasi. Setelah menenangkan dirinya, Darka pun turun dari mobil mewah miliknya dan meangkah untuk memasuki rumahnya. Mungkin, karena terbiasa, Darka tidak mengucapkan salam saat memasuki rumah. Saat itulah, Puti yang masih berada di ruang tamu dengan tajam berkomentar, “Sepertinya, Mama tidak membesarkan seekor ayam.”

Darka berdeham, dan mengucapkan salam. Ia tentu mengerti jika Putim menyinggung Darka yang masuk tanpa mengucap salam. Darka lalu beranjak mencium tangan ibu dan ayahnya sebelum duduk di samping Tiara. Tentu saja, Tiara juga mencium punggung tangan Darka dengan hormat, meskipun raut wajah Darka tampak tegang saat bibir lembut Tiara menyentuh permukaan punggung tangannya. Rasanya, Darka ingin sekali mencicipi kelembutan bibir itu. Namun, Darka tidak mungkin membuang harga dirinya untuk menyentuh wanita yang ia anggap tidak selevel dengannya itu.

Puti pun menatap tajam pada Darka dan bertanya, “Dari mana?”

Darka pun dengan lancar menjawab, “Habis bertemu dengan Jarvis.”

Tentu saja, sebelumnya Darka sudah menghubungi Jarvis dan meminta sahabatnya itu membantunya dalam masalah meyakinkan ibunya. Sudah dipastikan jika nanti Puti dan Nazhan akan memeriksa jawaban yang sudah diberikan oleh Darka. Darka berpengalaman menghadapi kedua orangtuanya. “Benarkah? Bagaimana kalau Mama menghubungi Jarvis dan mendapatkan jawaban yang tidak sama dengan jawaban yang kamu berikan?” tanya Puti.

“Jawabannya pasti sama. Kami menghabiskan waktu di apartemennya dengan bermain games dan makan. Aku tidak melanggar apa yang sudah kita sepakati, Ma,” jawab Darka dengan penuh percaya diri.

Nazhan sendiri mengamati ekspresi putranya. Sebenarnya, Nazhan agak menyesal karena sudah memberikan ilmu untuk mengendalikan ekspresi karena pada akhirnya Darka memanfaatkan kemampuannya seperti ini. Puti masih menatap tajam pada putranya, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Darka. Tentu saja, Darka yang merasa agak terdesak segera berkata, “Jika Mama masih tidak percaya. Mama bisa menelepon Jarvis dan bertanya padanya. Tolong jangan menatap Darka dengan penuh kecurigaan seperti itu. Darka benar-benar tidak nyaman dengan tatapan itu.”

“Untuk apa Mama menghubungi Jarvis. Sebelumnya, kamu pasti sudah menghubunginya agar memberikan jawaban yang sesuai dengan apa yang kamu katakan sebelumnya. Sekarang kita lewatkan masalah itu, dan anggaplah kamu memang menghabiskan waktu dengan Jarvis,” ucap Puti. Darka diam-diam menghela napas dalam hatinya, setidaknya saat ini Darka bisa bernapas lega karena dirinya tidak perlu lagi mencemaskan Puti yang akan mendesaknya menjawab dengan jujur ke mana dirinya sudah pergi.

“Jangan merasa lega terlebih dahulu,” ucap Puti saat melihat jika Darka lebih rileks daripada sebelumnya.

Darka hampir mengeluh saat mendengar apa yang sudah dikatakan oleh sang mama. Namun, ternyata, Nazhan yang melanjutkan pembicaraan tersebut. “Papa dan Mama memberikan cuti padamu bukan untuk membuatmu bersenang-senang di luar seorang diri seperti ini, Darka. Kau bahkan tidak memberitahu Puti kau akan pergi ke mana. Apa kau tidak berpikir bagaimana perasaan Puti?” tanya Nazhan.

Darka saat itu melirik pada Tiara yang tampak gelisah di sampingnya. Itu artinya, Tiara tidak mengatakan apa pun mengenai apa yang sudah dikatakan Darka sebelum ia pergi menemui Vanesa. Kenapa Tiara menyembunyikan masalah itu? Apa karena Tiara takut padanya? Atau mungkin Tiara tengah melindungi harga dirinya sebagai seorang istri? Apa Tiara pikir, dengan menyembunyikan fakta bahwa Darka pergi menemui wanita lain, Darka bisa melihat Tiara sebagai wanita yang pantas untuk menjadi istrinya? Memikirkan hal itu, Darka malah merasa semakin kesal pada Tiara.

“Apa mungkin kau lupa dengan apa yang sudah Mama katakan padamu?” tanya Puti.

“Perkataan Mama yang mana?” tanya balik Darka.

“Tentang kamu yang harus menjaga sikap. Jangan membuat Mama dan Papa kecewa, Darka. Ini adalah kesempatan terakhirmu. Jika kamu tetap mengulangi kesalahan yang sama seperti kesalahan yang sudah pernah kamu lakukan sebelumnya, maka Mama dan Papa tidak akan lagi memberikan toleransi padamu,” ucap Puti.

Puti dan Nazhan sudah menyepakati hal ini bersama. Jika sampai Darka mengulangi kesalahan yang sama, maka keduanya tidak akan segan-segan melakukan apa yang sudah mereka ancamkan pada Darka. Selama ini, Puti dan Nazhan memang mengancam Darka untuk mencoret nama putra mereka itu sebagai pemegang hak waris dan mencoretnya dari kartu keluarga. Itu artinya, Darka secara resmi tidak bisa lagi menyandang nama Al Kharafi di belakang namanya. Di sisi lain, artinya Darka jatuh miskin seketika. Puti dan Nazhan bangkit. Nazhan pun berkata, “Kami sebenarnya datang untuk berkunjung dan makan malam bersama kalian. Tapi, melihat situasi yang tidak memungkinkan, rencana akan kami batalkan. Sekarang istirahatlah. Kami pulang dulu.”

Keduanya pergi setelah mengucapkan salam, dan meninggalkan Tiara yang mengantarkan mereka hingga depan pintu. Saat berbalik akan memasuki rumah, Tiara ditarik dengan kasar oleh Darka agar melangkah dengan cepat hingga tiba di dalam ruang tamu. Darka mencengkram rahang Tiara dan bertanya, “Apa kau sekarang bahagia karena sudah membuatku kembali mendapatkan peringatan dari kedua orang tuaku?”

“Da, Darka, lepas dulu. Ini sakit,” ucap Tiara sembari mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Darka.

Darka mendesis marah dan melepaskan cengkraman itu dan hampir membuat Puti terhempas. “Apa kau pikir, dengan bungkam dan tidak mengatapan apa pun pada Papa dan Mama bisa membuat penilaianku padamu menjadi lebih baik?” tanya Darka dengan tajam.

Tiara sadar, jawaban apa pun yang ia berikan pada Darka sama sekali tidak akan membuat perasaan pria yang tengah marah di hadapannya ini membaik. Jadi, Tiara memilih untuk diam. Tindakan Tiara itu membuat Darka marah. Tentu saja, Darka bisa membaca apa yang dipikirkan oleh Tiara, dan merasa jengkel karena Tiara ternyata bisa menempatkan dirinya dengan baik dalam situasi seperti ini. Pria itu memberikan tatapan tajam sebelum berkata, “Jangan pernah bermimpi.”

Darka mengulurkan tangannya dan mendorong bahu ringkih Tiara dengan telunjuknya. “Jangan pernah bermimpi untuk berperan sebagai istri yang sesungguhnya. Karena sampai kapan pun, kau hanya akan mendapatkan status istri, tanpa mendapatkan hak sebagai seorang istri. Kau sama sekali tidak pantas untukku. Bagaimana bisa seorang putra dari keluarga konglomerat disamakan dengan gadis yang tumbuh besar di panti asuhan. Ditambah dengan kelahirannya yang tidak jelas. Ingat, orang tuamu saja membuangmu, Tiara. Itu sudah lebih dari cukup mengonfirmasi betapa tidak berharganya dirimu sebagai manusia.”

.

.

.

Darka bibirnya minta dicabein!!

Menurut kalian, selain dicabein, bibir Darka enaknya diapain?

Jangan lupa tinggalin jejak kalian dengan kasih bintang lima nyaaa

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Shifa
Ini penulis nya rada linglung ya? Masa iya posisi tiara ama ibu darka(puti) kebalik? Mojok kedepannya di koreksi sebelum di post
goodnovel comment avatar
Dian Nafizberil
laki2 kok lemes...bikes
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status