Share

Bab 4

"Maaf, bukan peraturan aneh, tapi pack kami memang terkenal akan rasa penyayangnya, jadi ... tidak ada ego saat memandang kasta, baik siapa pun itu, selama rasa hormat masih dijunjung," balas Emely, tak terima jika peraturan pack-nya direndahkan.

"Apa posisimu di pack itu, hm?"

"Aku seorang luna, tapi tidak lagi setelah meninggalkannya karena aku menyerahkan status alpha ke beta-ku," jawab Emely, raut wajahnya berubah sedih karena mengingat Glourius harus menanggung beban seorang diri.

Maafkan aku, kumohon ... jika aku kembali di pack, tolong terima diriku dengan baik.

Aralt seketika berpikir, menimbang-nimbang peraturan pack milik Emely yang terbilang menarik, sementara Reinard, dia cukup terkejut ketika mengetahui orang asing ini merupakan luna di pack-nya, tapi itu tiada arti ketika dia telah melepasnya.

"Luna atau apa pun itu, aku tak peduli, aneh tetap aneh."

Emely mendengus, mengabaikan ucapan beta itu yang sangat menyebalkan, jika diladeni, dia pasti menjadi-jadi.

"Peraturannya tidak aneh, itu unik Reinard, dan sekarang ... para omega boleh bergabung makan karena kursi pun masih banyak yang kosong." Keputusan Aralt membuat Reinard hampir stress, ada apa dengan alphanya? Omega merupakan kasta terendah di pack, dan para omega itu akan bergabung dengan mereka?

"Alpha, harga diri kita akan menyamai mereka?"

"Bukan menyamai. Ini bentuk prihatin, walaupun kasta berbeda, omega ini sama dengan kalian, mereka juga merasakan lapar dan itu akan berefek pada kerja mereka nantinya," ujar Emely, mengambil alih hak Aralt untuk menjawab lantaran terlalu kesal dengan beta yang angkuhnya agak jahat.

"Bukan kau yang kutanya, orang asing!"

"Ekhem, sudah kuputuskan bahwa mereka ikut bergabung di sini, dan Emely, silakan duduk di sampingku, sayang."

"Aku tidak mau, aku ingin di samping Bibi Fasha saja."

Mendengar jawaban tersebut, Aralt menghela napasnya. "Kenapa?"

"Kau jahil dan penggoda, aku sedikit takut," jawab Emely.

Reinard melongo, ia tak salah dengar bukan? Bahwa alpha-nya menyebut wanita itu dengan sayang? Dan dengan mudahnya, si Emely ini menolak ajakan pemimpin Canavaro?

"Ck, tidak tahu berterima kasih, pergi saja jika kau tak taat aturan, karena seorang alpha tak ada yang boleh menolak perintahnya," ujar Reinard. Emely tersenyum sinis, dengan mata yang dimicingkan menatap pria itu, kemudian membalas, "Selama perintahnya menguntungkan dan tidak membuatku was-was, akan kulakukan, Beta Canavaro."

"Sudahlah, Reinard. Biarkan saja, dia belum terbiasa dengan ketampananku," ucap Aralt dan Emely memandangnya dengan malas.

"Narsis lagi."

Reinard akan menyahut lagi, begitupun dengan Aralt. Namun, peringatan dari Fasha langsung membungkam mulut mereka. "Makan! Tak ada pembicaraan lagi, mengerti?"

"Me-mengerti, Bibi," balas Reinard, yang sedikit ketakutan. Sama halnya dengan Aralt, Reinard pun selalu dirawat oleh Fasha ketika dia bermain bersama Aralt sejak kecil, jadi, jangan heran jika alpha dan beta itu, begitu penurut dengan bibi tersebut.

Emely, sekarang dia menahan tawa melihat mereka semua langsung terdiam, akan tetapi, tatapan dari pria menyebalkan itu terus melekatinya, seakan ingin menelanjangi Emely pada detik ini juga, dan tatapan itu berasal dari Aralt.

Selesai acara makan, Emely berniat untuk jalan-jalan bersama Fasha, ketika ia ingin meminta hal tersebut ke wanita itu, sebuah tangan menariknya dengan pelan, membawa tubuh kecilnya begitu pas dalam pelukan seseorang yang terasa hangat. "Ingin ke mana? Sebutkan saja, aku yang akan mengantarmu, honey," tanya Aralt.

Emely mendongak, mendengus sebal ke arah pria itu dan menolak permintaannya secara mentah-mentah, "Maaf, tidak bisa. Dan kumohon, jangan memanggilku honey, karena ... argh, itu menggelikan, Aralt."

"Baiklah, aku takkan memanggilmu honey, tapi horny, bagaimana?" tawarnya dengan alis yang dinaikturunkan.

"Selain angkuh, ternyata sifatmu mesum juga, aku semakin takut karena bisa-bisa kau akan memperkosaku, Alpha," jawab Emely dan Aralt langsung tertawa. "Aku akan melakukan itu, jika kau berselingkuh."

"Hei, mana ada? Aku bukan kekasihmu!"

"Maka dari itu, jadilah kekasihku!"

"Tidak mau!"

"Mau!"

"Tidak!

"Tidak!"

"Mau!" Aralt tersenyum puas mendengarnya, ia langsung membenamkan wajahnya di cekuk leher Emely sambil menoel-noelkan hidungnya dengan gemas di sana. Emely sendiri tak tahan karena kegelian membuat bulu romanya merinding.

"Hentikan Aralt, ini sangat geli."

Aralt tersenyum, ia menghentikan aktifitas tersebut, tapi menggantinya dengan hal baru, yaitu mengecup lembut leher Emely yang menciptakan sensasi lain, yaitu nyaman dan menggairahkan.

"Serigala mesum, hentikan, atau aku menyubitmu!"

"Baik, baiklah, jangan menyubitku sayang. Takkan kulakukan lagi untuk sementara waktu."

Emely menatapnya tajam dan Aralt terkekeh karena melihat mata wanita itu yang sedikit bulat, tak membuatnya takut, melainkan semakin menyukai tatapan gadis tersebut, apalagi dengan bola mata yang sedikit berwarna hijau jernih, membuatnya sedikit tenang dan masuk ke dalamnya.

"Kau benar-benar indah, aku semakin menyukaimu, entah kapan kau mengakuiku sebagai mate," lirih Aralt dan Emely mendengar ujaran sedih itu dan ia merasa bersalah seketika, tapi ... mau bagaimana lagi? Ia memang tak merasakannya.

Selanjutnya, Aralt membawa Emely ke tempat latihan para warrior yang sedang mengasah kemampuan bertarung mereka. Lapangannya begitu luas, bahkan persenjataan tersedia di sana, membuat Emely ingin memegangnya. "Aralt, boleh aku ke sana?"

Aralt mengangguk, menggandeng tangan Emely kemudian membawanya ke lapangan. Hal tersebut, menghentikan sejenak aktifitas para warrior yang sedang fokus berlatih karena perhatian mereka yang terpikat.

"Siapa dia? Aku baru melihatnya?"

"Teman alpha?"

"Hm, kurasa bukan, mereka lebih dekat lagi, coba lihat tangan alpha yang menggandeng lengan wanita cantik itu."

"Apakah dia mate-nya?"

"Tepat sekali, alpha telah menemukan mate-nya." Sahut salah satu warrior membuat semuanya seketika bersorak kencang membuat Aralt menautkan kening ketika mendengar suara kebahagiaan itu, apalagi melihat mereka yang kini berkumpul menghampirinya.

"Selamat Alpha, Anda telah menemukan mate, dan dia sangat cantik."

Aralt langsung tersenyum bangga dan langsung memeluk Emely ke dekapannya. "Dia memang mate-ku, tapi sayang ... dia tak merasakan hal yang sama."

Para warrior menggaruk kepala mereka karena tak mengerti, bagaimana mungkin wanita itu tak merasakan kehadiran serigala tuannya.

"Doakan saja, dan kembalilah berlatih agar kemampuan kalian semakin kuat karena kita tidak tahu, kapan musuh akan menyerang dan seberapa besarnya kekuatan mereka!" tegas Aralt, semuanya langsung menunduk hormat dan kembali berlatih. Beberapa detik Emely terpesona dengan kewibawaan Aralt yang sangat berkharisma, barusan, dia melihat sosok lain dari Aralt ketika raut wajahnya berubah.

"Kenapa tidak seperti itu saja? Kau nampak jauh lebih tampan dan berkharisma, tidak seperti sebelumnya yang jahil dan sok tampan," ucap Emely dan Aralt langsung tertawa.

"Akhirnya kau mengaku juga, pesonaku memang sulit terbantahkan, bukan?"

Emely tersenyum, kemudian mengangguk. "Aku takkan berbohong dan kali ini mengakui pesonamu yang sangat memikat," balasnya dan membuat Aralt semakin senang lalu mengecup bibir wanita di depannya dengan refleks.

Aralt sebenarnya tidak menyangka jika bibirnya bergerak sendiri, ia ingin melepaskan pautan tersebut, tapi ... sebuah tangan menahan tengkuknya agar benda kenyalnya tetap menyatu dengan bibir Emely, dan ... Aralt suka ini, dia melumat bibir wanitanya dengan lembut sembari memejamkan mata. Sebaliknya, Emely pun sama, dia mengalungkan tangan pada leher Aralt, didukung oleh kaki yang bertumpu kuat untuk menahan tekanan bibir di atasnya, serta mengabaikan hiruk pikuk yang sedang menonton, bersama kicauan mereka yang memuji.

"Eum ... Aralt, cukup, aku baru sadar jika orang-orang melihat kita," ucap Emely. Aralt melepaskan pagutannya, tapi menutup dengan sebuah kecupan singkat karena sedikit tidak rela melepaskan cumbuannya.

"Bibirmu lembut, pas dengan bibirku yang menggairahkan. Bahkan, Jason terus meraung bahagia, membuat kepalaku sedikit pusing," balas Aralt. Emely tersanjung akan hal itu, tak menutup kemungkinan dengan pipinya yang pasti nampak merona sekarang.

Keduanya menuju tempat persenjataan, sesuai keinginan Emely untuk menyentuh benda tersebut. Sebuah pedang, berada pada genggaman Aralt, dengan pelan ia memberikan benda tersebut ke Emely dan Emely merasa bahwa pedang di genggamannya sekarang, benar-benar berat.

Aralt terkekeh, ia segera membelakangi Emely kemudian menuntun wanita tersebut untuk mengayunkan pedang sembari mengajarinya cara bertarung dengan baik ketika menggunakan pedang ini.

"Cukup ikuti tuntunanku sayang, tanganku akan membuat gerakan yang mampu membuatmu terpukau dan merasa nyaman," ucap Aralt. Sesuai perkataannya, tuntunan dari pria tersebut Emely ikuti sehingga ia bagaikan kesatria yang sedang bertarung.

Cukup lama Aralt melatih Emely bermain pedang sehingga wanita itu mulai kelelahan dan Aralt pun menghetikan latihannya.

"Puas?"

"Sangat, terima kasih, Aralt."

"Tentu, kuharap kau tidak memedangku ketika pandai memainkan benda ini," balas Aralt, kemudian terkekeh. Emely tertawa kecil dan menatap jahil pria di depannya. "Kemungkinan diriku melakukan itu, ketika kau terus menjahiliku Aralt."

"Aku terus menjahilimu, akan selalu karena itu hobiku."

"Hei, sejak kapan?"

"Sejak aku melihatmu."


Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wahyuni Suriati
eh apa kabar lukanya emely, sudah sembuhkah 🤔 udah main pedang aja nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status