Share

Bab 7

"Pegang yang erat."

"Eum, apakah tidak sakit kalau aku menarik bulumu ini?"

"Tidak, mate." Emely mengangguk mendengarnya kemudian berpegang erat, tak menarik bulu Jason, melainkan memeluk leher serigala tersebut sembari menikmati sisiran bulunya yang hangat.

Sesampainya di Canavaro Pack, Jason memilih masuk ke kamarnya dulu karena tentu dia akan telanjang jika berganti shift di hadapan Emely, sebenarnya tidak masalah juga di depan mate-nya, hanya saja ... dia tidak ingin orang lain menikmati kegagahan tubuhnya selain Emely seorang.

Fasha, dia memeluk Emely dengan erat dan terus bertanya mengenai keadaan wanita tersebut. "Astaga, Nak. Kamu buat Bibi khawatir, dari mana aja? Dan kamu gak apa-apa, kan?"

"Aku baik-baik saja, Bi. Walau sempat diriku ketakutan ketika tersesat di tengah hutan, untunglah Aralt segera datang dengan wujud serigalanya."

Fasha menghela napas lega. "Lain kali tidak usah mencarinya sampai sejauh itu, dia akan kembali, Nak."

"Maafkan aku, Bi. Telah membuatmu khawatir, lain kali takkan seperti ini lagi," balasnya penuh janji dan Fasha mengangguk percaya.

Tak lama kemudian, Aralt pun kembali, menarik mate-nya kemudian mencari luka di sekujur tubuh wanita tersebut yang berakhir dia merasa lega.

"Kenapa sangat berani keluar, hm? Kau ingin membuatku mati?" tanya Aralt.

"Eum, maafkan aku. Aku mencarimu tadi dan tidak sadar masuk terlalu jauh di hutan," jawab Emely. Aralt pun mengerutkan kening, lalu bertanya kembali, "Kenapa kau mencariku? Kenapa tidak menunggu saja?"

Emely terdiam, dia pun tidak tahu untuk apa ia mencari pria ini? Kemungkinan juga dirinya lupa, dan ... kini Emely sadar dengan wajah yang meronanya, bahwa ia sedang merindukan Aralt. Tapi, apakah ia harus mengungkapkannya? Sementara dirinya begitu malu untuk melontarkan kalimat tersebut.

"Mate? Apa yang kau pikirkan? Kau tersenyum sendiri," heran Aralt.

"Maaf, aku pun tidak tahu kenapa bisa mencarimu, tapi a-aku akan jujur, bahwa aku sedikit merindukanmu," jawabnya.

Bukannya senang, Aralt menampilkan raut wajah yang agak sedih. "Sedikit merindukanku? Hanya sedikit? Padahal ... aku jauh merindukanmu setiap malam, agar dapat memelukmu di ranjangku hingga terbitnya fajar, tapi, itu tidak mungkin kulakukan sebelum dirimu benar-benar siap untuk kutandai," ujarnya, membuat Emely agak tidak percaya, serta ia selalu bertanya pada pikirannya, apakah mungkin ia mendapatkan mate lagi?

Untuk membunuh perasaan itu, Emely segera bertanya ke Aralt. "Begini, mate merupakan belahan jiwa yang dimiliki sekali oleh para kaum serigala, yang ingin kupertanyakan, mengapa aku memiliki mate lagi? Padahal sebelumnya, aku telah mendapatkannya."

Aralt langsung patah hati, ia merasa bahwa dirinya telah ditolak oleh Emely. Kenapa dia mempertanyakan itu? Padahal, bukan dirinya yang menentukan akan adanya mate atau tidak.

"Jadi? Apakah aku tidak akan memiliki mate setelah kau menolakku, Emely?" Nadanya berubah drastis, yang ada hanyalah keputusasaan dari lemahnya suara pria tersebut saat bertanya.

Emely pun terpaku, sepertinya ia salah dalam berucap, ia terus berpikir keras bagaimana cara menjawab pertanyaan Aralt. Namun, beberapa detik yang lalu, saking lamanya Emely berpikir membuat Aralt menghela napas berat kemudian meninggalkan wanita tersebut.

"Aralt, kau belum mendengar jawabanku!" teriak Emely, Aralt tak berbalik, ia terus melangkah hingga punggungnya menghilang. Sementara Fasha, wanita itu tak ingin mencampuri urusan mereka, akan tetapi ... mendengar ucapan Emely tadi, telah membuat putra angkatnya terpuruk dan dia harus menjelaskan ini.

"Nak," panggilnya, menepuk bahu Emely dengan pelan, kemudian melanjutkan ucapannya ketika wanita tersebut berbalik, "belahan jiwa hanya terjadi sekali, ketika belahan jiwa kita masih ada. Namun, jika dia telah tiada, Dewi Bulan dapat memutarnya kembali bukan? Dia akan menentukan kepada siapa kita akan berlabuh, dan kepada siapa pula takdir kita berada di hatinya," jelas Fasha, membuka pikiran Emely lebih luas lagi hingga membuatnya menyesal telah mengatakan itu.

"Terima kasih, Bi. Aku akan mengejarnya."

Fasha memandang lirih kepergian Emely, semoga saja dia dapat membujuk Aralt, karena hati pria itu tidak mudah untuk luluh.

Emely mencari keberadaan pria tersebut, dirinya mengetuk pintu kamar Aralt berulangkali dan tak mendapat jawaban dari dalam. Ia memutuskan memutar gagang pintu dan bersyukur ketika pintunya terbuka. Yah, Aralt berada di kamar tersebut dan pandangannya begitu kosong mengarah depan cermin. Rasa bersalah pun kian menghantui batin Emely yang semakin menjadi, dengan pelan ia menghampiri pria itu, lalu duduk di sampingnya.

"Maaf, perkataanku begitu keterlaluan, aku tak berhak mengatakannya bahwa belahan jiwa hanya terjadi dalam sekali. Aku bingung, heran, sekaligus takut, karena belahan jiwaku telah tiada, ia pun tiada dan aku tak berada di sampingnya, menyedihkan bukan? Waktu itu, aku sedang keluar bersama sang beta karena ingin belajar berburu, sementara mate-ku terkapar sakit di pack, aku pasangan yang bodoh dan dirimu tak pantas mendapatkanku karena kesalahan itu. Tak ada niat untuk menolakmu Aralt, kau sempurna dengan segala hal yang ada, wajah tampan dan tahta kau miliki, sementara aku? Aku bisa dibilang seorang manusia yang tak memiliki kemampuan selain berlari, meminta tolong, dan berteriak." Emely mengingat semua tingkah buruk dan kekeraskepalaannya sewaktu dia ingin belajar berburu, padahal mate-nya sedang tidak sehat dan ingin ia berada di sampingnya. Ketika dirinya telah pulang, barulah ia mendapatkan kabar tersebut bahwa sang alpha di red moon pack telah mengembuskan napas terakhirnya.

Aralt tetap diam, mendengar segala keluh kesah dan kesedihan Emely. Tapi, itu tak berdampak padanya, karena ia sedang merenungi nasibnya yang tidak mungkin mendapatkan mate.

"Aralt, tolong ... berbicaralah, aku sangat menyesal dan bersalah kepadamu, aku meminta maaf, dan aku pun ingin bersamamu jika aku benar-benar mate-mu, aku hanya, hanya trauma pada masa laluku," lirihnya di akhir kalimat, berharap Aralt akan membalas, tapi sepertinya, tak ada tanda-tanda lagi sehingga membuat Emely sadar betapa menjengkelkannya ia ketika pria itu menanti jawaban atas pertanyaannya tadi.

Emely tak menyerah, ia mengguncang tubuh Aralt. Pria itu pun tak bergeming, ia tetap diam dengan pandangannya yang kosong, hingga Emely hampir menyerah dan hanya memiliki satu cara saja, yaitu ... mengecup bibir pria itu dengan lembut, lalu mengalungkan tangannya di leher Aralt.

Cara yang dilakukan oleh Emely benar-benar berhasil, tangan Aralt bergerak dan menarik tengkuk wanita tersebut untuk memperdalam kecupannya, serta bibir mereka yang saling berpagutan. Emely tersenyum, ia menikmati cumbuan dari Aralt, terlebih lagi pria itu mengangkatnya dan membuatnya berbaring di ranjang, dengan dia yang sedang berada di atasnya.

Terlarut dalam kemesraan, membuat Aralt membuka pakaian atasnya dan menampilkan otot yang siap diraba oleh Emely. Otot keras yang terdiri dari enam itu, sedang tersusun rapi agar membuat Emely semakin bergairah untuk menerima beberapa cumbuan maut dari bibirnya.

Penandaan belum siap melandas dikarenakan Aralt akan benar-benar melakukannya ketika Emely telah jatuh hati padanya di saat ia wanita itu sangat yakin, bukan di saat dia merasa bersalah, karena kemungkinan ... pikiran Emely berubah pada suatu saat nanti.

Aralt pun melepas cumbuannya, napas mereka saling menyapa dan senyum dari keduanya saling menerbit kemudian menimbulkan kekehan kecil dari mulut Emely. "Sudah tenang, serigala buas?"

Aralt mengangguk, lalu mengecup bibir Emely sekali lagi, kemudian berbaring di sampingnya.

Jika Aralt yang menindih Emely tadi, maka sekarang, terbaliklah posisi tersebut, karena Emelylah yang menindih Aralt saat ini. Pria tersebut terkejut dengan apa yang ingin dilakukan oleh mate-nya.

"Ternyata tetap keras, bagaimana bisa dirimu memperoleh tubuh seindah ini, Aralt?" tanyanya, kemudian kembali berbaring di samping pria itu, sembari meraba-raba sedikit perut Aralt.

"Tentunya melatih otot tubuhku dengan berolahraga," jawab Aralt.

Tak sengaja, Emely melihat ada luka di lengan kanan mate-nya, dan ia baru menyadari ini. "Luka ini lumayan panjang sayatannya, apa penyebabnya?"

"Aku pernah bertarung melawan iblis, dan pedang terkutuknya melukai lenganku, dan luka ini tak dapat disembuhkan."

"Ke mana iblis itu?"

"Telah tiada, dia berhasil melukaiku di saat terakhirnya, itu pun dibantu oleh seorang penyihir jahat untuk menggerakkan pedang iblis tersebut ke tangannya," jawab Aralt.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status