Share

SENJA YANG DINGIN

H. Bahri duduk sendiri di ruang keluarga, acara pembacaan doa oleh masyarakat sekitar terlampaui sudah. Tujuh hari berlalu, keluarga besar telah pulang ke rumah masing-masing. Yang tersisa hanya H. Bahri dan tiga pembantu juga seorang sopir yang demikian setia. 
Suasana sunyi ini telah terjadi berulang kali sejak Rosdiana pergi, biasanya di rumah ini suaranya sering melengking saat melihat rumah sedikit kotor atau saat tahu H. Bahri terlambat pulang. Rosdiana yang cantik molek itu tubuhnya telah bersatu dengan tanah. Keindahan tubuh itu telah ternikmati oleh cacing tanah yang menjadi temannya. 

H. Bahri menonton televisi sambil menunggu maghrib tiba. Demi menutupi resahnya karena sunyi yang berkelana. 
H. Bahri menghubungi istri keduanya Karenina. 

"Assalamualaikum sayang. " Sapanya melalui video call. 
"Waalaikumsalam kak, apa kabar? "
"Kabar ku baik,yang pasti kangen padamu. "
"Bujur jua kah? "(Beneran nih?) 
"Iya sayang, aku kangen, rumah ini sepi, sunyi juga jadi seram. "
"Ah, kak Bahri ada-ada saja. "
"Beneran, aku mau minta kamu tinggal di sini biar aku tenang ga sepi lagi. Kamu mau kan? " Karenina nampak berpikir keras. Pindah ke rumah H. Bahri adalah mimpinya tapi ia tidak mau orang kampung bergunjing tentang keberadaannya yang muncul tiba-tiba disana. 
"Bagaimana sayang?,  mau kan? " Tanya H. Bahri lagi. 
"Mau sih, menemani suami ya harus mau tapi apa kata tetangga nanti? " Karenina menyampaikan gelisahnya. 
"Apa perdulinya dengan orang lain?  Yang penting kan aku, suamimu. " Jawab H. Bahri. 

Karenina tersenyum tampak jelita menggoda hingga kemudian matanya memerah, senyumnya berbeda, Karenina berubah menjadi wajah Rosdiana. 
H. Bahri melompat karena terkejut melihat wajah yang berubah itu. Ia lemparkan ponsel seharga sepuluh juta miliknya, hingga terpelanting ke tanah. 
"Kak, kak... " Suara di ponsel itu terdengar. H. Bahri makin merinding. 
"Kak, kak haji.... Kak haji dimana? " Gila, suara itu suara Rosdiana bukan lagi suara Karenina. H. Bahri merinding. Ia duduk di kursi paling ujung. Ia biarkan ponselnya tergeletak di lantai. Ia tidak ingin mengambilnya karena rasa takut masih menderanya. 

"Amirrrrr..... " Teriak H. Bahri pada sang sopir. 
Tak berapa lama sopir itu mendekat, ia terkejut melihat tuannya yang basah kuyup dengan keringat. Ia pun mendekat. 
"Ada apa pak Haji? " Tanya Amir pelan. 
"Aku tadi melihat Rosdiana. " Suara H. Bahri berbisik lirih di unung telinga Amir. 
Amir ikut terkejut. Ia mundur beberapa langkah. 
"Dimana pak haji? "tanyanya dalam resah. 
Dalam telponku, coba kau ambil lalu kau lihat. 

Amir sang sopir berjalan dengan mengendap. Memungut ponsel mahal itu dari lantai. Membolak-balik ponsel tersebut. Tak ada tanda apapun, tak ada Rosdiana istri majikannya. Hingga ia pun berpikir mungkin H. Bahri sedang berhalusinasi. Sudah jadi kebiasaan seseorang yang merasa kehilangan istrinya akan begitu. Sendirian, kesepian, memang bukan hal yang mudah. Terlebih ketika kita memiliki istri yang cantik jelita pastilah kesepian menderanya. Pikir Amir sang sopir. 

"Ini ponselnya pak haji, tak ada siapapun di sana. " Jawab Amir sambil tersenyum menyerahkan ponsel tersebut pada bosnya kemudian memilih pamit dan pergi. 
H. Bahri bingung melihat kenyataan itu,  tadi dengan jelas ia melihat wajah Rosdiana di ponselnya. 
Rosdiana dengan mata merah serta suara tawa yang melengking sangat keras. Menakutkan.Itu sebabnya H. Bahri melempar ponselnya, ketakutan yang muncul berlipat-lipat. Rosdiana mendadak jadi hantu dalam rumahnya sendiri. H. Bahri diam, mencari penyebab semua ini. Mungkin ada yang jadi impian dari Rosdiana hingga ia tidak bisa tenang di sana dan mengganggu di sini.H.Bahri mencari sesuatu, menajamkan ingatannya kiranya apa yang membuat Rosdiana begini. 

Ia masih duduk dan masih berpikir keras tanpa ia sadari sesosok wajah menatapnya, tatapan matanya haru, seolah ingin mendekat dan meminta maaf namun jarak mereka berdiri kian jauh. Wajah itu compang-camping. Tubuhnya tampak tirus dan lusuh. Ia terus memandang H. Bahri dari tempatnya seraya berkata "aku Rosdiana istrimu. " Sayang kalimat itu tak terdengar oleh H. Bahri. Suara itu hanya melengking di udara kemudian hilang.

Hingga maghrib datang, wajah itu pergi dengan sendirinya entah kemana. 

Sepanjang sejarah tidak ada cerita orang mati hidup lagi kecuali ada jin yang menyerupai, begitu seloroh H. Bahri sendiri. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status