Share

4 - Run!

“Aaaaarggh ….”

Ilona menjerit. Suaranya menggema memenuhi ruangan ini. Ia berteriak. Menahan semua rasa sakit yang sedang diberikan oleh sang tuan. Tubuhnya bergetar sangat hebat. Jiwanya seolah ditarik ketika benda itu menyentuh biritnya.

Kent kembali mengayunkan tangannya. Mengarahkan ikat pinggang berbahan kulit itu ke birit polos milik Ilona. Oh ya Tuhan, gadis itu kembali meringis, berteriak sambil mengepalkan tangan.

“Berteriaklah.” Suara penuh dominasi itu terdengar begitu mengerikan. Pria itu seperti kesetanan. Murkanya meledak-ledak memerintah tangan kekarnya untuk terus terayun.

TAAASSSHHH ….

“Aaaarrgghhh!” Lagi-lagi Ilona berteriak. Gadis itu meremas seprai dengan kedua tangan yang terikat. Ia mengubur wajah kedalam kasur. Menggigit kain sutra tipis di bawahnya. Berusaha melampiaskan semua rasa sakit yang sedang ia alami.

TAAASSSSHHH ….

Sekali lagi. Kent mendaratkan pukulan terakhirnya. Ia ambruk. Tangannya bergetar dengan hebat. Rahangnya mengeras, di balut dengan keringat yang kini bercucuran di wajahnya. Dadanya bergemuruh. Hebat. Puas. Seketika tubuhnya melemas. Ia duduk di samping tubuh Ilona yang juga masih bergetar hebat.

Tangisan yang tertahan itu masih terdengar. Menggema didalam ranjang yang empuk. Tubuh Ilona mengejang. Kulitnya bagai terkelupas. Ia masih mempertahankan tangannya yang tengah meremas seprai. Tak ingin menjauhkan wajahnya dari atas kasur. Ini terlalu menyakitkan. Pergelangan kakinya kebas dan mungkin sebentar lagi tali-tali itu akan mengiris pergelangan kakinya.

Sementara Kenedict masih belum bergeming. Ia masih duduk sambil menatap dengan pandangan kosong. Telapak tangannya memerah. Rahang yang mengetat itu perlahan mulai terbuka.

“Hahhh ….” Kent menghembuskan napas panjang sambil menengadahkan wajahnya keatas. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kent kembali berdiri. Dengan cepat ia menaikan pakaian dalam Ilona. Menutup bagian polos yang kini berubah warna menjadi merah, berbekas tanda ikat pinggang milik sang tuan.

Gadis itu menutup mata sambil mengetatkan rahang ketika kain itu seolah berubah menjadi sebilah pisau yang mengiris daging padatnya.

Tak berhenti sampai disitu. Kini Kenedict berdiri di depan telap kaki Ilona yang terjulur, membeku di atas ranjangnya. Sambil menatap punggung Ilona, Kent berusaha melepaskan tali yang melingkari pergelangan kaki Ilona. Tali yang mengikat kencang itu kini telah terlepas. Meninggalkan tanda merah yang melingkari pergelangan kaki gadis itu.

Kent kembali berjalan. Memutari ranjang lalu berhenti di depan kepala Ilona. Ia meraih kedua tangan Ilona yang tersimpan di atas kepala gadis itu. Tangan kekar itu kini tengah berusaha melepaskan tali yang melingkari tangan Ilona.

Kent menelan ludah setengah mati. Ia kembali membawa pandangannya keatas. Menatap langit-langit ruangan sambil meraup udara sebanyak yang ia bisa. Dada pria itu makin kuat bergemuruh namun, dalam hati ia tengah bersusah payah mengusir amarahnya. Sudah cukup. Ia telah meluapkan semuanya. Bagai lahar yang meluap dari gunung berapi lalu disirami air hujan. Kent berusaha menjinakkan sisi liarnya. Sudah cukup.

Setelah berhasil melonggarkan ikatan, Kent menarik tali itu dengan satu kali gerakkan cepat. Wajahnya menatap lurus kedepan. Kent lalu menggenggam kedua tangan yang masih terjulur kedepan tanpa gerakkan. Ia menarik kedua tangan itu, memaksa Ilona untuk terduduk di atas ranjangnya. Ilona masih terisak tangis. 

“Haruskah aku menerima semua perlukan ini? Mengapa tidak kau bunuh saja aku?” lirih gadis itu dengan napas yang terputs-putus. Ilona meringis. Refleks mengangkat tubuh ketika biritnya tak sengaja menyentuh kedua kakinya yang terlipat. Bokongnya serasa di bakar. Perih dan sakit. Ilona menggigit bibirnya sendiri.

Kent meraih dagu Ilona dengan ujung jari telunjuknya. Memaksa namun dengan gerakkan lembut. Membuat Ilona kembali mengangkat wajah. Manik berwarna cokelat itu sedang bergetar hebat hingga Kenedict bisa melihat ketakutan besar yang sedang dirasakan oleh sang gadis. Ia terus menyakiti bibirnya sendiri. Semua itu ia lakukan untuk menahan semua rasa sakit di tubuhnya.

“Bahkan binatang pun tidak pernah mengalami perlakuan seperti ini dari tuannya, mengapa aku harus?” Ilona kembali berucap dengan suaranya yang parau. Air mata kembali menetes di wajahnya.

Kent memandang gadis di depannya dengan tatapan sendu. Kent kembali dibuat dilema. Semenit yang lalu ia hanya berusaha melampiaskan amarahnya. Pria berkuasa itu berpikir jika Ilona layak menerima semua ini. Dan kini, setelah melihat wajah Ilona, Kent kembali merasa bersalah. Kembali terjebak dalam perasaan yang tidak biasa. Tak pernah ia rasakan sebelumnya.

“Karena kau pembangkang,” ucap Kent. Entah ia sadar atau tidak namun barusan suaranya begitu pelan -hampir parau. Dimana teriakkan dan ancaman yang semenit yang lalu menggema di ruangan ini? Amarahnya kini mencair. Bagai bongkahan es yang terkena sinar matahari. Ia mengalir begitu saja. Kini yang tersisa adalah sedikit rasa penyesalan.

“Kau harus tahu jika aku bukan orang jahat, sungguh.” Kent kembali bersuara. Ia meraih sebelah sisi tubuh Ilona dan duduk di sampingnya. Kenedict menatap gadis itu. Jantungnya mulai berdetak normal. Ia memutar tubuh, menatap gadis yang masih menundukkan kepala itu. Kent meraih sebelah sisi wajah Ilona. Membungkus bagian itu dengan telapak tangan kekarnya. Ilona kembali menutup mata. Air mata kembali keluar dari mata cokelat itu. Bahunya bergetar hebat. Refleks. Setiap sentuhan yang diberikan Kent kini makin membuatnya merinding.

“Tatap aku,” ucap Kent. Nada pelan dan seolah memohon.

Ilona kembali dipaksa untuk mengangkat wajah. Tepat kini iris cokelat itu berada di depan Kenedict. Manik berwarna hijau yang semenit lalu seolah menyala, kini berubah sendu. Rahang yang sebelumnya terkatup tegas kini melembut. Tatapan Kent berubah lembut seolah ingin mengakui jika perbuatannya telah salah namun bibirnya tak sanggup mengungkapkan kalimat itu. Ilona juga pasrah begitu saja. Manik cokelat yang bergetar itu tak sanggup lepas dari iris hijau di depannya.

Hening. Hanya terdengar hembusan napas berat dan terputus-putus dari Ilona. Sesekali ia tersendu hingga membuat Kent akhirnya menarik tengkuk Ilona dengan gerakkan pelan. Pria itu membawa gadis di depannya kedalam pelukan.

Ada rasa takut, berbalut perasaan lega. Ada apa dengan pelukkan ini? Mengapa rasanya begitu hangat? Dan tangan yang sedang mengelus rambutnya, bukankah tangan itu juga yang telah melukainya? Namun mengapa kali ini terasa begitu nyaman? Ilona bahkan harus memejamkan matanya. Gadis itu diam. Tak ingin mengeluarkan suara dan hanya menikmati sentuhan ini.

Kenedict semakin menarik tubuh gadis itu untuk makin menempel dengannya. Pria itu mendaratkan dagunya di atas kepala Ilona. Ketika menyentuh rambut cokelat bergelombang itu, Kenedict merasa  telah berhasil menjinakkan iblis yang beberapa saat yang lalu menguasai tubuhnya.

“Maafkan aku.” Bahkan kalimat itu meluncur begitu saja di bibir Kent. Tak ada paksaan. Kent benar-benar menyesali perbuatannya. Tubuh mungil yang sedang bergetar dalam pelukannya membuat ia sadar jika perbuatannya barusan sudah sangat keterlaluan.

Kenedict kembali memegang kedua sisi pundak Ilona lalu menariknya pelan-pelan. Kent menarik napas panjang.

“Tatap aku." Kent memohon sekali lagi. Pelan tapi pasti Ilona pun mengangkat wajahnya. Kembali menatap Kenedict. Ilona bisa merasakan jika aura mengerikan yang sempat menguasai pria itu, kini telah pergi. Kent menelan ludahnya. Memalingkan wajah sebentar untuk membangun keberanian.

“Apakah kau ingin dihukum seperti ini lagi?” tanya Kent dengan suara yang semakin melembut. Ilona menggeleng tanpa menjawab pertanyaan Kent.

“Kalau begitu mulai saat ini, apakah kau akan menuruti semua perintahku?” Kent kembali bertanya. Ilona menarik napas panjang seiring dengan anggukkan kepala darinya.

“Ilona,” panggilnya. Entah mengapa mendengar namanya keluar dari bibir Kent membuat Ilona merasakan hal yang berbeda. Terdengar indah namun menyakitkan. Ilona kembali menatap manik berwarna hijau di depannya.

“Jadilah milikku. Milik Kenedict Archer. Hem?”

“Bukankah hidupku ini sepenuhnya milikmu?” ucap Ilona dengan suara parau.

“Kalau begitu kau tidak boleh mengijinkan siapapun menginginkanmu. Siapapun.” Kent kembali meraih puncak kepala Ilona. Mengelusnya dengan lembut. Ilona meringis dalam hatinya.

“Hemm,” sahut gadis itu.

“Bagus. Sekarang mandilah. Kita akan makan malam bersama,” ucap Kent. Ia hendak menarik dirinya dari atas ranjang namun, entah kenapa pria itu jadi ingin menyentuh Ilona.

Kent kembali menyelipkan tangannya di bawah rahang Ilona. Mengangkat wajah itu pelan-pelan hingga membuatnya tepat berada di bawah dagunya. Mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat. Ilona mendongakkan wajah. Manik berwarna hijau bak zamrud itu kembali menawannya. Membuat gadis itu terdiam. Ia bisa merasakan otoriter dan keagungan yang dimiliki oleh pria bermata zamrud itu. Namun bukan seperti yang diriasakan Ilona beberapa saat yang lalu. Kali ini, mata itu berubah sayu dan sanggup membuat Ilona mendamba.

Kent menggerakkan tangannya perlahan. Jarinya masuk menyentuh rahang Ilona, bergerak pelan hingga kini tepat berada pipinya. Kent memiliki jari yang panjang membuat jangkauannya bisa menyetuh seluruh wajah Ilona. Gadis itu menutup matanya. Alam bawah sadarnya bergidik, namun bukan ngeri. Ia tak bisa menolak sentuhan ini. Tubuhnya membeku. Tak bisa merasakan apa pun bahkan rasa nyeri di sekujur tubuhnya, hilang. Sentuhan macam apa ini?

Hembusan napas Kenedict yang menyapu kulit wajah Ilona bahkan sanggup membuat tubuhnya merinding. Bagai melayang di atas awan.

Apa yang terjadi?

Bukankah napas itu juga yang sebelumnya memburu, buas dan bahkan ingin melahapnya? Kenapa sekarang Ilona seperti terkena sihir? Bahkan tidak bisa menggerakkan tubuh dan seolah memang tubuhnya sendiri ingin menikmati napas itu.

Bagaimana seseorang bisa memiliki kendali penuh atas tubuhnya, bahkan ketika ia hanya berdiam diri. Baik sisi buas maupun sisi tenangnya. Semua itu memang sanggup membuat Ilona takluk. Ilona bahkan menyadari hal itu.

“Jangan buat aku jadi orang yang jahat, Ilona.”

Suara berat Kent membuat Ilona tersadar. Entah kemana jiwa dan pemikirannya melayang semenit yang lalu. Sekalipun telah sadar, Ilona masih tidak bisa melepas tatapan dari Kenedict. Ilona tidak menjawab. Ia diam. Sejak tadi seperti itu.

Kent masih mempertahankan tangannya di wajah Ilona. Sedetik kemudian ia menurunkan wajah dan begitu saja mendaratkan kecupan di puncak kepala gadis itu. Ilona membeku dengan mata yang melebar. Cukup lama bibir pria itu menempel di puncak kepala Ilona sebelum akhirnya ia pergi. Meninggalkan kamar itu sementara Ilona masih tidak bergerak di tempatnya.

Ia terduduk di atas kedua kakinya. Membayangkan apa yang terjadi sedetik yang lalu. Bagaimana bisa Kenedict mencium puncak kepalanya dan bagaimana bisa Ilona menerimanya begitu saja. Jantungnya berdetak meningkat seketika membuatnya gugup.

Ilona berusaha keras membuang napas yang serasa begitu berat tertahan di dadanya. Gadis itu memabwa kedua tangan menahan debar-debar di dada.

“Apa itu tadi?” Ilona bergumam. Ia terbelalak merasakan degup jantungnya yang menggila. Hembusan napas berat darinya kembali terdengar. Ia memutar wajah menatap pintu kayu di ujung sana. Membayangkan siluet pria yang baru saja mendaratkan kecupan di dahinya. Bagaimana ini? Ilona sudah sering menerima kecupan di puncak kepala dan itu ia dapatkan dari George. Namun ketika kekasihnya itu melakukan hal yang sama, jantung Ilona biasa saja. Tak menggila seperti ini.

Apakah karena ia takut?

“Oh my ….” Ilona melempar tubuhnya di atas ranjang. “Awh!” Ia meringis saat biritnya kembali terasa perih. “Sial!”

Gadis itu menatap langit-langit ruangan. Ia masih bingung dengan perasaannya saat ini dan juga dengan perlakuan Kenedict. Di satu sisi, ia menjadi pria yang sangat kejam bahkan Ilona tidak pernah bertemu orang sekejam Kent sebelumnya. Namun, di saat yang sama ia menjadi begitu lemah lembut. Seolah berdiri dua pribadi dalam tubuh pria itu.

“Psycho,” gumam gadis itu. Ia memicingkan mata. Ilona menaruh kedua tangan di depan dada. Ia teringat salah film thriller yang pernah ia tonton. Kisah seorang gadis yang tinggal bersama seorang pria psikopat. “Ihhhh ….” Gadis itu menggidikkan bahu sambil menggelengkan kepala.

‘Jadilah milikku. Milik Kenedict Archer. Hem?’

Ilona menarik napas panjang saat suara Kenedict kembali menggema dalam kepalanya. Ia menutup mata. Dadanya masih sedikit sesak. Ilona menatap pergelangan tangannya yang kini memerah dan terasa perih. Ia menelan ludah susah payah.

“Ya Tuhan, apa yang akan terjadi padaku setelah ini? Tidak bisakah dua puluh tujuh hari itu berlalu dengan cepat?”

_____________

To Be Continue

Haii ... gengs, jika kalian menyukai cerita ini, jangan lupa untuk terus memberikan riview di kolom komentar. Ohya, aku baru saja memublikasikan certia yang baru berjudul TRAPPED by MISS BILLIONAIRE. Kalian tinggal pilih Bahasa Indonesianya yah. 

Sekian dan sampai jumpa di episode selanjutnya. ;)

Dreamer Queen

Hallo, selamat datang di duniaku. Jika kalian menyukai cerita ini, silahkan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian. Oh ya, ini Novel Dewasa yang hanya bisa dibaca oleh kalian yg sudah berumur 18+. Beberapa part akan menyuguhkan adegan dewasa dan explicit. Jika kurang menyenangkan bisa di skip. Cerita ini sekadar FIKSI semata. Tidak ada maksud utk menyinggung sebagian atau bbrp kelompok. Nikmati saja alurnya. Suka, duka, sedih, bahagia. Gemetar dan meledak. Rasakan sensasinya. Jangan lupa untuk memberikan VOTE dengan mengklik tombol VOTE di bawah. Keep your eyes open untill the end, yah ;) Mampir juga ke cerita terbaruku judulnya BEAUTIFUL PSYCHO bertema Romansa Dewasa. Ditunggu kehadirannya ;)

| Sukai
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
kasihan Ilona. klo q jadi Ilona juga ogah macam gitu. pasti milih melawan. semangat berjuang Ilona
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status