Share

03. Ternyata Dijodohkan

"Sudah jangan dibahas. Aku mau ke masjid," ketus Fatih kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Fatih memakai kemeja coklat lengan panjang dan segera keluar dari kamar hotel begitu saja. Lelaki itu akan pergi ke masjid terdekat walaupun belum adzan Magrib, kurang lima belas menit.

Zayna tersenyum secara paksa saat Fatih sudah menghilang dari pandangan. Kini Zayna duduk di tepi tempat tidur. Tangannya mencengkram kuat selimut. Usai ijab kabul, Zayna tidak pernah menyangka akan ada perubahan dari Fatih dan suara Fatih tadi membuat pikirannya berkecamuk di isi kepala.

*****

Yara berjalan cepat sambil memegang dadanya, detak jantungnya berdetak kencang. Kakinya lemas setelah bertemu adiknya dengan suaminya. Dia mencari tempat duduk paling sepi untuk menormalkan detak jantungnya. Napas Yara terengah-engah, duduk di kursi.

"Ya Allah, apa yang terjadi? Mengapa begitu sakit ketika aku melihatnya bersama adikku?" Yara tidak menyangka bahwa suami adiknya adalah Alfatih Malik. Sosok lelaki yang Yara kenal begitu lama. Sekaligus sosok lelaki yang belum sepenuhnya Yara lupakan. Yara sangat jatuh cinta Fatih saat dibangku sekolah, perasaan itu tidak hilang sampai detik itu juga.

"YARA?!" teriak Fani, Mamanya. "Ya Allah, alhamdulillah, Ra. Akhirnya kamu datang! Mama kangen banget sama kamu!" Fani berlari menghampiri Yara. Seorang Ibu pasti merindukan putrinya, sudah lama tidak bertemu. "Kangen banget!"

Yara tersenyum, membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Mama tercinta. "Aku juga kangen sama Mama. Aku datang karena hari ini adalah hari bahagia Zayna," balas Yara. "Maaf ya Ma tidak memberi kabar dulu. Mama pasti terkejut tiba-tiba melihatku di sini."

"Iya, sayang. Mama kira salah orang. Terima kasih sudah mau hadir, ya." Fani sangat menyukai kedatangan Yara. "Kamu sudah melihat suami Zayna belum? Sudah bertemu dengan adikmu?"

Yara mengangguk. Menarik sudut bibir secara paksa. "Mereka tampak serasi, Ma. Aku bahagia melihat adikku bahagia bersama lelaki pilihannya. Awalnya aku tidak akan mengira Zayna menikah lebih dulu."

"Pasti dong serasi. Kan Mama yang menjodohkan Zayna dengan Fatih. Itu loh, Ibunya Fatih, sahabat Mama. Jadi Mama jodohkan, deh," jelas Fani sangat bersemangat. Kebahagiaan terpancar jelas.

"Oh, ya?" Yara terkejut. Ternyata pernikahan Zayna dengan Fatih berawal dari perjodohan. Yara sedikit kecewa. Kenapa harus Zayna yang bersanding di pelaminan bersama Fatih? Kenapa bukan dirinya? Kenapa?!

Fatih menerima begitu saja atas perjodohan itu? Apa tidak teringat dengan dirinya? Janji yang dulu pernah berkomitmen akan bertemu dititik terbaik. Ternyata hanya angan-angan. Yura berpikir, Fatih telah melupakan dirinya.

Fani pun menjelaskan awal perjodohan Zayna dengan Fatih. Zayna sempat menolak menikah karena belum menyelesaikan kuliahnya, tapi Fani meyakinkan kalau Fatih adalah lelaki yang baik memimpin Keluarga dan untuk anak-anaknya kelak nanti.

Sudah cukup! Yara tidak ingin mendengar penjelasan detailnya. Semakin membuatnya merasa tersakiti. "Aku ingin bertemu sama Papa."

"Papa kayaknya sedang ada di lobby hotel," jawab Fani. "Cepatlah temui Papa. Papa kangen banget sama kamu, Ra. Nanti kita pulang bareng ya!"

Yara mengangguk dan putuskan untuk ke lobby, sekaligus untuk mencoba menenangkan diri, jalan-jalan di hotel. Dia masuk ke dalam lift, saat pintu lift hampir tertutup tiba-tiba seorang lelaki menghentikan pintu. Yara tertegun. Menelan ludah susah payah melihat Fatih ikut masuk ke lift dan berada satu lift dengannya. Keringat dingin mulai bercucuran. Tubuhnya kaku. Diam tak bergerak.

"Kamu masih mengenaliku?"

Pertanyaan itu sungguh membuat dada Yara sesak. Bagaimana mungkin dia lupa? Tidak pernah lupa sedikitpun tentang Fatih. Fatih selalu membuatnya kagum di waktu sekolah, Fatih yang memberikan kenangan indah di masa remajanya dan kini tinggal kenangan.

"I-iya," jawab Yara gugup.

"Bagaimana kabarmu?"

Yara berusaha tidak segugup tadi. "Allhamdulillah, baik."

Fatih menoleh, begitu juga Yara. Keduanya saling bertatapan. Sorot mata mereka berbicara tidak bisa berbohong. Saling merindukan, tapi tidak tahu harus berbuat apa selain diam tanpa kata sampai Pintu lift terbuka. Fatih lebih dulu keluar dari lift tanpa mengucapkan sepatah kata.

Kaki Yara tidak bisa menahan tubuhnya, ambruk duduk lemas di depan lift, jemarinya tanpa sadar bergetar melihat punggung Fatih yang semakin hilang dari penglihatannya. Hatinya menjerit. Rindu semakin meluap akan sosok Fatih. Air mata jatuh beberapa tetes ke lantai. Dia hampir menangis sesenggukan tapi dengan sekuat tenaga menahan agar tidak ada isakan dari mulutnya, langsung menghapus air mata yang telah membasahi pipi.

Yara berusaha berdiri, berjalan lunglai mencari ayahnya sambil membatin, "Aku harus kuat. Ingat, Ra. Dia sudah menjadi milik orang lain! Yang tidak lain suami dari adikku!" peringkat Yara, berusaha tega setegar karang yang dihempas ombak tiap detik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status