Share

Bab 4

Karra kembali menuju kelasnya dengan muka sebal, ia menghela napas berat saat mendarat di bangkunya. Rangga yang melihat itu heran dengan sikap kekasihnya. "Kamu kenapa? Mukanya diteguk gitu! Perasaan aku nggak buat kamu marah." Karra melirik Rangga, ia menghentakan kaki berulang kali. Dia harus beralasan apalagi pada Rangga untuk tidak pulang bareng dengannya.

"Kamu nggak salah, ini aku yang salah. Hari ini aku nggak bisa pulang sama kamu. Hmmm.. ayahku minta pulang cepat. Maaf ya." Ucap Karra dengan raut muka bersalahnya pada Rangga. Pria itu tersenyum sambil meletakan kepala Karra di dadanya. 

"It's oke honey. Aku nggak masalah, kamu pulangnya sama siapa? Nggak mau aku antar aja, kan bisa lebih cepat." Seru Rangga. Karra langsung menengadahkan kepalanya. 

"Jangan! Aku takut orang tuaku marah kalau tahu cowok yang antar pulang." Rangga mengangguk mengerti membuat Karra merasa lega.

Selama ini Karra memang tidak pernah membawa Rangga kerumahnya, apalagi mengenalkan pria itu kedua orang tuanya. Biasanya Rangga hanya mengantar Karra di simpang tak jauh dari rumahnya, ia takut jika ayahnya marah jika tahu dia belum selesai sekolah sudah berpacaran.

"Yakin kamu nggak mau aku antar. Jadi kamu pulang pakai apa?" Tanya laki-laki itu. 

"Aku bisa pakai taksi, lagian kamu mau pasti mau main sama teman-teman kamu 'kan. Aku nggak mau ganggu waktu kamulah."

"Makasih ya sayang." Rangga hendak mencium tangan Karra, namun Seno yang baru masuk kelas mereka menatap tajam kearah mereka berdua.

"Seno! Kamu pindah duduk tempat lain." Karra terpelongo jengkel, Seno benar-benar ingin memisahkannya dengan Rangga.

"Loh kenapa, pak? Dari dulu saya udah duduk sini, lagian saya nggak pernah buat masalah." Protes Rangga. Seno menatap sinis pada pria muda itu yang menurut Seno masih bocah.

"Saya bilang pindah, saya wali kelas kalian. Cepat Rangga!" Ucap tegas Seno membuat Rangga tak berkutik. Karra semakin kesal hanya melihat Rangga yang pindah duduk dibelakang dengan teman pria yang lainnya. 

"Dasar songgong!" Umpat pelan Karra. 

Seno mulai memberi tugas, dan mengarahkan piket kelas yang baru. Sesekali ia menatap Karra terlihat tak bersemangat. "Karra! Kamu udah selesai kerjaan kamu?" Karra terkesiap menatap bukunya yang masih kosong, sedari tadi ia kesal, satu huruf pun belum ia tulis. Karra memberi senyum palsu pada Seno.

"Belum, Pak." Jawabnya. Seno mendekat membuat semua murid kearahnya. 

Karra menelan salivanya dengan kasar, ia menjadi takut melihat tatapan Seno yang seakan ingin memaksanya. 

Seno mengambil buku yang masih kosong lalu kembali menatap sinis Karra. "Kerjakan tugas kamu diluar kelas!" Karra membuka lebar mulutnya dengan kesal. 

Rasanya amarah Karra sudah memuncak dari ujung kaki hingga ke ubun-ubunnya. Karra pun bangkit menggebrak meja dengan jengkel dihadapan Seno. "Bapak itu punya masalah apa sama saya! Hah? Tadi bapak minta Rangga pindah duduk sama saya! Sekarang bapak malah minta saya kerjain tugas di luar." Gerutu Karra yang tidak ada takutnya. Sedangkan para murid yang lain sudah ketakutan melihat Karra yang berani melawan Seno.

"Kar, lo jangan gila! Ini guru lo lawan." Ucap Runi sambil menarik-narik tangan Kara memintanya untuk duduk.

"Runi benar, lo jangan ngelawan ntar hukuman lo ditambah." Sambung Mega, walaupun Mega yakin Seno tidak melakukan itu, lantaran Karra istrinya.

"Bodoh amat!" Cecar Karra.

"Kalian berdua mau saya hukum juga." Runi dan Mega menunduk takut mendengar kalimat tajam wali kelasnya itu.

"Karra! Kamu keluar!" Napas Karra tak beratur lagi karena kemarahannya sendiri.

"Cukup, Pak! Saya tahu Bapak guru, tapi jangan seenaknya gitu." Kali ini Rangga juga ikut marah karena kekasih hendak dihukum.

"Jangan ikut campur! Jangan mentang-mentang ayah kamu pemilik yayasan ini kamu bisa seenaknya." Balas Seno membuat Rangga membungkam seketika.

Rangga memang anak pemilik yayasan sekolah yang ia tempati, dan itu juga membuat Karra dan semua orang terkejut. Selama ini Rangga tidak pernah memberitahu siapapun tentang dia anak pemilik yayasan sekolah ini. Bahkan Karra sekalipun.

Karra terkaget mendengar ucapan Seno, ia beralih menatap Seno dengan banyak pertanyaan dihatinya. "Karra! Saya bilang kamu keluar!" Karra dengan terpaksa keluar sambil membawa bukunya dengan menghentakan kakinya dihadapan Seno.

Bukannya mengerjakan tugas, Karra malah keperpustakaan membaca novel. Pikirannya menjadi kacau mengetahui tentang Rangga. Sebenarnya tidak masalah Rangga anak siapa? Yang ia permasalah tidak pernah cerita padanya. 

Sementara Seno membuatnya sangat kesal dan marah, Karra termenung menatap novel, lalu seketika membacanya lagi. Novel yang bergenre romantic membuat Karra sesaat lupa tentang kedua pria yang telah menjadikan harinya sangat buruk.

***

Jam pelajaran telah berganti, Seno mencari Karra yang entah kemana. Ia menjadi khawatir pada Karra. Bahkan seluruh ruang sudah ia cari, namun tidak menemukan Karra. 

Seno menghubungi ponsel Karra namun sama sekali tidak ada jawaban dari gadis itu. Sampai jam pelajaran usai, Seno kebingungan mencari Karra yang menghilang. 

Mega, Runi dan Rangga juga membantu mencari Karra. Berkali-kali menelpon Karra namun tidak diangkat, terakhir kali Rangga menelpon justru sama sekali tidak aktif. 

Disisi lain Karra baru menyadari sudah hampir sore di dalam perpustakaan itu artinya ia sudah berjam-jam didalam sana. Pasti semua orang sudah pulang. Penjaga perpustakaan juga sudah pulang. Ia keluar dengan santai tanpa mengetahui khawatirnya orang terdekatnya yang sedari jam pulang sekolah mencarinya.

"Astaga! Karra lo kemana aja. Gue, Runi, Rangga dan Pak Seno cariin lo." Ricau Mega. Karra memasang wajah polos seakan tidak berbuat salah pada mereka.

"Ngapain cariin gue? Emangnya gua bocah. Hmmm.. udah jam pulang ya." Gumam polos Karra membuat memukul pundaknya dengan kesal. "Aaauuhh... Sakit bego!" Jerit Karra meringis kesakitan.

Suara Karra terdengar jelas pada ketiga orang ini yang masih sibuk mencarinya. Mereka langsung mencari sumber suara tersebut. 

"Rasain lo!" Umpat Mega yang sudah kesal padanya.

"Ish.. lo kenapa sih?" Komentar Karra.

"Pakai nanya lagi lo? Kita semua care sama lo. Wajar dong khawatir, lo aja yang nyebe--"

"Karra.." Karra menoleh mendengar suara Rangga memanggilnya. 

Rangga langsung memeluk Karra erat, ia begitu cemas dengan keadaan Karra. Lalu mencium kening Karra. 

Seketika mata Karra membulat yang memandang Seno menatap tajam padanya. Karra tahu pasti Seno marah lantaran Rangga berani menyentuhnya.

"Sayang.. kamu nggak papa 'kan. Kamu kemana aja." Ucap Rangga sambil merengkuh pipi Karra. Pandang Karra fokus pada Seno yang berada tepat di belakang Rangga. 

Seno memutuskan pergi dari sana, memberikan tas Karra pada Runi. Karra melihat hal itu merasa bersalah pada Seno. Ia memanjangkan lehernya memandang punggung Seno yang sudah menjauh. 

"Ini tas lo." Runi memberikan tas Karra, kemudian menyentil dahi Karra kesal yang telah menghilang. "Sekarang lo jawab, lo darimana aja." 

"Gua diperpustakaan." Ketiga orang dihadapannya terpelongo kesal padanya. "Gua baca novel sampai lupa waktu. Terus pas gua liat jam, udah sore ternyata." Jelasnya.

"Gila ya lo, Kar. Kita semua khawatir sama lo. Apalagi Pak Seno, dia ngerasa bersalah hilangnya lo. Dia pikir hukumannya untuk lo nggak wajar, dia bahkan minta maaf sama Rangga." Ucap Runi semakin membuat Karra merasa bersalah pada Seno.

"Maaf ya." Lirih Karra.

"Udahlah jangan marahin Karra melulu. Yang penting sekarang dia udah ketemu." Kata Rangga. Runi kesal Rangga selalu saja membela Karra. Benar bucin pada Karra.

"Ya deh! 'Pacar 'kesayangan lo." Ucap Runi menekan kata pacar kesayangan.

"Apaan sih lo, Run. Rangga benar yang penting Karra ketemu, walaupun sebenarnya gua sebal banget sama dia." Karra memajukan bibir mendengar ucapan Mega.

"Aku antar kamu pulang ya. Ini udah sore loh." Rangga memagut tangan Karra sambil menuju parkiran.

"Hmm.. nggak usah deh. Aku pulang naik taksi aja. Nggak papa kok." Cicit Karra. Rangga sedikit kecewa, tapi ia hanya bisa pasrah dan menemani Karra mencari taksi.

Karra bersyukur karena Rangga tidak curiga, dan untungnya lagi pas mendapat makanan dari Seno, ia menyelipkan uang dibuku Karra. Alhasil ia bisa pulang naik taksi.

Namun Karra meminta putar balik setelah setengah perjalanan. Ia meminta supir taksinya kembali mengantarnya menuju sekolahnya. Sebelum turun Karra memastikan Rangga dan dua sahabatnya sudah pulang. 

Dirinya pun masuk gerbang sekolahnya, benar dugaannya jika Seno masih menunggunya. Mobil pria itu masih terpampang rapi disana. 

Seno memang menunggu Karra, ia merasa kesal saat tadinya melihat Rangga yang memeluk dan bahkan mencium Karra di depan matanya. Seakan harga dirinya tersentil seketika itu, dia suami Karra namun membiarkan istrinya bermesraan dengan laki-laki lain. Dia memutuskan untuk tetap menunggu meski ia tahu Karra sudah pulang menggunakan taksi. Tapi ia gigih menunggu Karra.

Dan benar Karra kembali untuk pulang bersamanya, Seno tersenyum tipis memandang Karra dari dalam mobil.

Karra masuk dalam mobil. Ia melirik Seno yang tanpa bicara padanya melajukan mobil. Karra yakin suaminya itu marah pada dirinya. "Mas Seno marah?" Ucap Karra membuka suaranya.

"Kamu punya otak! Jadi kamu bisa pikir sendiri!" Jawab galak Seno membuat Karra mencebik.

"Maaf ya." Lirih Karra. 

"Saya akan hukum kamu setelah kita sampai dirumah." Karra menelan salivanya, masa iya dia harus mendapat hukuman lagi. Sepertinya Seno hobby sekali menghukumnya.

"Mas kamu masih mau hukum aku lagi." Hardik Karra. Seno yang masih menyetir langsung menatap tajam.

Karra langsung tertunduk melihat tatapan menyeramkan. Harusnya Karra jangan mencari gara-gara. Tapi Seno yang memancing amarahnya. Karra jadi takut, jika kejadian ini diketahui ayahnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ChIka
Author kok tdk ada seri berikutnya...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status