Share

02 - Yes, Pak?

Melihat wajah Amanda membuatku ingin menyemburkan lahar panas tepat di wajahnya. Seperti naga-naga yang bisa mengeluarkan api dari mulutnya. 

Aku menatap jalang ini dengan malas dan langsung menuju kubikel milikku di saat Amanda sengaja menabrakku. Aku hanya menunduk, tak tahan menatap wajahnya, sebelum kembali meledak dan wajah si jalang itu bisa bengkok. 

"Jeng, jeng! Si jalang makin menjadi." Carlos mencolek-colek lenganku, aku menatap ke arahnya sambil menahan tawa. Carlos adalah cowok kemayu, teman gosip yang bisa diandalkan. Bahkan, aku berani bertaruh jika adu mulut, aku bisa kalah dengannya. 

"Jalang semakin di depan!" Aku sengaja berkata dengan kuat, untuk memanasi keadaan. Aku dan Carlos tertawa, saling bertos ria, saat mendengar suara berisik dari kubikel di sampingku. 

Ruangan kami khusus untuk depertemen GA (Quality Assurance), tugas kami adalah mengatur mengenai standar kualitas barang yang bermutu. Supaya tidak ada produk yang kurang baik terjual. Jadi, produk yang kami jual benar-benar berkualitas, dan perusahaan kami mendapat tempat di hati para pelanggan. 

Ada beberapa pekerjaan wajib yang kami lakukan setiap saat. Dan dituntut untuk berpikir kritis, mempunyai kemampuan riset, analisis, manajerial, memiliki komunikasi yang bagus. Model-model seperti Carlos  cocok untuk bagian marketing, tapi dia nyasar ke departemen ini, hingga menjadi bulan-bulanan kami. 

Perusahaan ini, perusahaan bisnis fashion yang sangat terkenal dengan barang-barang berkualitas. Dan aku bangga menjadi keluarga di sini, walau mungkin membuatku harus bertemu dengan mantan suami, walau kami beda departemen. Fynn, berada di departemen HRD, dia menjabat sebagai manajer, posisi yang cukup penting, dan lumayan dibilang sukses di usianya sekarang, walau semua keberhasilan itu ada sangkut pautnya dengan diriku. 

Aku menghela napas panjang. Menunduk, disusup rasa rindu yang datang tanpa permisi. Aku mencintai laki-laki itu, kami kompak melakukan banyak hal, memilih untuk kuliah jurusan yang sama, melamar di kantor yang sama, walau akhirnya beda departemen, tapi selalu berjanji agar tetap bekerja satu kantor. 

Carlos sudah kembali bekerja, sebelum kami sibuk bekerja, atau berjalan ke bagian produksi. Untuk sekarang, perusahaan kami sedang memproduksi massal fashion Korea yang sedang digandrungi. Aku harus mengakui, jika aku suka selera fashion mereka, walau aku sendiri berasal dari negara barat. 

Yang menjadi perbedaan aku dan Fynn adalah, kami berbeda kewarganegaraan. Walau menetap di sini, tapi aku tetap memilih Jerman sebagai kewarganegaraan, aku mengikuti semua keluargaku. Aku rindu semua keluargaku, mungkin aku bisa cuti, dan pulang ke sana. 

Sebenarnya, Mommy meminta agar aku resign, dan kembali ke Jerman mencari kerja di sana. Tapi, aku tak mau jadi seorang pecundang, aku ingin bersikap profesional, masalah internal, tidak akan menjadi masalah buatku, karena aku benar-benar mendedikasikan diriku untuk bekerja. 

"Kelsea, dipanggil Pak Bennet." Aku mengangkat wajahku, dan mengangguk. Jarang sekali, Pak Bos memanggil, atau ingin bertemu langsung. Paling, kami hanya bertemu ketika ada acara penting, seperti peresmian, atau peluncuran produk baru. 

Aku mengangkat bokongku, saat melihat banyak kepala berdiri. Dasar telinga kuda! Mau tahu saja urusan orang, walau mungkin tetap urusan pekerjaan. 

Bos Bennet itu sangat tertutup tentang kehidupan pribadinya, hanya saja aku mendengar gosip, lagi-lagi dari Carlos yang mengatakan jika Pak Bos masih single, di usinya yang cukup matang 35 tahun. Huh, padahal Daddy saja usia 40 sudah punya cucu, kalah Pak Bos dengan Daddy. 

For you information, gossip hangat apa pun pasti aku tahu dari Carlos, dia punya grup khusus untuk bergosip yang anggotanya berasal dari seluruh departemen, aku yakin berita perceraianku jadi teh hangat di antara mereka. Setiap pagi, Carlos pasti menuangkan teh hangat, ada saja gossip yang dia tahu. Dia sudah mengklaim dirinya sebagai sumber informan terbaik. Walau isinya hanya membicarakan aib orang lain, atau julid masalah apa pun. 

Aku berjalan menuju ruangan Pak Bos yang berbeda lantai, saat melewati ruangan manajer HRD yang terhormat, aku menahan napas. Walau satu kantor, aku belum kembali bertemu dengan Fynn, setelah sidang final perceraian kami. 

Aku masuk ke dalam lift, sambil memegang laporan, ada kertas kosong buat jaga-jaga, dan juga pena, mengikuti instruksi Pak Bos. 

Saat lift terbuka, aku menanti degan cemas, apalagi melihat pintu bercat coklat tersebut, tak pernah aku masuk dalam ruangan ini sebelumnya, apalagi sendirian. 

Setelah dipersilakan oleh sekretaris pribadi Pak Bos, aku mengetuk sebentar dan menyembulkan kepalaku, mengangumi ruangan super besar, nyaman, aku bahkan rela tinggal di ruangan ini. Pak Bos merapikan jas abu-abu milknya saat melihatku, aku tersenyum padanya. Pak Bos keturunan campuran, Italia, mengalir darah Arab yang membuat wajahnya seperti pangeran dari Timur Tengah, rambutnya ikal, matanya berwarna terang. 

"Selamat siang, Pak." Aku mengutuk kebodohanku, sekarang masih pagi seharusnya. 

"Kelsea. Dari departemen QA." ujar Pak Bos, aku mengangkat alisku, dan menampilkan senyum canggung. Rupanya Pak Bos mengenali diriku. 

"Yes, Pak!" Aku mencoba duduk dengan sopan, memasang wajah serius, siap menyimak apa yang akan dibicarakan. 

"Bagaimana perkejaan di departemen QA?" Pertanyaan ambigu itu membuatku membahasi bibirku. 

"Semuanya berjalan lancar, produk yang diproduksi, sudah kami pastikan berkualitas, tidak ada yang cacat,  untuk bagian marketing juga berjalan lancar." Sebenarnya bagian marketing punya urusan sendiri, tapi departemen kami harus selalu memastikan semua produk terjual dengan baik. 

Pak Bos manggut-manggut. Aku masih memeluk laporan yang rasanya tak perlu, menatap pada kertas kosong sambil memainkan pena. Hanya desis angin dari pendingin ruangan yang terdengar, Pak Bos bukan laki-laki super kaku, irit bicara yang digambarkan bos-bos kejam di novel. Sempat beberapa kali bertemu, dia ramah, mengerti karyawannya. 

"Jadi semuanya terkendali sekarang." Pak Bos menunduk, sambil menscroll ponselnya, menghela napas panjang. 

"Bagus." Aku hanya tersenyum, walau lawan bicara hanya terpaku pada ponselnya. 

"Saya permisi, Pak!" Aku berdiri, Pak Bos masih terpaku pada layar ponsel. Dia kenapa sih? 

"Kelsea."

"Yes, Pak?" Aku menahan pintu, saat hendak mencapai bibir pintu, berbalik pada Pak Bos. 

"Makan siang mau bareng?" Aku hanya menelan ludahku kasar. Membeku selama beberapa detik, seperti ulat bulu keguguran. 

"Oh, eh. Iya, tentu." ucapku gugup, sambil mengutuk kebodohanku. 

Pak Bos tersenyum, dan mampu membuat jantung yang hampir copot. 

Bahaya! 

💰💰💰💰💰💰💰💰

Sebenarnya, aku malu, dan tak mau menimbulkan gosip baru yang berujung pada fitnah. Aku tak mau dituduh menggoda bos, apalagi dengan status janda, yang selalu dianggap negatif oleh masyarakat. 

Dan akhirnya, aku memilih untuk bersembunyi. Memilih untuk makan siang bersama Carlos, bersama Marsha, soulmate Carlos, dan sering mengejek mereka, walau aku sendiri meragukan orientasi seksual miliknya. 

Walau mulut Carlos lemes, tapi dalam pekerjaan dia termasuk cepat dan bisa diandalkan. Apalagi saat memeriksa bagian produksi, seluruh ruangan akan heboh dengan kehadirannya. Andai Carlos dan Verena satu ruangan, aku yakin mereka akan jambak-jambakan setiap saat. Saudariku itu memang lain daripada yang lain. 

Aku hanya memesan burger king size, karena butuh energi yang banyak, dan satu gelas besar soda. Carlos memesan spaghetti carbonara, Marsha yang memesan salad. 

"Pelan-pelan, sist! Kayak orang hamil aja." Aku memukul lengan Carlos, karena bicara sembarangan. Tidak, aku tidak hamil! Dulu, aku dan Fynn memang sengaja menunda anak, karena kami ingin menikmati waktu bersama, walau endingnya menyakitkan. Baiklah, singkirkan laki-laki itu, karena akan membuatku semakin terkuak. 

"Tuh, lihat Marsha, kayak kambing, makan sayur terus." Marsha melotot, selain diet, Marsha juga seorang vegetarian. Dekat komplek kantor, ada restoran khusus vegan, tapi Marsha mengalah dan mengikuti kami, karena dia tahu hidup di radar Carlos akan membuatnya selalu tertawa, dan tak stress dengan pekerjaan. 

Kami makan dengan tenang. Biasanya, kami akan berempat, ada si jalang Amanda yang jadi bagian dari grup ini, tapi saat dia merebut Fynn dariku otomatis dia keluar dari grup. 

Aku menunduk dalam, masih belum ikhlas, pernikahan ini kandas, hanya karena seorang jalang yang tak guna. Nyesek sudah pasti, apalagi aku yakin akan menemui Fynn dan Amanda berduaan. Ya Tuhan, cobaan ini begitu berat. 

"Kenapa, ya, orang-orang lihat aku pasti memandang jijik? Padahal aku bukan penebar virus!" keluh Carlos, aku menatapnya simpati, aku tahu apa yang dia rasakan. Kamu berbeda sedikit, kamu akan dianggap aneh, bahkan dianggap seperti alien. Padahal, manusia bebas menentukan pilihan hidupnya. 

Siang ini, aku dilanda kerinduan tentang Fynn. Serius, akhir-akhir ini, aku terus memikirkan laki-laki itu. Nyaris bersama sedari kecil, aku mengenal Fynn belasan tahun. Aku menunduk, merasakan air mata sebutir jatuh, buru-buru menghapusnya sebelum Carlos dan Marsha melihatnya. 

Aku mengehela napas panjang. 

"Sebenarnya, Los. Kamu bukan penebar virus, tapi inangnya virus." ejek Marsha. 

"Asu!" maki Carlos tak terima, walau diberi tawa oleh Marsha, mereka berdua lebih dekat. Usia keduanya di bawahku. Biasanya, aku dan Amanda yang berbicara hal serius tentang masalah orang dewasa, walau sampai detik ini, aku tak mengerti kenapa si jalang itu tega mengkhianati aku. Dikhianati oleh orang terdekat, dan orang yang paling kita percaya rasanya seperti ditikam pisau dari belakang, rasa perih yang tergores ditaburi garam di atasnya. 

"Jangan panggil aku Los. Panggil Carl." Kami tertawa bersama. Saat Carlos memindahkan kepalanya ke belakang, seperti seorang model, dengan jari-jari lentiknya. Dan kalian tidak akan percaya, jika Carlos memiliki jari-jari yang lentik dan lurus, lebih indah dari masa depanku. 

"Baiklah Miss Carl." Aku mencoba menggodanya, yang membuat Carlos mencolek pipiku. Kami tertawa bersama, saat suara tawa itu tenggelam sendiri. 

Manda dan Fynn masuk ke dalam restoran sambil bergandengan. Carlos dan Marsha kompak menepuk-nepuk pundakku. Mataku memanas, aku memalingkan wajahku, pura-pura tak tahu, walau perasaanku berantakan sekarang. Apa mereka sengaja? 

Bahkan Amanda seperti sengaja untuk duduk berdekatan. Tapi, Fynn menarik dirinya, dan mereka duduk berjauhan. Aku menahan napasku, saat Amanda merapikan rambut Fynn. Dulu, aku selalu melakukan hal itu, sebelum kami berpisah ke ruangan masing-masing, si jalang itu tahu kebiasaanku, dan sekarang dia menggantikan tugas itu. 

"Carlos, bayarkan bil aku, ya." Aku meletakan uang lima puluh ribu, dan menyambar tas milikku. 

"Woy! Ah, si jalang itu benar-benar merusak suasana." gerutu Carlos, saat tahu kenapa perasaanku langsung memburuk. 

Saat melewati meja mereka, Amanda tersenyum culas padaku, Fynn melirik lewat ekor matanya. Aku mengepalkan tanganku. Sepertinya Mommy benar, aku harus resign segera. 

Saat keluar dari restoran, udara begitu menyengat, begitu juga hatiku yang begitu panas. 

Aku menyeka air mataku, dan hanya menunduk. Aku butuh air dingin, aku butuh udara segera. Hatiku sangat panas, dan napasku terasa begitu sesak. 

Saat merasakan aku menabrak seseorang, aku hanya menganga. "S-sorry." ujarku gugup, karena wangi parfum itu mampu membuat rasa sesak tadi terasa lebih lega sekarang. 

"Saya nunggu kamu, kenapa kamu malah pergi?" tanya Pak Bos yang membuatku hanya menunduk. 

"Ayo, masuk." perintah Bos, yang membuatku hanya menatapnya polos. 

"S-saya sudah makan." 

"Saya tidak butuh alasan kamu. Saya sudah memerintahkan kamu sebelum ini!" 

Ralat, rupanya dia bos-bos kejam yang ada dalam novel-novel. Kenapa hidupku tragis sekali? 

Aku masuk dalam mobil Pak Bos, dan memilih untuk diam. 

Walau tahu, grup Carlos akan lebih panas lagi, karena ini. Bisa jadi aku dianggap menggoda Pak Bos. 

Cukup sudah, hidupku banyak masalah. Aku akan bicara dengan Olive, dan sahabatku bisa memberi solusi terbaik. Bertahan di sini dengan hati yang terus bernanah, atau resign? 

💰💰💰💰💰💰💰

Gimana? Sejauh ini gimana? 

Sepertiny cerita dan karakter ini. Akan jadi the next karakter favorit, setelah emak bapak Kelsea, Anna di sebelah. 

Kisah orang tua Kelsea di Guten Tag, Mommy. Kisah Anna di Les Noces Le Mariage. 

See you around ✨✨

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunga Lily
sama teman2nya Gerald kan jg sok gitu... pokoknya penasaran dech thor & berharap slalu happy ending
goodnovel comment avatar
Bunga Lily
sukaaaa kak.... enak gini jangan sedih2.... Fynn kyk Geraldo sikapnya 😂
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status