Setengah jam sebelum waktu makan siang Za meninggalkan kantor setelah izin dengan kepala divisinya. Ia segera memesan ojek online sambil berjalan dengan harapan saat ia sampai lobby sudah ditunggu oleh driver nya.
Dengan menggunakan lift ia menuju lantai utama gedung perusahaan. Saat itu lift juga sepi, hanya dirinya saja yang ada di dalam kotak berjalan itu. Setelah beberapa waktu akhirnya ia sampai dan keluar dari lift menuju lobby. Dugaannya tidak meleset, saat ia keluar sudah ada seorang abang ojol yang lumayan ganteng sedang menunggunya. Setelah si driver muda itu memastikan nama penumpangnya sesuai, segera Za naik ke sepeda motor matic itu menuju ke suatu tempat.
Akhirnya Abang ojol menghentikan motornya di sebuah mall yang letaknya tidak jauh dari tempat kerja Za. Ia segera turun dan bergegas masuk dengan sedikit berlari menembus beberapa kerumunan. Ia menuju lift untuk menuju lantai tiga. Setelah berdesakan dengan beberapa orang di dalam lift, Za keluar dan mengayunkan kakinya dengan cepat melalui beberapa orang.
Karena merasa terganggu dengan geraian rambutnya, Za sedikit mengurangi kecepatan langkahnya sambil mengikat rambutnya seperti ekor kuda. Tentu saja ingin pandangannya tidak terganggu karena rambutnya yang ikut menari heboh menutup wajahnya ketika ia berlari.
Selesai mengikat rambut, mulai berlari kembali namun sungguh tak diduga ia menabrak sesuatu hingga ada makanan tumpah mengenai si pembawa nampan. Dengan wajah yang sulit dilukiskan, Za terhenti menatap korban tabrakannya.
“Aduhhhh.... “ pekik Za kaget dan menghentikan langkahnya.
“Eh, pakai mata dong...!!!!” suara pria yang ditabrak sambil mengamati bajunya yang kotor dan basah karena makanan yang tumpah.
“Ini baju gue kotor, basah semua. Mana panas ini kuahnya.... Sial banget sih...!!! “ gerutu pria itu sambil menarik-narik kemejanya yang basah.
“Ma-maaf ya mas... Gak sengaja...” ucap Za tidak enak hati.
“Baju gue basah semua ini. Makanan gue juga tumpah semua. Makanya kalau jalan pakai mata, jangan merem...!!!!” umpat pria itu penuh emosi.
“Iya mas, maaf...” jawab Za sambil mengamati korbannya dengan rasa bersalah.
“Tapi jalan itu pakai kaki masa mata bisa buat jalan... “ ucap Za lirih namun masih bisa didengar pria itu.
“Heh, apa lu bilang? Dasar gak tahu diri, udah salah masih aja bilang begitu. Gue gak mau tahu ya, lu mesti ganti rugi!!” Ucap pria tinggi dan perawakan ideal dengan tingginya itu.
Za membelalakkan matanya spontan karena kaget diminta ganti rugi.
“Eh melotot doang lu ya... Enak aja Cuma maaf terus pergi, ganti rugi....!!“ ucap pria tersebut ketus sambil mengulurkan tangannya meminta ganti rugi.
“Bentar lagi gue mau meeting. Buruan mana uangnya?” lanjutnya lagi.
“Aku juga ada urusan penting mas, gini aja bawa kartu namaku dulu ya...” Za mencoba bernegosiasi.
“Gak bisa, kartu nama bukan jaminan. KTP kamu mana? Baru kamu bisa pergi...” ucap pria berkulit putih bersih itu sambil mengamati Za dengan seksama.
“Haduhhh... Ntar jatuh cinta ini orang kalau ketemu-ketemu lagi...” gerutu Za lirih.
“Lu bilang apa?” tanya pria itu sambil melotot kaget mendengar ucapan Za yang begitu percaya diri.
“Gak, gak ada... “ jawab Za bingung sambil melihat jam tangannya lalu membuka tas dan mengambil kartu kecil dari dalam dompetnya yang ternyata itu adalah KTP nya.
“Aku beneran buru-buru nih, aku kasih KTP tapi nanti ambilnya gimana?” lanjut Za sambil memegang KTP nya.
“Kalau lu udah ganti rugi baru bisa ambil KTP nya. Mana nomor lu... Zahira Oktiawati. “ ucap pria itu sambil merebut KTP dari tangan Za dan membaca nama yang tertera lalu menyodorkan ponselnya. Za kemudian mengambil ponsel itu dan mengetikkan nomor teleponnya lalu memanggilnya.
“Oke, ini... Aku juga udah punya nomor kamu, jadi jangan macam-macam ya dengan KTP ku itu. Jangan buat ngajuin pinjaman.” Ucap Za sambil memberikan ponsel milik pria tersebut.
“Hey, jangan sembarangan lu ya...!!” jawab si pria kesal.
“Kalau gitu aku pergi dulu, aku harus menemui orang. Mari mas galak...” ucap Za lalu berlalu pergi.
Sepeninggal Za, pria itu terlihat sangat kesal dan pergi meninggalkan tempat itu hingga harus rela mengurungkan niatnya untuk makan siang.
Sedang Za segera mencari tempat yang sudah disepakati sebelumnya dengan orang yang hendak ditemuinya. Di sebuah toko baju ia mencari-cari seseorang di sana, celingak-celinguk mengamati sekitar dengan harapan segera menemukannya. Akhirnya tatapan matanya tertuju pada seorang gadis ABG berambut pendek yang sengaja diikat seperti pantat ayam, yang sedang memilih-milih baju sambil sesekali melihat ponsel yang ia pegang.
Za segera menghampiri gadis muda itu dan menepuk pundaknya keras hingga membuat gadis muda itu terkejut. Saat mengetahui siapa yang menghampirinya, segera gadis muda itu memeluk Za dengan heboh dan erat.
“Mbak Za...!!!!” ucap gadis itu girang lalu memeluk Za erat.
“Kamu udah lama nunggunya, Dita?” tanya Za sambil melepas pelukannya.
“Lumayan... Kau lama sekali...” jawab gadis yang bernama Dita itu.
“Ada incident kecil tadi pas mau ke sini. Tapi sudah beres.... Oh ya, kamu nginep di mana?”
“Langsung balik Wonosobo mbak, ini kan bukan tujuan utama. Kemarin nginepnya pas di Bandung.”
“Kenapa gak bilang dari kemarin?”
“Bandung kan jauh, jadi gak kasih tahu. Lagipula kata bapak sama mamak gak usah ngabarin mbak Za kalau masih di Bandung, Jakarta sama Bandung itu jauh kasihan gitu.” Ucap Dita menjelaskan pada kakaknya.
“Ya udah, makan yuk... “ ajak Za bersemangat.
“Bentar lagi suruh kumpul mbak, mbak Za sih kelamaan...”
“Aku izin kalau kelamaan gak enak Dit... Ya udah, kamu pilih baju aja buat kamu, mamak, sama bapak. Nanti aku yang bayar... “
Dita mengangguk riang penuh semangat kemudian memilih baju untuk dirinya dan orang tua mereka di kampung. Kakak beradik itu terlihat sangat menikmati kebersamaan itu. Za terlihat begitu menyayangi adiknya yang badannya hampir sama besarnya meski kini Dita baru kelas 2 SMA.
Sore hari saat jam pulang kantor, semua mulai berkemas setelah menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Wajah kusut karena penat memutar otak jelas tergambar di wajah semua karyawan tanpa terkecuali.“Mau bareng gua gak Za?” tanya Adit sambil merapikan mejanya.“Cieee... Za doang nih yang diajakin, kali-kali ajakin gua dong...” ledek Sarah, teman satu divisi yang kubikelnya di sebelah Za.“Kalau sama lu takut dimarahi laki lu Sar.... “ jawab Adit santai.
3Saat menemui teman-teman Adit, tangan kiri Za memegang baju Adit tanpa sedikitpun berniat untuk melepasnya, sedang tangan kanannya bersalaman dengan teman-teman Adit. Mengetahui hal itu, setelah berjabat tangan dengan semua temannya, Adit menggenggam tangan kiri Za untuk lebih menenangkan gadis itu.“Nggak lama-lama ya di sini...” bisik Za sambil mendaratkan pantatnya di sofa.Adit mengangguk mengiyakan ucapan Za sambil lebih mempererat genggaman tangannya. Ia memahami bahwa gadis yang diajaknya itu tidak nyaman berada di tempat seperti itu.
Pagi harinya Adit sengaja datang lebih cepat dan membawa dua bungkus bubur ayam. Satu bungkus ia letakkan di atas meja Za, sedang yang satu ia buka sendiri untuk dinikmati.Beberapa menit kemudian terlihat Za datang menyapa beberapa rekan kerjanya yang sudah datang, termasuk Adit. Saat ia sampai kubikelnya, di sana sudah ada sebuah bungkusan plastik di atas meja. Penasaran dengan apa yang ada di dalam plastik itu, segera ia membukanya dan mendapati bubur ayam yang masih hangat.“Mas Adit, bubur ayam?” tanya Za lirih pada Adit yang sedang menikmati sarapannya.“Udah, makan aja. Kamu pasti belum sarapan kan?&rdqu
“Mas Adit, bentar lagi waktunya kerja. Ayo kita balik...” ajak Za untuk menghindari pertanyaan Adit saat itu.“Za, sekali lagi aku tanya padamu. Apa benar kamu suka padaku? Jawab jujur Za...” Jawab Adit masih tetap memegang pergelangan tangan Za dengan erat.Za sungguh bingung dan kini wajahnya sudah berubah merah seperti tomat. Selain itu kegugupannya tidak dapat ia sembunyikan lagi.“Za...” Ucap Adit dengan tatapan memelas.“Ma-
Saat Za melihat wajah pria yang ada di hadapannya, Za sungguh kaget hingga matanya dapat melotot sempurna dengan mulut terbuka karena sangat terkejut menatap pria di depannya itu.Begitu pula dengan pria yang di hadapannya pun sama terkejutnya melihat Za.“Elu??” ucap pria tersebut hampir bersamaan dengan Za.“Kamu??” Ucap Za tak kalah kaget bareng dengan pria itu.“Yah, ketemu mas galak ini lagi.
Dengan sikap sok akrabnya Herland menemani Za makan di kost dengan pintu terbuka lebar. Senyum manis dan sikap santai tanpa merasa bersalah ditunjukkan Herland. Sedang Za terlihat tidak nyaman dan justru kesal ada pria ganteng itu di hadapannya.“Ayo, dimakan Oktiawati pizzanya.” Ucap Herland menyodorkan box pizza ke dekat Za sambil ia makan pizza di tangan kanannya.“Oh iya, kepanjangan juga ya kalau aku panggil Oktiawati gitu. Gue panggil, eh maksudnya aku panggil Okti aja ya. “ Ujar Herland tanpa mempedulikan raut wajah tidak suka dari Za.
Sore hari saat pulang kerja, Adit mengantarkan Za sampai di depan gerbang kostnya. Adit jarang masuk ke dalam kost berbeda dengan Herland. Hanya sesekali saja ia masuk dan itupun juga hanya duduk di ruang tamu. Adit lebih santun dan lebih halus serta mengerti batasan-batasan yang ada. Hal itulah yang membuat Za jatuh cinta kepadanya, karena kepribadiannya yang baik.Setelah Za turun dari mobilnya, Adit pun langsung pamit pulang. Adit mencoba memberikan waktu istirahat untuk Za yang sudah seharian memeras otaknya untuk mengerjakan tugasnya di kantor. Dirinya juga sudah merasa cukup bisa banyak mengobrol dan dekat dengannya, karena jam istirahat pun mereka lalui bersama. Itulah enaknya jika memiliki kekasih teman satu kanto
“Kok diem? Deg-degan, grogi dan nggak menyangka ya ditembak sama cowok setampan aku?” Ledek Herland yang melihat pipi merah Za“Eng-enggak lah... Ngapain juga? Aku dah punya pacar, lebih ganteng dan jauh lebih baik dari kamu. Kamu bukan bandingan dia. Jadi, nggak usah kamu sok-sok gombalin aku. Nggak mempan!” Jawab Za penuh membanggakan kekasihnya.“Sama aku gantengan siapa?”“Buatku tetap dia s