Sampai di kantor masih sepi, baru beberapa karyawan yang datang. Dengan santai Herland menuju ruangannya. Ia sengaja datang lebih pagi karena ingin melihat langsung apakah benar karyawan atas nama Zahira Oktiawati itu adalah orang yang sama, gadis bertubuh kecil yang tidak pernah berkata lembut kepadanya. Gadis yang justru karena kebenciannya pada Herland membuat pria dewasa berusia 32 tahun itu penasaran dan berkeinginan bisa menggapai hatinya.
Sepertinya Caesar Herland Prayoga kini sedang bingung dengan hatinya sendiri. Pria yang terbiasa mudah mendapatkan gadis mana pun itu kini harus selalu ditolak oleh seorang gadis muda berumur 23 tahun itu. Gadis polos dengan mulut tajam itu sungguh menarik perhatiannya. Memang tidak terlalu cantik seperti yang biasa ia dapatkan dengan mudah, tapi baginya Oktiawati itu juga tidak jelek bahkan jika dipermak dan dipoles sedikit aura kecantikannya akan muncul melebihi gadis-gadis yang kerap ia kencani.
Herland m
Selesai meeting Herland dan Za segera meninggalkan restoran. Di dalam mobil Za memilih diam dengan sibuk dengan ponselnya untuk memberi kabar pada Adit. Tanpa menoleh dan menghiraukan Herland yang ada di depan kemudi, Za terlihat serius dan sesekali tersenyum dengan benda pipih itu. Tentunya bukan dengan ponselnya ia tersenyum, tetapi dengan orang yang sedang diajak chat olehnya.Z : {Mas Adit, maaf aku belum sampai kantor. Oh ya, nama manajer baru kita siapa?}A : {gakpapa, sayang. Tadi dikasih tahu Intan, katanya disuruh gantiin dia}Z : {emang nama manajer baru siapa?}A : {Caesar Herland Prayoga. Emang kenapa, kamu suka ya?}Z : {sama sekali nggak. Cemburu ya...?}A : {sedikit}Z : {aku tetap pilih kamu kok. I love you...}A : {I love you too}Melihat Za senyum-senyum sendiri, muncul ide jahil Herland terhadap gadis itu.“Sayang banget, cantik-cantik sedikit ngg
Pagi ini udara terasa dingin, gemericik air hujan terdengar jelas menari di atap rumah. Sambil melihat jam di ponselnya Za mencoba membuka matanya. Masih pukul lima pagi, Za hanya mematikan AC di kamarnya saja lalu meletakkan kembali kepalanya di bantal sambil memeluk guling. Tak butuh waktu lama akhirnya matanya kembali terlelap dengan cepat.Tok tok tok!!Suara pintu kamar kost diketuk. Mata Za akhirnya terbangun karena suara ketukan pintu yang masih belum berhenti juga. Diraihnya ponsel yang ada di sampingnya untuk melihat jam. Ternyata masih pukul enam.Pertanyaan muncul di benaknya siapa orang yang sepagi ini datang? Mana mungkin Aditya datang sepagi ini tanpa memberi tahu nya terlebih dahulu melalu chat atau telepon. Atau jangan-jangan si manajer baru yang akhir-akhir ini senang mengganggunya.Perasaan kesal tiba-tiba merambat di dalam hatinya pada manajernya itu. Meski Za belum tahu siapa yan
Seorang gadis muda usia 23 tahun yang baru saja bekerja sebagai staf HRD di sebuah perusahaan swasta. Gadis mungil dengan tinggi 155cm dan berat 45kg, berambut panjang sebahu dan lebih sering mengenakan celana panjang setiap kali memasuki tempat kerjanya. Panggil saja dia Za. Iya nama lengkapnya Zahira Oktiawati, gadis lulusan psikologi yang berasal dari kota kecil dan merantau ke Jakarta demi sebuah pekerjaan yang ia gadang-gadang akan merubah nasibnya menjadi lebih baik.Jam makan siang, ia berjalan menuju kantin kantor bersama dua rekan satu divisi dengannya. Seorang pria muda umur 25 tahun dengan badan tinggi kecil berkacamata, dan seorang gadis 23 tahun dengan rambut panjang sedada yang terurai. “Za, lu mau makan apa? “ tanya pria berkacamata dengan hidung mancung dan kulit putih itu.
Setengah jam sebelum waktu makan siang Za meninggalkan kantor setelah izin dengan kepala divisinya. Ia segera memesan ojek online sambil berjalan dengan harapan saat ia sampai lobby sudah ditunggu oleh driver nya.Dengan menggunakan lift ia menuju lantai utama gedung perusahaan. Saat itu lift juga sepi, hanya dirinya saja yang ada di dalam kotak berjalan itu. Setelah beberapa waktu akhirnya ia sampai dan keluar dari lift menuju lobby. Dugaannya tidak meleset, saat ia keluar sudah ada seorang abang ojol yang lumayan ganteng sedang menunggunya. Setelah si driver muda itu memastikan nama penumpangnya sesuai, segera Za naik ke sepeda motor matic itu menuju ke suatu tempat.
Sore hari saat jam pulang kantor, semua mulai berkemas setelah menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Wajah kusut karena penat memutar otak jelas tergambar di wajah semua karyawan tanpa terkecuali.“Mau bareng gua gak Za?” tanya Adit sambil merapikan mejanya.“Cieee... Za doang nih yang diajakin, kali-kali ajakin gua dong...” ledek Sarah, teman satu divisi yang kubikelnya di sebelah Za.“Kalau sama lu takut dimarahi laki lu Sar.... “ jawab Adit santai.
3Saat menemui teman-teman Adit, tangan kiri Za memegang baju Adit tanpa sedikitpun berniat untuk melepasnya, sedang tangan kanannya bersalaman dengan teman-teman Adit. Mengetahui hal itu, setelah berjabat tangan dengan semua temannya, Adit menggenggam tangan kiri Za untuk lebih menenangkan gadis itu.“Nggak lama-lama ya di sini...” bisik Za sambil mendaratkan pantatnya di sofa.Adit mengangguk mengiyakan ucapan Za sambil lebih mempererat genggaman tangannya. Ia memahami bahwa gadis yang diajaknya itu tidak nyaman berada di tempat seperti itu.
Pagi harinya Adit sengaja datang lebih cepat dan membawa dua bungkus bubur ayam. Satu bungkus ia letakkan di atas meja Za, sedang yang satu ia buka sendiri untuk dinikmati.Beberapa menit kemudian terlihat Za datang menyapa beberapa rekan kerjanya yang sudah datang, termasuk Adit. Saat ia sampai kubikelnya, di sana sudah ada sebuah bungkusan plastik di atas meja. Penasaran dengan apa yang ada di dalam plastik itu, segera ia membukanya dan mendapati bubur ayam yang masih hangat.“Mas Adit, bubur ayam?” tanya Za lirih pada Adit yang sedang menikmati sarapannya.“Udah, makan aja. Kamu pasti belum sarapan kan?&rdqu
“Mas Adit, bentar lagi waktunya kerja. Ayo kita balik...” ajak Za untuk menghindari pertanyaan Adit saat itu.“Za, sekali lagi aku tanya padamu. Apa benar kamu suka padaku? Jawab jujur Za...” Jawab Adit masih tetap memegang pergelangan tangan Za dengan erat.Za sungguh bingung dan kini wajahnya sudah berubah merah seperti tomat. Selain itu kegugupannya tidak dapat ia sembunyikan lagi.“Za...” Ucap Adit dengan tatapan memelas.“Ma-